8 Fotografer Dokumenter Surabaya Pamer Foto di Ruang Virtual

Konten Media Partner
10 November 2020 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
8 fotografer dokumenter Surabaya pamer foto di ruang virtual.
zoom-in-whitePerbesar
8 fotografer dokumenter Surabaya pamer foto di ruang virtual.
ADVERTISEMENT
Setelah sempat merencanakan pameran di museum namun gagal akibat pandemi, sejumlah fotografer dokumenter senior di Surabaya sepakat untuk menggelar pameran secara virtual.'In Between' merupakan ruang bercerita dengan menggunakan bahasa visual yang diambil dari berbagai macam sudut pandang. Ruang ini dibuat oleh 8 fotografer dokumenter yang berdomisili di Surabaya.
ADVERTISEMENT
"Sejak pandemi yang terjadi di awal tahun 2020, laju kehidupan berubah drastis. Pergerakan manusia yang semula sangat cepat dan luas kini menjadi terbatas, tak terkecuali kami. Namun keterbatasan ruang gerak bukan berarti kematian berkarya. Kami harus mengambil kembali ruang yang hilang tersebut dengan menciptakan sebuah ruang virtual," jelas Ketua Pameran 'In Between' Idealita Ismanto, kepada Basra, Selasa (10/11).
Melalui platform digital www.melihatbersama.com, 8 fotografer tersebut menciptakan ruang yang bercerita tentang pengalaman masa lalu, gagasan hari ini, dan harapan masa depan.
Idealita mengungkapkan bahwa perlu waktu untuk memutuskan tetap menyelenggarakan pameran di tengah pandemi.
“Kami sadar bahwa menyelenggarakan pameran secara offline, dan menghadirkan kerumunan bukan bagian dari mendukung usaha pemerintah memutus penyebaran COVID-19, untuk itu kami putuskan menyelenggarakan secara online,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tanggal 10 November dipilih sebagai tanggal pembukaan pameran yang akan berlangsung hingga 10 Desember 2020 itu. Mengenai pemilihan tanggal ini yang dikenal sebagai Hari Pahlawan, bisa dibilang apa yang dilakukan kedelapan fotografer tersebut sebagai bentuk penghormatan bagi para pahlawan yang telah berjuang bagi negara.
Idealita menegaskan, tidak ada tema khusus dalam pameran berjudul ini. Pun demikian dengan judul setiap karya dari masing-masing pameris, tidak ada makna tertentu di balik nama tersebut. Pameris hanya memilih nama tersebut karena dirasa relevan dengan kondisi saat ini yang sedang berada diantara keadaan yang normal dan tidak normal.
Karya dari fotografer Fully Syafi yang menghadirkan cerita tentang sampah plastik yang mengotori lingkungan. 
Salah satu pameris Fully Syafi menghadirkan cerita tentang sampah plastik yang mengotori lingkungan.
"Rangkaian karya saya berjudul 'Into The Waste', saya ingin menggambarkan dampak lingkungan dari perilaku manusia dan industri terhadap penggunaan plastik sekali pakai juga impor sampah plastik oleh industri," ujar Fully.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan bahwa perilaku tersebut secara akumulatif akan memberikan dampak pencemaran bagi tanah, air, dan udara. Manusia dan industri bertanggung jawab terhadap lingkungan akibat buruknya tata kelola sampah plastik.
Pameris lainnya Mamuk Ismuntoro dengan karya yang berjudul 'Manusia di Lini Masa' membuat seri portrait tentang orang-orang biasa yang ia temui di tempat umum.
“Mereka orang-orang biasa juga berhak tampil di media sosial seperti di Instagram. Jadi media sosial bukan melulu soal si pemilik akun,” tukas Mamuk.
Pameris lainnya yang terlibat adalah Aftonun Nuha dengan karya berjudul 'In Pursuit of Happiness', lalu Anton Subandrio dengan karya 'My Planet', Bahana Patria yang mengusung karya berjudul 'Teaterikal Pandemi', Idealita Ismanto dengan 'Faith', Muni Moon dengan karya yang diberi judul 'Mawar Berduri', dan Zulfikar Firdaus dengan 'Minor'.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi kesulitan interaksi yang biasa terjadi di platform online, di halaman website www.melihatbersama.com juga disediakan kolom untuk dialog. Pengunjung yang datang pun bisa meninggalkan catatan berharga berupa komentar, kritik, dan saran.
"Selain sebagai bentuk dukungan bagi gerakan yang kami lakukan, catatan tersebut akan menjadi kenang-kenangan tidak ternilai bagi pengembangan fotografi pameris pada khususnya dan pengembangan fotografi Indonesia pada umumnya," pungkas Idealita.