13,3 persen Masyarakat di Jatim Alami Gangguan Psikosomatik Akibat Pandemi

Konten Media Partner
14 September 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini nyatanya mempengaruhi kondisi psikologi masyarakat. Di Surabaya sendiri kondisi tersebut meningkat dua kali lipat.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkapkan oleh Dokter Spesialis Kejiwaan dari Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) dr Brihastami Sawitri SpKJ.
Menurutnya, Kebanyakan masyarakat mengeluhkan adanya gangguan psikosomatik seperti cemas, depresi, dan post-traumatic stres disorder (PTSD).
"Meningkatnya kasus gangguan psikosomatik ini dampak dari adanya pandemi COVID-19. Apalagi di tahun 2021, kasus ini masih terus meningkat dan mereka khawatir akan terpapar virus," ucapnya, Selasa (14/9).
Selain itu, banyaknya keluarga dekat yang terpapar COVID-19 hingga berita duka yang hampir setiap hari didapatkan juga berpengaruh pada kondisi psikologis seseorang.
"Semakin banyak orang yang kena, seperti keluarga dekat, tetangga, atau rekan kerja, itu juga berpengaruh dengan psikomatik seseorang," tambahnya.
Ia mengungkapkan, dari beberapa penelitian yang didapatkan dari refrensi situs Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), rata-rata yang mengalami rasa cemas tinggi adalah usia muda, dewasa, hingga lansia.
ADVERTISEMENT
"Antara usia 17-29 tahun untuk yang muda dan dewasa. Kemudian yang paling tinggi usia 60 tahun ke atas. Angka rata-rata untuk cemasnya sekitar 65 persen, depresi 62 persen, dan trauma bisa sampai 70 persen di Indonesia. Sementara di Jatim sekitar 13,3 persen yang mengalami masalah psikologi," ungkapnya.
dr Brihastami menuturkan, gejala PTSD atau rasa trauma bekepanjangan biasanya dialamu oleh seseorang yang mengalami peperangan, pelecehan seksual, bencana alam, dan kecelakaan. Akan tetapi pada saat ini penderita long COVID-19 juga merasakan PTSD.
Pengaruh lainnya, yakni semakin banyak varian virus Corona seperti varian lamda, delta, dan yang baru-baru ini ada varian MU yang membuat masyarakat semakin cemas.
"Itu (long COVID-19) sangat berpengaruh. Kan gejalanya membuat orang semakin cemas, insomnia, otot sakit semua. Itu yang dialami masyarakat saat ini. Apalagi ketika mereka melihat orang-orang yang tidak disiplin prokes, mereka akan stres," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, jika rasa cemas adalah hal wajar bagi setiap manusia ketika menghadapi tantangan atau ancaman. Untuk mengatasinya bisa dengan cara mengambil nafas dan memahami apa yang sedang dialami.
"Harus dibedakan dulu mana yang resposif dengan reaktif. Jadi nggak harus selalu reaktif atau bereaksi setiap menemukan informasi yang belum pasti. Sebaiknya dikritisi dulu informasinya dengan cara mencari sumber berita yang akurat," ucapnya.
Bila gejala cemas itu belum bisa diatasi, bahkan menimbulkan gangguan lain seperti diare, gelisah, panik, takut meninggal, jantung berdebar, dan lainnya, bisa datang ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Nah bisa juga dengan konsultasi lewat daring. Kan platform konsultasi dokter banyak, bila belum bisa teratasi bisa datang konsultas langsung. Di Surabaya pun juga gitu, banyak pasien yang datang dan mengalami psikomatik atau PTSD. Meningkat dua kali lipat sangat signifikan," tutupnya.
ADVERTISEMENT