Kisah Mbah Min, Pejuang Veteran yang Jadi Penjual Mainan Anak

Konten Media Partner
16 Agustus 2020 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ngadimin Citro Wiyono, (87) warga asal Kaplingan, RT 04, RW 20, Jebres, Solo ini merupakan salah satu pejuang veteran yang dulunya mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II tahun 1948
zoom-in-whitePerbesar
Ngadimin Citro Wiyono, (87) warga asal Kaplingan, RT 04, RW 20, Jebres, Solo ini merupakan salah satu pejuang veteran yang dulunya mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II tahun 1948
ADVERTISEMENT
SOLO - Ngadimin Citro Wiyono, (87) warga asal Kaplingan, RT 04, RW 20, Jebres, Solo, merupakan salah satu pejuang veteran yang dulunya mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II tahun 1948.
ADVERTISEMENT
Namun dirinya kini memilih untuk berjualan mainan anak-anak keliling untuk mencari makan. Seperti mainan tembak-tembakan, boneka monyet, panahan, hingga ada pula face shield.
"Di samping saya kerja keras ini saya mencari sehat, jalan ke sana-sana. Saya juga usaha untuk mencari nasi kucing, sehingga saya jangan meminta-minta," ucapnya.
Ngadimin menambahkan bahwa kelima orang anaknya memiliki hidup yang pas-pasan. Apalagi dengan adanya Corona ini, sehingga tidak memungkinkan jika meminta kepada anak-anaknya.
Lebih lanjut, Ngadimin menceritakan tentang perjuangannya dulu yang bertugas menjadi pengintai antek-antek Belanda yang berani mati.
Ngadimin Citro Wiyono (87) memilih untuk berjualan mainan anak-anak keliling untuk mencari makan. Seperti mainan tembak-tembakan, boneka monyet, panahan, hingga ada pula face shield
"Karena ayah saya dulu ditembak Belanda saya marah, kemudian sejak kejadian itu saya tinggal sendirian. Lalu kalau tidur di bawah pohon, di kebun, di lubang saya berpikir terus akan balas dendam dengan Belanda," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Usai hal tersebut, Ngadimin kemudian bergabung dengan pasukan angkatan darat yang dididik menjadi pengintai antek-antek Belanda.
"Waktu itu komandan bilang pada saya, le mung kowe sing wani tak wenehi tugas pengintai. Bangsane dewe wae berkhianat dadi antek-anteke Belanda. Lha awake dewe rung ndue mata-mata," tuturnya.
Ngadimin kini menaruh harapan besar kepada pemerintah agar mendapatkan perhatian.
"Harapan saya, karena saya itu sudah ikut berjuang dengan taruhannya ada nyawa saya. Nyawa saya taruhkan untuk membela bangsa dan negara mengusir penjajah Belanda supaya Indonesia tenteram, aman, dan rakyat Indonesia senang. Saya mohon kepada Bapak Presiden Jokowi, mohon perjuangan saya ini dihargai. Meskipun tanda bukti itu sudah musnah," harapnya. (Fernando Fitusia)
Ngadimin kini menaruh harapan besar kepada pemerintah agar mendapatkan perhatian. Ia memohon kepada Bapak Presiden Jokowi, mohon perjuangan saya ini dihargai. Meskipun tanda bukti itu sudah musnah