Bagaimana Hukum Suami Lebih Mementingkan Ibunya daripada Istrinya?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
7 Januari 2022 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi suami istri Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suami istri Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam Islam, seorang suami memiliki tanggung jawab penuh untuk menafkahi istrinya secara lahir maupun batin. Ia harus memenuhi hak-hak sang istri dengan cara yang ma’ruf. Dalam surat al-Baqarah ayat 228, Allah Swt berfirman:
ADVERTISEMENT
“Dan para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.”
Tidak hanya nafkah, bimbingan dan kasih sayang juga harus diberikan suami kepada istrinya. Ini dilakukan agar hubungan suami-istri dapat berlangsung harmonis dan penuh kehangatan.
Namun, ada kalanya suami lebih mementingkan ibunya, meskipun sudah berumah tangga. Bagaimana hukum suami lebih mementingkan ibunya daripada istrinya? Simak artikel berikut untuk mengetahui jawabannya.

Hukum Suami Lebih Mementingkan Ibunya daripada Istrinya

Ketika sudah menikah, seorang suami tetap harus berbakti kepada ibunya. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Siti Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah SAW:
"Siapa yang lebih berhak terhadap wanita?" Rasullullah SAW menjawab, "Suaminya." Kemudian Siti Aisyah bertanya lagi, "Siapa pula yang berhak terhadap lelaki!" Rasulullah saw. menjawab, "Ibunya."
Ilustrasi pasangan suami istri. Foto: Shutter Stock
Menurut Elie Mulyadi dalam Buku Pintar Membina Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah, bila istri dan ibunya memiliki kebutuhan tertentu dalam waktu bersamaan, maka suami harus lebih mengutamakan ibunya. Maka, dapat disimpulkan bahwa hukum suami lebih mementingkan ibunya daripada istrinya adalah wajib.
ADVERTISEMENT
Namun, status kewajiban ini dapat hilang jika suami dihadapkan pada situasi yang genting. Misalnya, ketika istri melahirkan, sedang sakit, kecelakaan, dan lain-lain. Jumhur ulama mengategorikan situasi ini dalam bab pengecualian.
Perintah tentang berbakti kepada ibu sebenarnya telah dijelaskan melalui sabda Rasulullah SAW. Namun, hadits ini bersifat universal, tidak terbatas pada laki-laki Muslim saja. Dari Abu Hurairah ra beliau berkata:
"Seseorang datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi menj awab, 'Ibumu! Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapalagi ?' Nabi lalu menjawab, Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ADVERTISEMENT
Ibu disebut tiga kali dalam hadits tersebut. Ini menandakan bahwa kedudukan dan derajatnya tiga kali lebih tinggi dibanding ayah. Oleh karena itu, umat Muslim diwajibkan untuk berbakti kepada ibu.
Ilustrasi suami istri. Foto: Shutter Stock
Namun, amanah untuk memperlakukan ibu dan istri dapat diamalkan sekaligus, tanpa mengabaikan salah satunya. Imam an-Nawawi berpendapat bahwa seseorang tidak berdosa ketika mengutamakan istri daripada ibunya, selama ia memenuhi kewajiban nafkah.
Tetapi jika harus memilih, ia bisa mengutamakan nafkah istrinya dengan tetap menjaga perasaan ibunya. Dalam kitab Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Imam an-Nawawi berkata:
“Seseorang tidak berdosa dengan tindakan itu ketika ia mencukupi (nafkah) ibunya jika ibunya adalah salah seorang yang wajib dinafkahi dengan baik. Tetapi yang utama adalah membahagiakan (menjaga perasaan) dan mengutamakan ibunya. Jika memang harus mengutamakan nafkah istri daripada ibu, maka seseorang suami harus menyembunyikan tindakan tersebut dari ibunya.”
ADVERTISEMENT
(MSD)