Video Penembakan Warga Palestina di Tepi Barat Soroti Aksi Kekerasan Militer Israel

Konten Media Partner
3 Desember 2022 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Video Penembakan Warga Palestina di Tepi Barat Soroti Aksi Kekerasan Militer Israel

Keluarga Raed al-Naasan meratapi kematian mendiang.
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga Raed al-Naasan meratapi kematian mendiang.
Pasukan Israel memasuki sebuah desa di Tepi Barat guna memberitahu rencana penghancuran sebuah rumah milik warga Palestina.
Rekaman video memperlihatkan sekelompok pria dan remaja melemparkan batu ke arah para serdadu Israel, kemudian bergerak mundur. Saat itulah dua tembakan terdengar meletus.
Raed al-Naasan berlari ke sebuah sudut dan jatuh tiba-tiba. Darah membanjiri pakaiannya, dia terluka parah.
Belakangan pemuda berusia 21 tahun itu mengembuskan napas terakhir. Jika digabung dengan kasus kematian di desa-desa lainnya di Tepi Barat, terdapat empat warga Palestina tewas ditembak pasukan Israel pada Selasa (29/11).
Beberapa jam setelah kematian Raed, militer Israel mengklaim tentara menggunakan peluru tajam guna merespons tersangka "yang terlihat melemparkan bom molotov" ke arah mereka.
Akan tetapi, bukti rekaman video dan penuturan sejumlah saksi mata membantah klaim tersebut.
Rekaman video memperlihatkan Raed al-Naasan sebelum ditembak.
Rekaman video kematian Raed kembali menyoroti aksi kekerasan militer Israel di Tepi Barat yang berujung kematian warga Palestina. Apalagi ketika aksi kekerasan tersebut mencapai taraf yang jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini saja, lebih dari 140 warga Palestina telah dibunuh di Tepi Barat, hampir seluruhnya oleh pasukan Israel. Para korban tewas mencakup warga sipil dan milisi bersenjata.
Di sisi lain, rangkaian serangan Palestina yang menargetkan warga Israel, termasuk tembakan milisi ke arah pasukan Israel saat razia penangkapan, menewaskan lebih dari 30 orang yang mencakup warga sipil dan serdadu.
Pekan ini, Perwakilan PBB untuk wilayah tersebut, Tor Wennesland, memperingatkan bahwa konflik dan pendudukan militer "kembali mencapai titik didih".
Para aktivis dari lembaga HAM Israel, B'Tselem, kini sedang menyelidiki kematian Raed. Lembaga itu menyatakan kasus demonstran ditembak mati tahun ini mencapai jumlah signifikan yang menunjukkan "penggunaan kekerasan secara berlebihan".
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengaku aksi mereka dilakukan demi menghentikan "perusuh kejam" dan insiden itu tengah "dikaji".
Pasukan Israel memasuki Desa al-Mughayyir pada Selasa (29/11) untuk menyampaikan perintah penghancuran rumah yang "didirikan secara ilegal". Perintah itu diberikan manakala aparat Israel berencana membuldoser rumah warga Palestina yang didirikan tanpa izin, meskipun sering kali izin itu mustahil diperoleh.
Reid al-Naasan ditembak mati setelah sekelompok pemuda dan remaja berjumlah sekitar 20 orang melempar batu ke arah jip-jip dan serdadu Israel.
Raed al-Naasan adalah satu dari empat warga Palestina yang ditembak mati pada Selasa (29/11).
Sebagaimana diatur dalam hukum internasional, penggunaan senjata api oleh aparat keamanan terhadap warga sipil ditempuh sebagai tindakan terakhir dan hanya bisa dilakukan guna menghentikan "ancaman kematian yang segera terjadi atau cedera serius".
Rekaman video yang diberikan kepada BBC mengabadikan kejadian hampir satu menit sebelum penembakan berlangsung. Tayangan itu memperlihatkan kelompok pemuda dan remaja, termasuk Reid al-Naasan, tampak memungut bebatuan dari jalan dan melemparkannya ke arah para serdadu yang tidak terlihat dalam tayangan.
Tiada seorang pun dari mereka yang melempar bom molotov. Reid al-Naasan kemudian berdiri di depan rumah keluarganya, tampak memegang batu ketika suara dua tembakan terdengar. Tembakan kedua diperkirakan mengenainya hingga luka parah.
Seorang tenaga kesehatan bernama Mujahid Abu Aliya bergegas merawatnya di lokasi kejadian.
"Tidak ada yang melempar bom molotov, saya di sana…Ketika saya mengangkatnya dia berteriak: 'Saya akan mati, saya akan mati'," papar Mujahid menirukan perkataan Reid al-Naasan.
Ibunda Reid, Fatma, menjelaskan bagaimana dirinya berlari menghampiri putranya tersebut sembari berteriak minta tolong.
"[Pasukan Israel] yang menyerang kami - mereka mendatangi rumah dalam konfrontasi dan anak-anak muda berpartisipasi," kata Fatma kepada BBC, sesaat setelah pemakaman putranya.
Ibunda Raed al-Naasan, Fatma, bergegas menghampiri putranya sesaat setelah kejadian.
Saksi mata lainnya, Raghd Jehad, berkata: "Ketika mereka mulai menembakkan peluru tajam, semua pria bubar kecuali dia, dia berdiri di sana."
"Mereka telah menggerebek desa selama seminggu sekarang. Ini adalah pendudukan dan mereka datang sesuka mereka," tambahnya.
Reid al-Naasan baru saja menyelesaikan studinya dan mengikuti pelatihan sebagai petugas di dinas keamanan Otoritas Palestina, aparat yang didukung dunia internasional dalam melakukan pengawasan internal di beberapa bagian Tepi Barat.
Dalam sebuah pernyataan, IDF mengatakan: "Hanya sebagian dari peristiwa yang digambarkan dalam video. Tentara IDF menghadapi perusuh yang kejam… di antaranya adalah mendiang."
"Pria itu melemparkan bom Molotov ke arah pasukan. Pasukan lantas melepaskan tembakan sebagai tanggapan. Keadaan peristiwa itu sedang dikaji."
Penduduk Desa Al-Mughayyir telah menyaksikan konfrontasi dengan pasukan Israel selama bertahun-tahun. Desa itu dekat dengan beberapa permukiman Israel yang penduduknya paling ideologis di Tepi Barat. Dari permukiman-permukiman itulah, sejumlah kelompok mencoba membangun pos di tanah dekat desa.
Permukiman semacam itu dianggap ilegal menurut hukum internasional, dan sebagian besar pos juga dilarang dalam hukum Israel.
Militer Israel menegaskan insiden kematian Raed sedang dikaji.
Penduduk Desa Al-Mughayyir mengatakan mereka mengkhawatirkan situasi akan memburuk.
Menteri keamanan nasional Israel yang akan datang merupakan politisi sayap kanan, Itamar Ben-Gvir. Dia adalah pendukung permukiman Israel yang menyerukan agar warga Palestina yang melempar batu ditembak. Dia juga ingin tentara Israel kebal hukum dari gugatan dalam kasus-kasus pembunuhan warga Palestina.
Dror Sadot dari B'Tselem, kelompok hak asasi manusia di Israel, menyebut 2022 sebagai "tahun ekstrem" dalam hal kematian warga Palestina.
"Ada banyak kasus protes ketika warga Palestina menggunakan batu dan kadang-kadang dengan cara lain, tentara Israel hampir selalu menggunakan kekuatan yang tidak proporsional," katanya.
IDF membantah tudingan itu. Berulang kali mereka mengklaim sedang melakukan penyelidikan internal atas kematian warga Palestina. Tetapi kelompok-kelompok hak asasi manusia menggambarkan penyelidikan semacam itu sebagai "aksi menutup-nutupi".
Di tengah kekerasan yang memburuk pekan ini, seorang tentara Israel terluka parah ketika seorang pria Palestina - yang kemudian ditembak mati - menabrakkan mobilnya ke dekat pemukiman Tepi Barat. Pasukan Israel juga masih mencari tersangka setelah serangan bom ganda di Yerusalem pekan lalu menewaskan dua warga Israel.
Sejak musim semi, Israel melakukan pencarian dan penangkapan di Tepi Barat hampir setiap malam. Israel mengatakan akan melanjutkan operasinya untuk mencegah ancaman serangan lebih lanjut.