Riset UNS Ubah Larva Jadi Pelet Ikan Terapung Kaya Protein

Konten Media Partner
18 November 2020 21:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terobosan budidaya larva dilakukan Tim Dosen dari Grup Riset ITP Hewani UNS, dengan mengaplikasikan teknologi pakan budidaya ini mengubah larva menjadi pakan pelet ikan terapung
zoom-in-whitePerbesar
Terobosan budidaya larva dilakukan Tim Dosen dari Grup Riset ITP Hewani UNS, dengan mengaplikasikan teknologi pakan budidaya ini mengubah larva menjadi pakan pelet ikan terapung
ADVERTISEMENT
SOLO - Terobosan meningkat nilai jual budidaya larva dilakukan Tim Dosen dari Grup Riset ITP Hewani Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Dengan mengaplikasikan teknologi pakan budidaya ini mengubah larva atau maggot Black Soldier Fly (BSF) menjadi pakan pelet ikan terapung kaya protein. Sedangkan ini disampaikan Dr. Agung Budiharjo sebagai Ketua Tim, Rabu (18/11).
ADVERTISEMENT
"Para ahli menyampaikan bahwa penggunaan protein yang berasal dari golongan insekta lebih ekonomis, bersifat ramah lingkungan, serta mempunyai peran yang penting secara biologi. Selain itu, insekta khususnya larva BSF bukan merupakan bahan pangan manusia sehingga konsumsinya tidak berkompetisi dengan manusia," jelasnya.
Sedangkan riset milik "Maggot BSF Boyolali" yang beralamat di Desa Trimulyo RT 01/RW 11, Penggung, Boyolali. Budidaya larva yang diketuai Muhammad Jafar Khoerudin tersebut, memang memiliki produksi tinggi hingga mencapai 1.000 kg per hari.
Hanya saja kurangnya pengetahuan, hasil budidaya hanya dijual dalam bentuk segar kepada peternak lele sehingga nilai jualnya belum optimal. Padahal, larva BSF memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan pakan ikan berkualitas yang menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan industri peternakan dan perikanan.
ADVERTISEMENT
"Hal tersebut sesuai dengan beberapa riset yang menunjukkan bahwa larva mengandung protein mencapai 42% dengan profil asam amino lengkap. Kandungan ini jauh lebih tinggi dari protein pakan yang umumnya hanya 17-20%," urainya.
Adanya potensi tersebut, imbuh Dr. Agung, harus diimbangi dengan penerapan teknologi yang tepat. Hal ini supaya kandungan maggot dapat dipertahankan dan dapat memenuhi nutrisi ikan. Ada pun teknik yang digunakan dalam proses ini ialah teknik pelleting. Sedangkan proses ini dilakukan oleh Dr. Agung bersama Dr. Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa, Lilik Retna Kartikasari, Ph.D, dan Bayu Setya Hertanto, S.Pt., M.Sc.
"Pelleting dipilih karena beberapa hal. Pertama, ternak mendapatkan semua nutrien yang ada di dalam pakan sehingga dapat meningkatkan efektivitas pemberian pakan. Kedua, pakan pelet sesuai dengan selera pasar pakan ikan komersil," terang Dr. Agung.
ADVERTISEMENT
Yang ketiga, meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, dan memudahkan aplikasi dalam penyajian pakan. Sementara itu, jenis pakan pelet terapung digunakan karena dapat membuat pertumbuhan ikan seragam dan jika pakan tersebut tidak termakan, tidak langsung merusak lingkungan air kolam.
Riset
Riset ini dibiayai Dana Hibah PNBP UNS tahun 2020, ada pula beberapa kegiatan yang dilakukan Dr. Agung dan tim selama mendampingi "Maggot BSF Boyolali". Tim pengabdi memberikan pelatihan membuat pakan ikan yang meliputi penyusunan formula pakan dengan menggunakan metode pearson, teknik pencampuran pakan yang baik, proses membuat pakan pelet, dan pegujian kualitas fisik pakan pelet ikan secara sederhana.
"Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok mitra, sehingga mereka mampu memproduksi pakan pelet ikan secara mandiri," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, tim bersama anggota kelompok menghitung secara ekonomi biaya produksi pakan yang telah dibuat. Hal ini untuk mengevaluasi layak atau tidaknya aplikasi ini jika diproduksi secara massal oleh mitra.
“Hasil perhitungan diperoleh harga pokok produksi pakan ikan tersebut sebesar Rp4.500/kg dengan kandungan protein kasar mencapai 39,19%. Hasil ini cukup ekonomis, mengingat harga pakan ikan yang beredar di pasaran cukup tinggi," ungkap Dr. Agung.
Di samping itu, bantuan peralatan untuk membuat pakan pelet seperti oven, alat penepung, dan mesin pelet pun turut diberikan. Tim dari UNS berharap, bantuan peralatan dan pelatihan ini mampu meningkatkan produktivitas peternak budidaya larva BSF. Aktivitas tersebut juga diharapkan dapat memberikan efek domino bagi warga kampung setempat, antara lain mengurangi tingkat penggangguran khususnya akibat pandemi. (Agung Santoso)
ADVERTISEMENT