Konten dari Pengguna

Pentingnya Filsafat Pendidikan dalam Kurikulum Merdeka

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Kandidat Doktor Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
3 Januari 2023 13:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Koleksi Foto Pribadi: Filsafat ibarat jembatan yang menghubungkan realitas dengan kemendalaman pengetahuan, dan pengertian.
zoom-in-whitePerbesar
Koleksi Foto Pribadi: Filsafat ibarat jembatan yang menghubungkan realitas dengan kemendalaman pengetahuan, dan pengertian.
ADVERTISEMENT
Prolog
Banyak orang “agak” alergi mendengar kata filsafat. Filsafat sering dibayangkan sebagai ilmu yang berat dan dinilai kurang aplikatif dalam dimensi mikro keseharian hidup. Saya sendiri sebetulnya tidak tertarik ilmu filsafat di masa-masa sekolah dulu, sekitar tahun 1990-an. Saya lebih asyik sibuk mengerjakan soal-soal matematika, dan fisika ketimbang ilmu-ilmu sosial humaniora.
ADVERTISEMENT
Filsafat di luar jangkauan pemikiran saya pada waktu itu. Rasa-rasanya tidak terpikirkan sama sekali bahwa di masa depan akan bersentuhan dengan pemikiran para filsuf, mulai dari yang klasik hingga di era kontemporer sekarang.
Sejak belajar filsafat di tahun 2000, saya mulai tertarik untuk mendalami filsafat lebih lanjut, walau awalnya terasa sulit. Sekarang, bagi saya, selain dimensi teologis, filsafat menjadi dasar fundamental dalam melakukan aneka tindakan sebagai pendidik di lingkungan sekolah.
Esensi Filsafat Pendidikan
Filsafat didefinisikan bagus sekali (dalam britannica.com) sebagai philosophia, "cinta kebijaksanaan" yang mengandaikan ada pertimbangan rasional, abstrak, dan metodis tentang realitas sebagai keseluruhan atau dimensi mendasar dari keberadaan dan pengalaman manusia.
Banyaknya kajian filosofis, membuat saya kagum untuk mendalami filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan di mulai dari manusia dengan segala dimensi kemanusiaan hingga buah-buah yang dihasilkan melalui formasi hidup yang panjang.
ADVERTISEMENT
Plato pemikir di era klasik memulai pemikiran pendidikan melalui formasi jiwa. Dalam formasi jiwa terdapat pembentukan karakter. Karakter kuat membentuk mental kepemimpinan yang tangguh.
Plato memikirkan agar generasi muda siap dibentuk melalui mentor-mentor yang terlatih dan teruji. Generasi muda yang terdidik akan memberikan kontribusi bagi ketahanan suatu bangsa sekarang, dan di masa depan.
Pemuda cerdas, dan terampil jika ditunjang dengan karakter yang teruji akan ambil bagian secara aktif membangun bangsa. Mereka dibentuk oleh para guru berkualitas prima yang mempunyai kapasitas ilmu dan pandangan filosofis kuat guna mempersiapkan peserta didik meraih masa depan lebih cerah, dan menghidupi hidup secara bermutu.
Pandangan filosofis mengajarkan para pendidik, dari mana pengajaran dimulai. Pendidikan usia dini merupakan tahapan penting pendidikan awal semi formal di lingkungan taman kanak-kanak. Mereka dilatih bermain secara sehat sesuai usia, menggunakan pancaindera, pikiran secara bertahap. Anak-anak dilatih berbuat kebaikan dalam hal-hal yang sederhana.
ADVERTISEMENT
Tagore (1861-1941) dalam pandangan filosofinya mengungkapkan pentingnya anak-anak bermain. Permainan yang baik membentuk mental anak secara halus. Karakter anak bertumbuh secara individual, dan sekaligus sosial sebagai pribadi tanpa disadari. Ibarat kecambah yang menghasilkan tunas, bertumbuh hingga menjadi pohon besar berbuah manis.
Pendidikan di tingkat dasar, dan menengah bersifat formal. Akan tetapi seharusnya sebelum murid belajar perlu diberikan pandangan filosofis mengapa mereka perlu belajar. Manusia sebagai makhluk pembelajar akan terus memperbaiki diri karena sebagai individu sejatinya orang per orang tidak mau meratapi kelemahan terus menerus.
Pendidikan dasar dan menengah sarat dengan pandangan filosofis yang dicangkokkan ke pembelajaran bermakna dalam kurikulum merdeka. Guru dan murid memiliki hubungan dua arah yang sejajar kendati beda status.
ADVERTISEMENT
Diskursus rasional sudah mulai diperkenalkan sejak dini bahkan para murid melalui critical thinking dilatih berargumen dalam membuat alasan-alasan ilmiah guna mempertanggungjawabkan apa yang mereka pikirkan, katakan, dan kerjakan.
Berbagai gagasan yang keluar dari perbendaharaan kata-kata murid dan guru perlu diuji dalam berbagai kesempatan diskursus kelompok di dalam atau di luar kelas. Pemikiran teruji menghasilkan gagasan unggul yang potensial mempengaruhi keadaan sekitar menjadi lebih baik. Skala pengujian pastinya disesuaikan dengan tingkatan dan kebutuhan kurikulum yang dijalani.
Kesalahan atau kekeliruan metodologis dalam berargumen di ruang formasi sangat mungkin terjadi. Kendati ada kesalahan bernalar, jangan sampai memadamkan energi untuk berpikir. Martin Heidegger (dalam dariel.com, 2010) pernah mengatakan, “He who thinks great thoughts, often makes great errors”
ADVERTISEMENT
Kata-kata Heidegger ini bisa dimaknai dalam dua arti, pertama orang besar akhirnya berbuat kesalahan besar juga, atau kedua, orang menjadi besar walau kendati juga pernah melakukan kesalahan besar. Arti kedua rasanya cocok dengan suatu proses pendidikan karena banyak orang mengalami berbagai kegagalan eksperimental, tetapi akhirnya menghasilkan gagasan cemerlang yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Gagasan demikian juga sejalan dengan yang dikatakan Hubbard (dalam Maxwell, 2003), yaitu persiapan terbaik untuk hasil kerja besok merupakan hasil berkualitas prima di hari ini. Hasil terbaik dalam lingkup sekolah/kampus tentu saja merupakan produk diskursus rasional, dan berkualitas.
Sudah saatnya di zaman new normal, pasca pandemi Covid-19, para pendidik di sekolah atau kampus memfasilitasi aneka diskursus dan percakapan intelektual sesuai jenjang pendidikan. Para murid dilatih mempertanyakan aneka fenomena, memikirkan mengapa hal itu terjadi, menguraikan sebab akibatnya, dan memberikan kesimpulan dari tesis, antitesis, dan sintesis yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Selain dilatih berpikir kritis, para murid juga dilatih membuat refleksi atas aneka peristiwa yang dialami sehari-hari. Refleksi selain digunakan untuk melihat kembali rentetan peristiwa, juga untuk memaknai dan memberikan catatan kritis dari aneka kejadian yang dialami sepanjang hari.
Refleksi yang berbobot berdasarkan kajian filosofis yang memadai, membantu para murid bertumbuh dalam kedewasaan berpikir. Pikiran matang membuahkan tindakan yang lebih baik. Dengan demikian, sebagai para murid -- dengan kedewasaan intelektual -- akan mampu mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.
Epilog
Sebagai catatan akhir filsafat pendidikan penting untuk mendasari cara bertindak edukatif dalam lingkungan sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka. Dengan adanya konsep filosofis terhadap pengajaran di lingkungan pendidikan kurikulum akan tepat sasaran karena dari sisi pertanggungjawaban dapat diukur secara lebih akurat, tidak hanya pada sisi pedagogi, manajemen, tetapi juga sisi kearifan intelektual yang mendasari.
ADVERTISEMENT
Semoga sekolah-sekolah di Indonesia, para guru mempunyai dasar filosofis yang kuat dalam mendidik para murid. Kalau semua itu terjadi maka tatanan perikehidupan di Indonesia menjadi lebih maju dan beradab semakin potensial tercapai. Dengan demikian cita-cita mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi kenyataan di fase Indonesia emas tahun 2045.