Setengah Tahun Bikin Angkringan Dimsum, Mahasiswa di Solo Kini Punya 7 Cabang

Konten Media Partner
16 Juni 2021 20:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warung dimsum dengan konsep angkringan di Alun-alun Selatan Kota Solo
zoom-in-whitePerbesar
Warung dimsum dengan konsep angkringan di Alun-alun Selatan Kota Solo
ADVERTISEMENT
SOLO-Kreativitas 3 mahasiswa asal Solo ini perlu diacungi jempol. Mereka menjual makanan jenis dimsum dengan konsep seperti angkringan. Baru beberapa bulan, mereka sudah sanggup membuka 7 cabang di Solo.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Reza Sanjaya, Ahmad Toriqul Fatah, dan Dahlia. Ketiganya saat ini masih kuliah di D3 Manajemen Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Bermodal Rp 20 juta yang dikumpulkan secara patungan, para mahasiswa itu mulai mendirikan angkringan dimsum di sekitaran kampus UNS. Bisnis yang baru dimulai November 2020 itu diberi brand Tukuo Dimsum.
Sebagai pembeda dengan pedagang dimsum yang lain, mereka membuat gerobak ala warung angkringan. "Karena angkringan di Solo itu udah dekat dengan masyarakat," kata salah satu pemilik, Ahmad Toriqul Fatah, Rabu (16/06/2021).
Selain itu, warung angkringan juga identik dengan harga makanannya yang murah. Tentu saja, ketiga mahasiswa itu membanderol harga dimsumnya dengan sangat kompetitif. Aneka dimsum itu dijual dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 3.500 untuk setiap bijinya.
ADVERTISEMENT
Ternyata, konsep angkringan itu cukup diminati masyarakat. Baru berjalan 2 bulan, mereka mulai mampu mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang di daerah Pabelan yang dilanjutkan dengan cabang-cabang lain di Kota Solo.
Terakhir, mereka membuka cabangnya di Alun-alun Selatan Keraton Kasunanan Solo. Angkringan dimsum di alun-alun tersebut merupakan cabang ke-7 yang berhasil dibuka.
Selain membuka banyak cabang, ketiga mahasiswa itu juga mampu membuka lapangan kerja baru. Menurut Toriqul, saat ini mereka sudah memiliki 20 karyawan yang kebanyakan merupakan korban PHK di masa pandemi COVID-19.
Dari modal yang hanya Rp 20 juta itu, kini bisnis itu sudah mampu berkembang. Mereka mampu mengumpulkan omzet penjualan hingga Rp 4 juta per hari.
(Fernando Fitusia)