Kisah RA Kartini, Pelopor Emansipasi Wanita Indonesia

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
17 April 2021 14:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
R. A. Kartini, Sosok Pelopor Emansipasi Wanita di Tanah Air. Foto: Dok. Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
R. A. Kartini, Sosok Pelopor Emansipasi Wanita di Tanah Air. Foto: Dok. Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Dalam waktu dekat, masyarakat Tanah Air akan memperingati Hari Kartini. Ini adalah peringatan yang ditetapkan secara resmi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964.
ADVERTISEMENT
Mengutip situs resmi Kemdikbud, Hari Kartini digelar setiap tanggal 21 April. Tanggal ini bertepatan dengan ulang tahun Raden Adjeng Kartini yang jatuh pada 21 April 1879. Tahun ini, Hari Kartini diperingati pada Rabu (21/4).
Sosok RA Kartini tidak lepas dari jasa-jasanya dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Semasa hidupnya, ia terus berusaha meningkatkan derajat dan memajukan pemikiran wanita pribumi.
Berikut adalah kisah RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia.

Kisah RA Kartini sebagai Pelopor Emansipasi Wanita

Potret keluarga R.A.Kartini (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
Mengutip situs Kementerian Pertanian, RA Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Beliau berasal dari keluarga priyayi. Karena itulah, ia mendapat kesempatan untuk mengeyam pendidikan.
Kisah Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita bermula ketika ia dilarang sang ayah untuk melanjutkan studi di Europese Lagere School (ELS). Beliau diharuskan berdiam di rumah dan menunggu hingga dipingit.
ADVERTISEMENT
Selama tinggal di rumah, Kartini menuliskan surat-surat kepada korespondensinya di Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon yang terus memberikan dukungan untuknya.
Melalui Abendanon, Kartini mulai membaca buku dan koran Eropa. Bacaan tersebut membuka pikiran beliau. Sejak saat itu, ia bertekad untuk memajukan pemikiran wanita pribumi dan mengangkat derajat mereka.
Pada 12 November 1903, Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat atas permintaan orangtuanya. Sang suami memberi dukungan untuk cita-cita Kartini. Beliau juga diperbolehkan mendirikan sekolah wanita.
Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan anaknya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Namun beberapa hari kemudian, beliau menghembuskan napas terakhirnya. Ia pun dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Setelah Kartini meninggal, Mr. J.H. Abendanon, salah satu teman beliau di Belanda, membukukan surat-surat yang pernah dikirim oleh Kartini dengan judul "Door Dusternis tot Licht".
ADVERTISEMENT
Buku tersebut akhirnya diterjemahkan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Kemudian, Soekarno juga menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.
Meski beliau telah tiada, sosoknya akan selalu dipandang sebagai Pahlawan Nasional sekaligus pelopor yang sudah memperjuangkan emansipasi wanita di Tanah Air.
(GTT)