Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
26 Oktober 2020 14:58 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan setiap 10 November. Di tanggal tersebut pada tahun 1945, rakyat Surabaya berperang melawan pasukan sekutu pimpinan Inggris yang memiliki mandat memulihkan ketertiban Indonesia setelah Jepang kalah.
ADVERTISEMENT
Perang besar ini diawali oleh kedatangan tamu tak diundang, yakni pasukan Inggris, di Surabaya pada Oktober 1945. Kedatangan tentara sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II ini dimanfaatkan oleh Belanda. Mereka ingin memanfaatkan militer Inggris untuk mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.
Inggris mulai mencampuri urusan pemerintahan. Dikutip dari Pertempuran 10 November di Surabaya karya Vilomena Theorina, sekutu dengan sengaja menempatkan pasukan untuk pertahanan, menduduki lapangan Terbang Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan perusahaan listrik Hindia Belanda.
Sekutu juga mulai menyebarkan pamflet berisi ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata milik Jepang kepada Inggirs. Rakyat Surabaya yang telah dengan susah payah merebut persenjataan Jepang enggan menuruti ultimatum tersebut.
ADVERTISEMENT
Akibat situasi yang memanas, pecahlah pertempuran pada 27-29 Oktober di Surabaya. Rakyat Surabaya dan sekitarnya berusaha merebut kembali daerah-daerah yang diduduki sekutu. Petinggi militer Inggris, Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam baku tembak.
Meski hingga saat ini penyebab pasti mengapa Mallaby tewas masih diperdebatkan, saat itu kematiannya memicu kemarahan sekutu. Pihak Inggris menuduh masyarakat Surabaya secara licik membunuh Mallaby.
Pada 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum agar para pejuang Republik Indonesia menyerahkan senjatanya dan bertanggung jawab atas kematian Mallaby.
Dikutip dari buku Pengetahuan Sosial Sejarah, tuntutan tersebut berisi sebagai berikut:
"Semua orang Indonesia yang bersenjata, termasuk pemimpin dan pembesar, harus menyerahkan diri dengan senjatanya di tempat-tempat tertentu sebelum pukul 18.00 sore, tanggal 9 November 1945. Jika ultimatum ini tidak dipenuhi, pukul 16.00 tanggal 10 November sekutu (Inggris) akan menyerbu dari Surabaya dari darat, laut, udara".
ADVERTISEMENT
Rakyat Surabaya tetap menolak menuruti ultimatum tersebut. Gubernur Suryo melalui radio RRI Surabaya juga menyampaikan penolakan tersebut. Ia juga berpesan agar rakyat bersiap menghadapi segala kemungkinan untuk mempertahankan kemerdekaan .
“Untuk mempertahankan kedaulatan negara kita, maka kita harus menegakkan dan meneguhkan tekad kita yang satu, yaitu berani melawan segala kemungkinan. Berulang-ulang kita telah kemukakan bahwa sikap kita adalah: lebih baik hancur daripada dijajah kembali”.
Bung Tomo turut menggelorakan perlawanan rakyat untuk menghadapi kekejaman Inggris.
“Inilah jawaban kita, jawaban pemuda-pemuda rakyat Indonesia. Hai Inggris, selama banteng-banteng, pemuda-pemuda Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan menyerah.”
Pertempuran pun meletus. Dalam buku 65 Tahun Kepahlawanan Surabaya, Lorenzo Yauwerissa memperkirakan bahwa pertempuran tersebut melibatkan 20 ribu tentara dari Indonesia, sedangkan unsur warga sipil yang terlibat mencapai 100 ribu orang. Ribuan orang gugur dalam peristiwa tersebut, baik dari pihak Indonesia maupun Inggris.
ADVERTISEMENT
Untuk menghormati jasa-jasa warga Surabaya yang dengan berani menentang kesewenang-wenangan penjajah, pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
(ERA)