Sejarah Perjanjian Hudaibiyah, Diplomasi Damai Rasulullah SAW dan Kaum Quraisy

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
1 April 2021 16:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perjanjian Hudaibiyah. Foto: Dok. Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perjanjian Hudaibiyah. Foto: Dok. Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perjanjian Hudaibiyah merupakan upaya diplomasi Rasulullah SAW untuk meredakan ketegangan antara umat Islam dengan kaum musyrikin Quraisy. Sebagaimana diketahui dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad di Mekah mendapat pertentangan sejak awal.
ADVERTISEMENT
Kaum Quraisy begitu gencar mengintimidasi kaum muslimim hingga memaksa Rasulullah dan para pengikutnya untuk hijrah demi keselamatan. Setelah posisi Islam mulai kuat, pada tahun keenam Hijriah Nabi Muhammad berkeinginan untuk pergi ke Mekah.
Tujuannya bukanlah untuk berperang, melainkan melaksanakan ibadah umrah. Namun niat beliau dihalang-halangi oleh kaum Quraisy. Inilah yang kemudian menjadi latar belakang lahirnya perjanjian Hudaibiyah.

Sejarah Perjanjian Hudaibiyah

Suasana Kabah di Masjidil Haram saat ada wabah virus corona, Kamis (5/3/2020). Foto: Reuters/Ganoo Essa
Mengutip Perjanjian Hudaibiyah Tahun 628 M/ 6H dan Dampaknya Bagi Dakwah Islam di Jazirah Arabia karya Zaenal Abidin (2014), pada bulan Zulqaidah tahun ke 6 Hijriah, Rasulullah beserta 1400 kaum Muslimin pergi ke Mekah untuk umrah.
Namun kaum musyrikin Mekah ternyata telah mengetahui rencana kedatangan Nabi Muhammad. Mereka telah bertekad mengumpulkan kekuatan untuk menghalangi beliau.
ADVERTISEMENT
Tidak ingin ada pertumpahan darah, ketika sampai di Hudaibiyah Rasulullah mengirim beberapa utusan untuk meyakinkan tokoh-tokoh Mekah bahwa mereka tidak bermaksud untuk berperang, melainkan untuk berumrah dan mengagungkan Ka’bah.
Akhirnya datanglah utusan pertama Quraisy yakni delegasi Budail bin Warqa’ al-Khuzai. Setelah mendengar langsung penjelasan dari Rasulullah dan melihat kondisi rombongan kaum muslimin, mereka percaya bahwa Rasulullah tidak bermaksud untuk berperang.
Namun beberapa tokoh Quraisy mencurigainya karena ia berasal dari suku Khuza’ah yang memiliki hubungan baik dengan keluarga Rasulullah dari Bani Hashim.
Kaum musyrikin Quraisy kemudian mengutus orang-orang lainnya hingga tiga kali, namun mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah tidak memiliki niat untuk menyerang Mekah. Akhirnya diutuslah Suhail bin Amr yang diberi mandat untuk tidak membiarkan Rasulullah dan pengikutnya masuk ke Mekah dengan alasan apapun.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti utusan-utusan sebelumnya, Suhail langsung mengajak melakukan perjanjian tertulis dengan Rasulullah. Diplomasi tersebut berlangsung alot, namun pada akhirnya kedua belah pihak berhasil menghasilkan kesepakatan yang disebut Perjanjian Hudaibiyah.

Isi Perjanjian Hudaibiyah

Ilustrasi perjanjian. Foto: Freepik
Isi perjanjian Hudaibiyah yaitu:
Ilustrasi perjanjian. Foto: Freepik
Mengutip jurnal Dakwah Struktural: Studi Kasus Perjanjian Hudaibiyah tulisan Siti Fatimah (2009), isi perjanjian tersebut dianggap lebih banyak membela kepentingan kaum Quraisy sehingga beberapa orang dari kaum Muslimin merasa dirugikan.
ADVERTISEMENT
Selama proses penyusunannya pun kaum Quraisy mendominasi, seolah-olah merendahkan martabat kaum muslimin. Meski demikian, mereka tetap patuh kepada Rasulullah.
Ketika Nabi Muhammad mengajak rombongan kembali ke Madinah, di tengah perjalanan turunlah surat Al-Fath ayat 1-3 yang artinya: “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Agar Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan membimbingmu ke jalan yang lurus”.
Apa kemenangan yang dimaksud? Ibnu Mas'ud r.a. dalam tafsir Ibnu Katsir juz IV mengatakan: "Sesungguhnya kalian menyangka kemenangan yang dimaksud ayat itu adalah ditaklukkannya Mekah, padahal kami mengatakan bahwa kemenangan yang dimaksud ialah perjanjian damai di Hudaibiyah".
(ERA)