Profil RA Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita di Tanah Air

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
8 April 2021 11:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
R. A. Kartini, Sosok Pelopor Emansipasi Wanita di Tanah Air. Foto: Dok. Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
R. A. Kartini, Sosok Pelopor Emansipasi Wanita di Tanah Air. Foto: Dok. Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
RA Kartini dikenal sebagai Pahlawan Nasional yang gencar memperjuangkan emansipasi wanita. Semasa hidupnya, ia terus mengupayakan kesetaraan gender di Tanah Air, khususnya dalam bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pemilik nama lengkap Raden Ajeng Kartini tersebut juga memaparkan pemikirannya terkait kondisi perempuan di Indonesia. Pemikiran ini berhasil mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap wanita Indonesia dan memberikan inspirasi bagi tokoh kebangkitan nasional.
Untuk mengenang jasa Kartini yang luar biasa, masyarakat Tanah Air merayakan Hari Kartini setiap tanggal 21 April. Pada momen tersebut, anak-anak biasanya mengenakan busana tradisional dan mendengarkan kisah perjuangan Kartini.
Ingin mengenal sosok RA Kartini lebih dekat? Simak profil singkatnya di bawah ini.

Profil RA Kartini

Kartini dan dua adiknya foto: Wikimedia Commons
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Mengutip situs Kemdikbud, ia adalah seorang wanita dari kalangan bangsawan Jawa.
Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario sosroningrat adalah bangsawan yang menjabat sebagai Bupati Jepara. Sedangkan, sang ibu, M.A. Ngasirah merupakan anak seorang kiai di Jepara.
ADVERTISEMENT
Sejak dulu, wanita kelahiran Jepara itu sangat antusias dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan. Beruntungnya, ia berhak mendapat pendidikan lantaran merupakan seorang bangsawan. Beliau pun mengeyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School).
Sayangnya, budaya kala itu mengharuskan wanita untuk tinggal di rumah. Sehingga, ia hanya bersekolah hingga usia 12 tahun. Selama tinggal di rumah, Kartini tidak berdiam diri. Ia menuliskan surat kepada teman korespondensinya dari Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon.
Melalui Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku dan koran Eropa. Bacaan tersebut menumbuhkan keinginan dalam hatinya untuk memajukan status sosial perempuan pribumi yang kala itu masih rendah.
Selain membaca buku dan koran, Kartini juga mengirimkan beberapa tulisan kepada salah satu majalah wanita yang dia baca, yakni De Hollandsche Lelie.
ADVERTISEMENT
Pada 12 November 1903, Kartini menikah dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang Bupati Rembang. Setelah menikah, ia mendapat dukungan dari sang suami. Ia pun diizinkan membangun sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kabupaten Rembang.
Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhirnya. Ia dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Setelah Kartini wafat, Jacques Abendanon membukukan surat-surat yang pernah dikirim Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku tersebut diberikan judul "Door duisternis tot Licht" yang artinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Pada 1992, buku itu diterbitkan dalam bahasa Melayu dengan tajuk "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tidak hanya itu, Yayasan Kartini yang didirikan keluarga Van Deventer juga mendirikan Sekolah Kartini di beberapa wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
(GTT)