news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Usaha Milik Kaum Milenial

Konten dari Pengguna
2 November 2020 9:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Terinspirasi acara sukses kumparan pada 26-28 Oktober 2020, saya ingin urun rembuk soal Usaha Milik Kaum Milenial.
ADVERTISEMENT
Usaha Milik Kaum Milenial dapat artikan sebagai usaha yang dilakukan anak-anak milenial dan bidang usahanya bersentuhan dengan teknologi online di berbagai bidang operasi bisnis, dari mulai kegiatan di dalam kantor, kegiatan marketing, kegiatan distribusi atau kegiatan-kegiatan lainnya yang dianggap akan membawa efisiensi. Jadi, aktivitas bisnisnya mempunyai basis teknologi digital.
Hal itu menjadi mungkin karena peralatan digital sudah sangat populer dan sangat mudah dioperasikan semacam handphone, siapapun bisa menggunakan. Bidang yang digeluti pun sangatlah beragam, dari mulai kursus online, market place, promosi online, memasarkan jasa online, media online dan lain sebagainya.
Saya tertarik dengan apa yang dikatakan salah satu narasumber yang ikut di dalam talk show tersebut. Dia mengatakan bahwa bisnis milenial itu tidak harus dilakukan oleh kaum milenial.
ADVERTISEMENT
Bisnis milenial itu adalah MINDSET.
Jadi kalau anda sudah bukan menjadi bagian kaum milenial pun anda masih bisa berbisnis ala milenial selama anda punya mindset. Bisnis adalah bisnis masalah bagaimana bisnis itu dilakukan tergantung dengan sarana dan prasarana apa yang sudah tersedia atau mengintrodusir inovasi baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Nah! Saya di dalam tulisan ini hanya mau melihat dari sisi BAGAIMANA SESEORANG BISA MENJADI PENGUSAHA dari kacamata pengalaman dan pengamatan saya pribadi yang bukan pengusaha. Saya akan menggunakan istilah wirausaha dan pengusaha secara bergantian dengan pengertian yang sama.
Pada tahun 1970-an ketika saya masih sekolah, masalah kewirausahaan sudah menjadi topik hangat dibicarakan mengingat pada saat itu pembangunan sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Pembangunan prasarana jalan yang membuka akses, dari satu kota ke kota lainnya menjadi lebih baik dan cepat, memunculkan banyak sekali kesempatan untuk berbisnis namun demikian bisnis sektor swasta kurang bisa berkembang seperti apa yang diinginkan oleh pemerintahan pada saat itu. Akibatnya banyak sekali kesempatan bisnis ini diambil oleh BUMN sebagai agen pembangunan ekonomi, sampai sekarang masih banyak terlihat peran BUMN masih sangat besar.
Pada saat itu muncul pertanyaan: Mengapa usaha swasta tidak/kurang berkembang? Jawabannya sama dengan apa yang kita alami sekarang: Kekurangan pengusaha/entrepreneur. Dan pengusaha yang bermunculan banyak dari etnis Tionghoa dan sampai sekarang ini masih terjadi.
Pada saat orde baru berkuasa, etnis Tionghoa tidak banyak punya pilihan pekerjaan selain harus menjadi pedagang atau pelaku industri. Sedangkan untuk menjadi pegawai negeri (ASN), polisi atau tentara, kesempatannya sangat terbatas. Inilah cikal bakal mengapa sekarang kebanyakan pengusaha dipegang oleh etnis Tionghoa.
ADVERTISEMENT
Menurut pendapat saya mengapa hal ini masih terus terjadi ternyata jawabannya sangat kompleks, pendidikan kewirausahaan hanya bisa dilakukan secara terus-menerus dan praktik di lapangan berinteraksi dengan keadaan masyarakat, jatuh bangun bisnis, kerja keras yang sering gagal, keberanian untuk mengambil risiko, pandangan tentang kebutuhan masa depan masyarakat, berproduksi secara efisien, persaingan yang tajam di pasar, membentuk tim kerja yang solid, akumulasi modal dan dua hal yang paling fundamental adalah FIGHTING SPIRIT dan GREEDY.
Anak petani, setiap hari dia belajar cara bertani, anak peternak setiap hari dia belajar bagaimana cara berternak, anak pengusaha setiap hari dia belajar bagaimana menjalankan bisnis. Jadi apa yang saya mau katakan adalah, DNA menjadi pengusaha lebih banyak diturunkan di dalam keluarga. Mengapa keluarga? Anak petani pada saat panen gagal, mereka sering harus menurunkan kualitas makanannya, pada saat panen berhasil mereka sedikit berfoya-foya. Demikian juga yang di alami anak-anak pengusaha, kalau bisnis keluarganya sedang mendapatkan keuntungan besar, mereka bisa sedikit bermewah-mewah.
ADVERTISEMENT
Bedanya adalah: Keluarga petani lebih banyak menghabiskan hasil dari aktivitas pertaniannya untuk berfoya-foya pada saat panen berhasil tanpa berpikir untuk menabung, karena aset terbesar mereka adalah tanah yang dianggap tidak akan hilang. Kalau pengusaha aset utamanya adalah uang, kalau rugi akan hilang semuanya. Jadi pengusaha di dalam hal ini biasanya lebih pruden di dalam menggunakan kelebihan hasil yang mereka dapatkan. Contoh yang lebih parah adalah penghidupan nelayan, aset terbesar yang mereka miliki adalah ikan yang ada di laut yang ada dengan sendirinya tanpa harus mereka pelihara, selama ada laut selama itu juga penghidupan akan aman, demikianlah moto hidupnya.
Dengan sedikit cerita dari tulisan ini kita bisa melihat perbedaan gaya hidup yang berakibat pada MINDSET dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Gaya hidup pedagang tidak mengenal musim panen atau paceklik, harus berdagang terus-menerus dan di dalam berdagang jatuh-bangun pun tidak ditentukan dengan musim. Demikianlah bagaimana pendidikan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.
Di dalam masyarakat petani yang masih hidup di dalam masyarakat yang relatif tertutup dari pengaruh dari luar, banyak sekali tabu-tabu yang masih dipercaya yang menghukum orang sukses (karena lebih berhasil), dengan kata-kata yang kurang enak.
Contoh yang saya sendiri sering dengar, kalau tetangganya lebih kaya maka akan muncul gosip tidak sedap seperti, wah dia kaya karena memelihara tuyul atau genderuwo, padahal tetangga yang lebih berhasil itu kerja lebih keras dan hidupnya lebih pruden. Harmoni masyarakat harus terjaga, inilah tradisi yang sudah berakar. Celakanya yang sering di artikan sebagai harmoni adalah miskin bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Apakah dunia pendidikan bisa mengubah mindset seseorang dari satu cara hidup ke cara hidup lainnya? Pertanyaan yang sulit di jawab. Seperti kita ketahui bersama, dunia pendidikan hanya mengajarkan tentang teori, sedangkan dunia bisnis adalah medan tempur yang nyata, yang seringkali bertentangan dengan teori.
Kalau anak dari keluarga pengusaha pergi ke sekolah bisnis dia sudah dibekali dengan pengalaman yang setiap hari dia lihat di dalam keluarganya sejak masa kecilnya, bagaimana cara berbisnis, dari sejak sarapan pagi mengobrol di meja makan orang tuanya sudah bercerita hari ini akan melakukan transaksi apa dan bagaimana menyelesaikannya dan bagaimana harus memperlakukan orang-orang di sekitar bisnis keluarganya, memelihara kepercayaan orang lain dan lain sebagainya yang berkaitan dengan bisnis.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan anak petani, misalnya, melihat pelajaran tentang bisnis di sekolah, karena belum pernah melihat dan merasakan denyut bisnis itu seperti apa, akan sulit mencerna pelajaran di sekolahnya, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang bisa berubah dan melakukan lompatan dari budaya anak petani menjadi pengusaha karena pendidikan.
Apa yang saya uraikan pada alinea di atas dapat juga kita validasi dengan kejadian-kejadian yang terjadi dan masih berlangsung di Vietnam. Kemajuan Vietnam lebih banyak diinisiasi di Vietnam Selatan, yang sebelumnya adalah negara non-komunis dan orang-orang yang pernah menjadi manusia perahu yang kembali ke Vietnam, kebanyakan adalah pengusaha.
Di Tiongkok, ternyata yang menjadi pengusaha di sana adalah anak-anak bekas tuan tanah yang tanahnya banyak dirampas pada masa Revolusi Kebudayaan, notabene para tuan tanah umumnya juga pengusaha.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1998, pada saat Rusia mulai melakukan liberalisasi pasar, pengusahanya sudah habis, karena meninggal dan karena sejak revolusi Bolshevik, 1917, kurang lebih 70 tahun semua rakyatnya sudah dicuci otaknya bisnis adalah jelek.
Dalam kasus Rusia kita bisa melihat kasus yang terjadi di Polandia, negara satelitnya Rusia. Polandia di bawah kekuasaan komunis, pada saat terjadi liberalisasi di Rusia, Polandia secara otomatis ikut meliberalisasi pasarnya, berhasil dengan baik. Menurut Allan Greenspan, kematian sistem di Rusia sudah terlalu lama, 70 tahun, sehingga pengusahanya sudah habis, sulit untuk dibangkitkan. Polandia baru 40 tahun (sesudah Perang Dunia ke-2 sampai dengan 1998) masih bisa tertolong.
Masih banyak contoh-contoh lain. Yang saya mau tunjukkan adalah DNA menjadi pengusaha kebanyakan lewat keluarga. Tentunya yang saya maksudkan dengan pengusaha adalah pengusaha yang tumbuh dan berkembang tanpa fasilitas dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Saya pernah membaca satu artikel lama, saya lupa siapa penulisnya dan itu adalah hasil risetnya di Eropa. Untuk menjadi wirausaha baru yang bukan dari keluarga pengusaha diperlukan semacam virus, virus tersebut dia namakan NEED FOR ACHIVEMENT dia singkat menjadi virus N-ACH.
Virus ini harus ditularkan di dalam masyarakat, agar orang semua mau bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang di impikan untuk menjadi lebih makmur. Greedy atau serakah bukanlah suatu dosa melainkan "virus N-ach". Maksudnya, sesudah mencapai suatu sukses, kita tidak boleh berdiam diri tetapi harus tetap mencari yang lebih sukses.
Sampai sekarang pun di beberapa negara-negara di Eropa kerakusan masih dianggap hal yang tabu, padahal sebagai pengusaha tidak boleh berhenti untuk tetap mencari keuntungan walaupun sudah kaya. Di dalam dunia bisnis, berhenti berusaha berarti akan kehilangan semua infrastruktur dan suprastruktur yang sudah dia bangun selama puluhan tahun.
ADVERTISEMENT
Infrastruktur bisnis seperti kepercayaan konsumen, partner bisnis, pemasok, kreditur dan tim kerja adalah infrastruktur yang tidak kasat mata dan harus dibangun oleh wirausaha pemula. Ini juga sering menjadi masalah yang cukup berat untuk dilewati.
Apakah di Eropa tidak ada tabu yang menghalangi bisnis? Jawabannya mereka juga punya banyak sekali hambatan untuk membuat orang menjadi pengusaha. Di dalam beberapa negara Eropa, sebutan untuk pedagang dengan pencuri hampir sama tulisannya. Jadi pedagang di anggap pencuri.
Contoh cerita yang sering di narasikan bagaimana cara pedagang mencuri adalah: Penjual-penjual dididik dengan sangat hebat di dalam cara menjual untuk mendapatkan laba yang besar.
Contoh yang cukup klasik adalah: Seorang penjual kacamata di tokonya, pada saat calon pembeli datang dan menanyakan sebuah produk. Penjualnya dengan sangat ramah mengeluarkan kacamata yang sedang dicari oleh calon pembelinya. Setelah calon pembelinya memegang-megang, mencoba-coba kemudian merasa cocok, terakhir calon pembelinya menanyakan berapa harganya. Dengan tenang, penjual itu mengatakan, misalnya harganya Rp 1.500. Pedagang itu melihat wajah calon pembelinya. Kalau calon pembelinya kelihatan tidak terkejut, si penjual melanjutkan kata-katanya, Rp 1.500 itu hanya bingkainya saja, lensanya harganya Rp 3.000 (sebenarnya harga keduanya adalah Rp 1.500).
ADVERTISEMENT
Taktik pedagang seperti ini di dalam perdagangan dianggap biasa. Buat orang lain bisa diartikan suatu penipuan. Sebenarnya orang-orang seperti ini adalah wirausaha cerdik.
Ada cerita menarik lainnya dari teman saya. Pada suatu hari dia pergi ke pasar. Ketika dia melewati salah satu lorong dia bertemu dengan seorang penjual barang yang berumur cukup tua kelihatannya. Barang yang dijajakannya dia lihat tinggal 2 unit. Ibu itu menawarkan barangnya kepada teman saya dengan wajah memelas: Pak beli barang saya ini ya! Sisa 2 unit, sudah habis.
Entah karena rasa iba atau memang betul-betul butuh, barang tersebut dia beli, dengan berpikir biar ibu tua itu segera pulang untuk beristirahat. Setelah berkeliling di pasar, teman saya itu lewat lagi di lorong di tempat dia membeli barang tadi, lalu dia melihat ibu yang sama, sedang menjajakan barang yang sama denga jumlah unit yang sama yang kembali ditawarkan ke teman saya. Teman saya tersenyum kecut, di dalam hatinya berkata, "Kena tipu saya."
ADVERTISEMENT
Taktik-taktik seperti itu sekarangpun banyak digunakan oleh produsen besar tapi dengan cara-cara yang lebih modern dan “KEREN”, yang pada intinya adalah bagaimana cara agar konsumen membeli dan mendapatkan keuntungan yang besar. Cara-cara bisnis seperti yang saya jelaskan itu masih sering dianggap tabu atau dosa di dalam masyarakat kita, tidak layak untuk dilakukan.
Sesuai dengan apa yang saya sudah uraikan sebelumnya, menurut pandangan saya satu-satunya sekolah bisnis yang paling baik adalah belajar dari orang yang sudah sukses atau belum sukses melakukan bisnis seperti yang saya uraikan pada alinea sebelumnya. Itu akan berjalan secara alamiah yang mengalir di dalam keluarga pebisnis.
Tugas kita untuk memperbanyak jumlah orang berbisnis adalah tugas berat dan kompleks dan tidak bisa tugas ini kita bebankan hanya kepada pemerintah saja. Pemerintah bisa menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya pengusaha-pengusaha baru namun tugas lainnya ada di tangan masyarakat terutama di dalam dunia bisnis itu sendiri dan tokoh-tokoh formal dan informal yang bisa membuat transformasi MINDSET bahwa bisnis produktif itu baik untuk masyarakat dan negara.
ADVERTISEMENT
Acara Usaha Milik Kaum Milenial yang dihelat kumparan menurut pendapat saya adalah acara yang sangat baik, di mana perusahaan besar yang banyak pengalaman dan tenaga profesional mengajak orang yang belum pernah berbisnis untuk ikut berbisnis dengan cara yang up to date, business model yang didorong oleh kemajuan teknologi. Saya sangat terkesan dengan banyaknya peserta yang ikut melihat, baik melalui webinar atau yang mengikuti talk show yang meyakinkan saya bahwa proses transformasi bisnis kaum milenial sedang terjadi dan dorongan pemerintah pun nampak jelas dalam mendukung acara ini.
Saya melihat pula bisnis yang dilakukan dengan melibatkan teknologi digital pada saat ini harus dilakukan dengan membangun ekosistem di mana bisnis yang satu terkait dengan bisnis yang lain di dalam satu jaringan yang saling menopang dan saling berbagi keuntungan.
ADVERTISEMENT
Dengan menggunakan teknologi digital membangun ekosistem ini bukanlah hal yang sulit selama semua pihak yang terkoneksi di dalam jaringan bisa saling berbagi.
Jaringan ini dibangun dengan basis perusahaan kecil-kecil dan saling tergantung satu sama lain dan saling berbagi satu sama lain.
Akhir kata saya mengucapkan selamat untuk semua yang terlibat dalam acara itu, semoga acara itu dapat dilakukan paling tidak setahun sekali sebagai ajang evaluasi sudah sejauh manakah transformasi usaha milik kaum milenial itu terjadi sebagai pencipta momentum untuk mendorong kaum milenial yang belum terlibat untuk dapat ikut ambil bagian di dalam proses transformasi ini. Bravo buat kumparan team.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan