Tari Sintren: Sejarah, Syarat, dan Makna Gerakannya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2022 10:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tari sintren. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tari sintren. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sintren merupakan kesenian tari tradisional yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Tari sintren masuk kedalam tari tunggal. Jika dilihat dari sisi gerakannya, tari tunggal memiliki keunikan yang khas, yaitu mewakili rasa dan estetik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari sisi ekspresi, tari tunggal lebih memberikan kebebasan penuh kepada penarinya. Tidak hanya sebagai kesenian tradisional, tari sintren ini mengandung unsur magis dalam pementasannya.
Mengutip buku Apresiasi Seni: Seni Tari & Seni Musik, keunikan dari tari Sintren terletak pada gerakannya yang seakan diulang-ulang, tepatnya pada gerak duduk geleng kepala, gerak tangan ukelan, dan gerak malangkerik.
Gerakan berulang ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa yang menari adalah roh dalam tubuh si penari. Agar lebih memahaminya, simak sejarah, syarat, dan makna tari sintren melalui ulasan berikut ini.

Sejarah Tari Sintren

Ilustrasi tari sintren. Foto: Pixabay
Mengutip buku Tanah Keramat Indramayu susunan Kusyoto, sintren berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yakni “si” yang merujuk pada panggilan dan “tren” yang berarti tri atau putri. Jadi, sintren artinya adalah "si putri" yang dalam konteks tarian merujuk pada si penari.
ADVERTISEMENT
Selain itu, nama sintren juga diambil dari kata “sindir” dan “teraten” yang artinya menyindir suatu pihak melalui tari-tarian.
Tari Sintren berkembang di daerah pesisir pulau Jawa. Masyarakat Bojongsari Kelurahan Panjang Wetan Kecamatan Pekalongan Utara, Kabupaten Pekalongan menyebutnya dengan tari Sintren labuh laut.
Kemunculan tari sintren berkaitan dengan sosok Seca Branti, yakni seorang abdi Pangeran Diponegoro yang berhasil melarikan diri ke daerah Indramayu. Saat itu, Seca Branti kerap berkumpul dengan para pemuda untuk membacakan syair-syair perjuangan.
Lambat laun, kegiatan tersebut diketahui oleh pemerintah Belanda hingga akhirnya dilarang. Mereka hanya mengizinkan adanya kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur, dan minuman keras.
Karena itu, para kelompok pemuda bersama Seca Branti menghadirkan wanita untuk menari di tengah-tengah mereka. Keberadaan penari wanita ini hanya untuk mengelabui Belanda. Padahal, kegiatan utamanya adalah tetap membaca syair-syair perjuangan.
ADVERTISEMENT

Persyaratan Tari Sintren

Ilustrasi tari sintren. Foto: Pixabay
Sang penari harus dalam keadaan suci dan bersih, bahkan ia juga harus melakukan puasa sebelum pementasan. Nantinya, si penari akan memainkan gerakan-gerakan tari dalam keadaan kesurupan roh penguasa pantai utara Jawa, Dewi Lanjar Sari.
Karena menjadi kesenian yang sakral, keahlian menari sintren hanya diwariskan melalui garis keturunan. Itu mengapa para penarinya hanya orang-orang terpilih yang memiliki garis keturunan dari seorang sintren pula.

Makna Tari Sintren

Ilustrasi tari sintren. Foto: Pixabay
Mengutip laman Cirebon Kota, dalam prosesnya, ada dua hal yang paling menonjol dari tari sintren, yaitu kurungan ayam atau ranggap dan uang.
Kurungan ayam berbentuk melengkung menggambarkan fase kehidupan manusia. Ada kalanya manusia berada di atas, namun ada pula saat-saat di mana ia ada di bawah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan uang yang dilempar oleh penonton saat penari sedang beraksi dan membuat mereka menjadi jatuh dan lemas bermakna kehidupan manusia tidak harus selalu mendahulukan hal duniawi. Sikap terlalu serakah akan membuat manusia jatuh.
(ANS)