Konten dari Pengguna

Kisah Pria IQ Rendah yang Mati-matian Dibela PBB dari Hukuman Mati

Berita Viral
Membahas isu-isu yang lagi viral
10 November 2021 16:08 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi bela Nagaenthran Dharmalingam dari hukuman mati. Foto: istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Aksi bela Nagaenthran Dharmalingam dari hukuman mati. Foto: istimewa.
ADVERTISEMENT
Nagaenthran Dharmalingam sedianya akan dihukum gantung di Penjara Changi, Singapura, pada 10 November 2021 ini. Namun hukuman mati itu terpaksa ditunda karena kasus Covid-19 dan isu intelektual atau IQ yang rendah.
ADVERTISEMENT
Nagaenthran dinyatakan positif Covid-19 Selasa (9/11) dan pengadilan Singapura menunda eksekusi matinya sampai waktu yang belum ditentukan.
Pada 2009, Nagaenthran ditangkap saat mencoba menyelundupkan heroin ke Singapura dari Malaysia.
Warga negara Malaysia yang kini berusia 21 tahun itu dijatuhi hukuman mati, meskipun ahli medis mengatakan Nagaenthran memiliki indikasi disabilitas intelektual atau gangguan perkembangan otak karena memiliki IQ 69.
Namun, mengutip BBC, Singapura berdalih Nagaenthran "dengan jelas memahami tindakannya dan bisa membedakan perbuatan yang benar dan salah".
Singapura memiliki salah satu undang-undang narkoba terberat di dunia. Di tingkat lokal hukuman mati tidak begitu kontroversial. Namun, kasus ini memicu keresahan yang jarang terjadi.
Lebih dari 60.000 orang telah menandatangani petisi yang meminta presiden Singapura untuk mengampuni Nagaenthran.
ADVERTISEMENT
Alasannya, hukum hak asasi manusia internasional melarang eksekusi orang yang memiliki gangguan kejiwaan.
Gerakan ini juga mendapatkan dukungan di media sosial. Orang-orang mencurahkan kemarahan dan simpati yang tidak biasa.
Jika Nagaenthran digantung, dia akan menjadi orang yang dieksekusi pertama kali yang dilakukan Singapura sejak 2019.
Nagaenthran menyeberang dari Malaysia ke Singapura pada 2009. Dia ditangkap karena membawa 43 gram heroin yang diikat di paha kirinya.
Di bawah hukum Singapura, siapapun yang tertangkap membawa lebih dari 15 gram heroin akan dikenakan hukuman mati.
Selama persidangan, Nagaenthran awalnya mengatakan dia dipaksa membawa obat-obatan terlarang itu. Namun, kemudian dia mengakui perbuatannya dengan alasan dia membutuhkan uang.
Pengadilan mengatakan pembelaan awalnya "dibuat-buat". Dia akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.
ADVERTISEMENT
Pada 2015, Nagaenthran mengajukan banding agar hukumannya diringankan menjadi penjara seumur hidup karena dia menderita disabilitas intelektual.
Psikiater Dr Ken Ung mengatakan bahwa Nagaenthran menderita disabilitas intelektual ringan, gangguan hiperaktif karena kurang perhatian (ADHD), dan gangguan minum.
Sementara tiga psikiater lain mengatakan kepada pengadilan bahwa Nagaenthran tidak mengalami disabilitas intelektual. Salah satu psikiater menemukan bahwa "kategori kecerdasannya mungkin telah berkontribusi pada keputusannya untuk melakukan pelanggaran".
Pada akhirnya, pengadilan memutuskan Nagaenthran tidak mengalami disabilitas intelektual. Desakan terakhir agar presiden memberikan grasi juga ditolak tahun lalu.
Kelompok hak asasi global seperti Amnesty International dan Human Rights Watch telah mengutuk putusan tersebut. (ace)