Citivas Akademika dan Pustapako UNS Tolak Revisi UU KPK

Konten Media Partner
12 September 2019 2:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pernyataan sikap dituangkan dalam spanduk bertuliskan 'Menolak Segala Bentuk Pelemahan KPK' yang ditandatangani Dosen, serta Mahasiswa UNS. (Agung Santoso)
zoom-in-whitePerbesar
Pernyataan sikap dituangkan dalam spanduk bertuliskan 'Menolak Segala Bentuk Pelemahan KPK' yang ditandatangani Dosen, serta Mahasiswa UNS. (Agung Santoso)
ADVERTISEMENT
SOLO - Menolak revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan Civitas Akademika serta Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (Pustapako) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Pernyataan sikap tersebut dituangkan dalam spanduk bertuliskan 'Menolak Segala Bentuk Pelemahan KPK' yang ditandatangani oleh Dosen, serta mahasiswa UNS. Rabu (11/9/2019).
ADVERTISEMENT
"Melalui revisi UU KPK yang diinisiasi DPR itu kami melihat adanya upaya pelemahan KPK. Untuk itu kami dari Pustapako dan Civitas Akademika UNS menyatakan akan berada di belakang KPK dan menolak upaya pelemahan KPK," jelas Kepala Pustapako UNS, Khresna Bayu Sangka, di Kampus UNS Solo.
Menurut Khresna, revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut adalah upaya pelemahan KPK yang terindikasi dari beberapa hal. Diantaranya, panitia seleksi calon pimpinan KPK yang meloloskan beberapa nama yang ditengarai punya rekam jejak bermasalah, pelanggar etik dan tidak patuh pada LHKPN.
Dosen serta Mahasiswa UNS menandatangani spanduk penolakan RUU KPK. (Agung Santoso)
"Tentu ini tidak dapat disebut revisi, tetapi revisi UU karena lebih ringan dari UU sebelumnya," katanya.
ADVERTISEMENT
Jika revisi UU No 30 tentang KPK disetujui pemerintah untuk segera disahkan DPR dan Presiden, maka akan ada pasal yang justru meringankan hukuman. Bahkan memberi label korupsi sebatas kejahatan keuangan, bukan kriminal luar biasa.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara UNS, Agus Riwanto, mengatakan, apabla revisi UU KPK tersebut disahkan maka KPK bukan lagi menjadi lembaga penindakan tapi pencegahan dan menjadi mitra Kepolisian serta Kejaksaan.
"Jika hal itu yang terjadi maka KPK akan mubazir," ujarnya.
Bahkan Agus menyebut ada hidden agenda dibalik inisiasi DPR mengajukan revisi UU KPK tersebut. Pasalnya revisi UU KPK tersebut tidak lazim dan sengaja dilontarkan saat publik lengah.
"Revisi UU KPK juga tidak masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2019. Ada 55 RUU dalam Prolegnas tapi tidak ada satupun tentang UU Anti korupsi. Ini tidak lazim," kata Agus.
ADVERTISEMENT
Agus juga menyebutkan ada 10 kelemahan yang terjadi di tubuh KPK, jika revisi UU KPK disahkan. Dimana ditubuh KPK nantinya akan ada dewan pengawas yang akan direkrut melalui seleksi publik. Padahal saat ini sudah ada pengawas internal dan penasehat KPK. Selain itu, dalam melaksanakan tugas penyidikan dan penyelidikan serta penyadapan, KPK harus izin dulu ke Dewan Pengawas. Hal ini menurut Agus akan berbahaya karena mahkota KPK adalah di penyadapan.
"OTT (Operasi Tangkap Tangan) tidak akan terjadi. Sehingga KPK hanya akan menjadi LPMK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian) atau semacam satker," tutupnya.
(Agung Santoso)