Startup Jepang Ini Ingin Robot Gantikan Astronaut ke Luar Angkasa, Mungkinkah?

Konten dari Pengguna
22 Mei 2020 16:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Unik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Robot humanoid dari Gitai yang dipercaya akan menggantikan pekerjaan astronaut di luar angkasa. Foto: Gitai
zoom-in-whitePerbesar
Robot humanoid dari Gitai yang dipercaya akan menggantikan pekerjaan astronaut di luar angkasa. Foto: Gitai
ADVERTISEMENT
Sebuah perusahaan rintisan atau startup asal Jepang berencana membuat robot yang akan menggantikan astronaut untuk pergi ke luar angkasa. Perubahan dari astronaut manusia ke robot dinilai akan menurunkan biaya perjalanan ke luar angkasa secara drastis.
ADVERTISEMENT
Perusahaan bernama Gitai jadi yang pertama mengusulkan ide ini. CEO Gitai, Sho Nakanose, yakin sebuah robonaut adalah solusi terbaik untuk mengeksplorasi luar angkasa.
“Kita akan melihat sebuah era di mana manusia akan bekerja di luar angkasa, tidak hanya pergi ke luar angkasa. Kami ingin robot buatan kami ini menjadi dasar untuk Blue Origin dan SpaceX,” ujar Nakanose.
Secara teori, kehadiran robonaut dapat menyelesaikan banyak permasalahan perjalanan ke luar angkasa.
Tentu sebuah robot tidak akan membutuhkan udara, pemanas, makanan, dan air. Hal-hal itu menjadi kebutuhan dasar yang harus para astronaut miliki saat ke luar angkasa.
Di Tokyo, Gitai telah memiliki prototipe robonaut lengkap dengan rancangan interior Stasiun Luar Angakasa Internasional (ISS). Sebuah robot diperlihatkan bekerja di tiruan ISS tersebut dalam sebuah video demo dari Gitai.
ADVERTISEMENT
Seorang operator terlihat tengah mengontrol kerja robot tersebut. Biaya pembuatan robonaut diperkirakan sekitar Rp 4,5 – 7,5 milyar.
Biaya ini sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan biaya untuk menghidupi astronaut di luar angkasa. Diperkirakan per tahunnya digelontorkan dana sekitar Rp 6,5 triliun untuk memastikan seorang astronaut tetap hidup di ISS (International Space Station).
Robot humanoid dari perusahaan Gitai. Foto: Gitai
Ide luar biasa dari Nakanose ini berawal dari pengalaman seorang astronaut wanita Jepang, Naoko Yamazaki. Ia adalah seorang astronaut wanita kedua Jepang yang pergi ke luar angkasa dengan Space Shuttle Discovery.
Saat berada di ISS, Yamazaki “hanya” melakukan banyak pekerjaan mudah. Beberapa di antaranya adalah memastikan ISS tidak berdebu dan memberi makan seekor tikus.
“Ada kebutuhan untuk robot yang bisa membantu kita,” ujar wanita berusia 49 tahun ini. “Pada akhirnya, kita harus bisa melakukan tugas-tugas ini dari jauh,” lanjut Yamazaki.
ADVERTISEMENT
Astronaut wanita muslim pertama di dunia, Anousheh Ansari, juga berpendapat sama.
“Teknologi ini akan memajukan kesempatan kita untuk melakukan riset di luar angkasa secara luar biasa,” terang Ansari. Ia berpendapat dengan teknologi yang tepat, “kita dapat memperoleh yang terbaik bagi teknologi robotika, pengetahuan manusia, dan lain sebagainya.”
Astronaut wanita Jepang, Naoko Yamazaki, saat berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Foto: NASA
Meski pada demo yang diberikan Gitai robonaut berbentuk seperti manusia, seorang professor dari University of Tokyo tidak berpendapat serupa.
Masahiko Inami menilai bahwa pada akhirnya robonaut tidak akan berbentuk humanoid. Professor engineering and human augmentation ini beralasan, perancangan robot yang terlalu mirip manusia akan menghabiskan banyak biaya dan sulit ditransportasikan.
“Berfokus terlalu banyak untuk membuat avatar (robot) yang mirip manusia bisa jadi mendorong kita menjauh dari tujuan utama,” ujarnya
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, lembaga antariksa Jepang, JAXA, pernah membuat sebuah robonaut yang berbentuk bulat. Robot tersebut dinamai Int-Ball.
Int-Ball dikirim ke ISS sekitar tiga tahun yang lalu dengan misi pengambilan foto. Misi tersebut berhasil diselesaikan Int-Ball 10 persen lebih efisien secara waktu daripada astronaut manusia.
(EDR)