Mencari Kebenaran Jalan Kesembuhan

Bella Dinna
Bella lahir di Kebumen pada tanggal 9 Maret 1999. Hobinya yaitu menulis, olahraga dan menonton film. Lulusan universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2021 dan saat ini sedang dalam tahap mencari pekerjaan.
Konten dari Pengguna
30 April 2020 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bella Dinna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ningsih Tinampi. Foto: Tirto.ID
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ningsih Tinampi. Foto: Tirto.ID
ADVERTISEMENT
Pada era modern ini, perkembangan teknologi dan infomasi telah banyak meningkat, termasuk meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Manusia dapat menjalani kehidupan yang produktif apabila tubuh sehat baik secara fisik dan psikis. Indonesia merupakan negara yang masih rendah tingkat kesejahteraan masyarakatnya dalam segi kesehatan. Sedangkan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan kedua) menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Mahalnya biaya kesehatan ini menyebabkan banyak orang memilih alternatif pengobatan tradisional yang diharapkan mampu mengobati dengan biaya yang terjangkau. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan ditetapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pasal 15 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/Menkes/sk/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional mengatur bahwa pengobatan tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya.
Pelayanan kesehatan saat ini sudah berkembang lebih modern, tetapi masyarakat masih banyak yang memilih pengobatan tradisional (non konvensional) sebagai tempat pengobatan seperti pijat urut, tuna netra, patah tulang, akupuntur dan lain-lain. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat perlu melakukan pembinaan dan pengawasan agar pengobatan tradisional menjadi pengobatan alternatif yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum sepenuhnya melindungi hak-hak pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan di bidang pengobatan tradisional. Hingga kini pengobatan tradisional belum mempunyai standard pengobatan untuk dijadikan acuan seperti halnya pengobatan medis. Setiap tempat pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri kepada kepala dinas kabupaten/kota untuk mempunyai Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Sedangkan untuk jenis pengobatan akupuntur mendapatkan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT).
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas salah satu pengobatan tradisional yang sempat viral. Tempat pengobatan tradisonalnya berada di kota Pasuruan, Jawa Timur. Banyak terjadi pro dan kontra atas pengobatan ini. Awalnya, pengobatan tradisonal dianggap sebagai pengobatan tradisional pada umumnya. Namun yang terjadi adalah ternyata orang yang mengobati justru memiliki kekuatan supranatural untuk mengobati pasien-pasiennya. Dari sinilah timbul berbagai penilaian dari netizen.
Berikut adalah beberapa pelanggaran perundang-undangan yang penulis dapatkan dari pengobatan tradisional tersebut:
Pertama, pengobatan sama sekali tidak berlandasakan keilmuan. Namun hanya menjual cerita-cerita spiritual di balik kemampuannya menyembuhkan pasien terkena UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada pasal 36 ayat 1, pasal 36 ayat 5 kemudian PPP SPS berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran pasal 37 ayat (4) huruf b, dan Bab XVI Pasal 20.
ADVERTISEMENT
Kedua, terkadang mengajak pasien bercanda saat pengobatan berlangsung terkena UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada pasal 36 ayat 6 dan PPP SPS Bab 3 pasal 5 bagian c, Bab XI pasal 15 ayat 1, dan Bab VI Pasal 10.
Dalam pengobatan tradisonal tersebut ditemukan pelanggaran bahwa banyak hal-hal yang tidak transparan dan tidak diketahui kebenarannya oleh publik. Pada umumnya didapatkan bahwa jurnalistik memiliki 5 karakteristik, pertama jurnalistik atau media massa yang ditunjukkan untuk konsumsi publik secara umum atau luas. Kedua, pesan yang disampaikan dalam jurnalistik atau media massa bersifat universal/umum karena bersangkutan dengan aneka aspek atau persoalan kehidupan yang muncul di muka bumi ini. Ketiga, menunjuk pada keberkalaan dari sebuah media massa hadir di hadapan publik. Keempat, menunjuk pada keberlangsungan sebuah media massa yang hadir di hadapan publik. Karakteristik terakhir yaitu media massa harus berciri aktual dan selalu hadir dengan hal-hal baru sifatnya.
ADVERTISEMENT
Dalam pengobatan tradisonal yang penulis bahas dapat dilihat bahwa cara pengobatan pasien anak-anak, remaja, dewasa, orang tua tidak ada bedanya. Pasti selalu diajak bercanda seperti teman sendiri padahal ia tidak pernah bertanya apakah pasien nyaman atau tidak dengan perilaku dia selama pengobatan. Terkena pelanggaran pada UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 36 ayat 1 dan pasal 36 ayat 5. Kemudian P3SPS bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran Pasal 37 Ayat (4) huruf b, Bab XVI pasal 20.
Masyarakat society atau kehidupan kelompok, terdiri atas perilaku-perilaku kooperatif anggota-anggotanya. Kerja sama manusia mengharuskan untuk memahami maksud orang lain yang juga mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Setiap orang pasti menggunakan komunikasi dalam menjalin hubungan dengan orang lain, dimana keterampilan berkomunikasi memegang peranan penting dalam melaksanakan tugas maupun dalam kehidupan. Keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien sangatlah penting, salah satunya sebagai seorang perawat. Komunikasi yang digunakan oleh perawat bukanlah komunikasi yang sembarangan dimana komunikasi tersebut merupakan komunikasi profesional yang bertujuan untuk penyembuhan pasien yang disebut dengan komunikasi terapeutik. Teknik komunikasi terapeutik merupakan keterampilan perawat yang harus dipelajari dan dilatih setiap saat. Berkomunikasi dengan pasien, perawat perlu menganalisa siapa yang akan diajak berkomunikasi, di mana ketika berinteraksi dengan pasien anak remaja, tidak akan sama teknik berkomunikasinya dengan pasien lansia, pasien mental, dan juga para pecandu narkoba. Dalam melakukan komunikasi terapeutik, perawat tidak jarang menemui hambatan yang dapat berasal dari kedua belah pihak. (Mead dalam Littlejohn, 2009:232)
ADVERTISEMENT
Tempat penyembuhan sangat ramai dan kurangnya tenaga medis yang bertugas sehingga banyak menimbulkan kekacauan serta hak pasien untuk nyaman tidak dapat diberikan. Perawat harus menyesuaikan dirinya agar selalu dalam suasana hati yang baik ketika akan bertemu dengan pasien. Jika perawat sedang dalam keadaan lapar, dahaga, atau faktor fisik lainnya, maka secepat mungkin perawat mengatasinya. Hal-hal seperti itu yang berasal dari dalam atau luar perawat, dilihat dari konteks komunikasi antarpribadi dapat disebut dengan gangguan (noise). Noise merupakan apa saja yang dapat mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis (Suranto, 2011:3).
*Penulis: Bella Dinna/Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.