Menderita Trombosit Autoimun, Bocah Asal Tuntang Terpaksa Putus Sekolah

Konten Media Partner
8 September 2021 12:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salis Hadi Nurani, bocah asal Semarang yang harus putus sekolah lantaran menderita trombosit autoimun.
zoom-in-whitePerbesar
Salis Hadi Nurani, bocah asal Semarang yang harus putus sekolah lantaran menderita trombosit autoimun.
ADVERTISEMENT
SEMARANG-Sepintas, penampilan Salis Hadi Nurani, seorang bocah asal Tuntang, Kabupaten Semarang ini tidak berbeda dengan anak-anak lain seusianya. Tubuhnya terlihat gemuk dan sehat.
ADVERTISEMENT
Namun, siapa sangka bocah itu sudah 8 tahun berjuang melawan penyakitnya, Immune Thrombocytopenic Purpura. Penyakit itu juga dikenal dengan sebutan trombosit autoimun.
Akibat penyakit kelainan darah itu, bocah berusia 13 tahun itu juga terpaksa putus sekolah.
Ayahnya, Siswantoro mengatakan bahwa kelainan itu diketahui saat Salis berumur 5 tahun. Saat itu, kondisi Sulis mudah drop dan sakit-sakitan.
Siswantoro dan istrinya lantas memeriksakan Salis ke rumah sakit. Sesuai dengan rujukan, dia harus membawa anaknya ke RSUP Kariadi, Semarang.
"Menurut diagnosa dokter, Salis menderita ITP ( immune thrombocytopenic purpura)," kata Siswantoro, Rabu (08/09/2021).
Kelainan itu membuat tubuh Salis sering kekurangan trombosit. Sebab, sistem imun di dalam tubuh mengenali trombosit sebagai musuh dan menyerangnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau penyakitnya kambuh harus ditransfusi darah. Setelah itu dilanjutkan dengan rawat jalan," kata Siswantoro.
Kelainan darah itu juga membuat keluarga memilih untuk menghentikan pendidikan Salis. Bocah itu putus sekolah sejak kelas 1 Sekolah Dasar.
"Kata dokter tidak boleh terlalu banyak beban pikiran dan stress," katanya.
Sebenarnya, selama ini biaya pengobatan untuk Salis ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS. Hanya saja, Siswantoro yang saat ini menganggur itu kesulitan menyediakan biaya operasional untuk pengobatan.
"Biaya transportasi ke rumah sakit cukup mahal," katanya. Terkadang, dia bisa mengajak anaknya ke rumah sakit dengan bus umum sehingga hanya perlu membayar Rp 60 ribu sekali jalan.
Namun, saat kondisi anaknya memburuk, Siswantoro harus memesan taksi online. "Habisnya bisa Rp 200 ribu sekali jalan," katanya. Sebab, jarak rumah sakit dengan rumahnya yang berada di Sejambu RT 001 RW 005, Kelurahan Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang itu memang cukup jauh.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dia tengah mencoba mengajukan bantuan ke Dinas Sosial Kabupaten Semarang. Hal itu terpaksa dilakukan lantaran sepeda motornya juga sudah habis terjual untuk biaya operasional pengobatan.
(Hosan Satria/Fernando Fitusia)