Anak Penderita Anemia dan Malnutrisi Rentan Terpapar COVID-19

Konten Media Partner
21 September 2020 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) menyebutkan, sekitar 1,62 miliar orang atau 24,8 persen populasi global menderita anemia. Yang mengejutkan, hampir setengahnya diketahui adalah anak-anak lalu disusul oleh ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes, mengatakan anemia memang sangat umum terjadi pada wanita hamil dan anak-anak.
Anemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan darah dalam menghantarkan oksigen.
“Anak penderita stunting yang lahir dari ibu dengan anemia memiliki risiko lebih besar daripada anak stunting yang lahir dari ibu tidak anemia,” ujar Ato, Senin, (21/9).
Ato menjelaskan, anemia disebabkan oleh berkurangnya sel darah merah secara signifikan. Hal itu dikarenakan adanya pendarahan atau hancurnya sel darah merah secara berlebihan. Selain itu, umur sel darah merah yang singkat akibat pembentukan hemoglobin juga memicu anemia.
Pada anak-anak, anemia menyebabkan imunitas menurun sehingga mudah terkena infeksi. “Sel darah merah mempunyai peran untuk memengaruhi kinerja sistem imun dalam melawan bakteri dan virus,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Ato mengungkapkan anak penderita anemia dan malnutrisi memiliki risiko yang sangat rentan terinfeksi COVID-19.
Menurutnya, anemia pada anak menjadi salah satu ciri bahwa anak kekurangan gizi dan dapat berakibat buruk pada perkembangan anak.
“Anak yang mengalami stunting dan memiliki BMI (Body Mass Index) rendah berisiko tinggi terkena Anemia,” kata Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu.
Selain itu, anemia juga memengaruhi tumbuh kembang anak, memicu berat badan yang tak kunjung naik dan menurunnya nafsu makan.
Selanjutnya, anemia juga menurunkan kemampuan belajar dan menyebabkan gangguan perkembangan kognitif pada anak.
Untuk mencegah hal itu, Ato mengimbau para orang tua agar memberikan makanan bernutrisi dan gizi seimbang kepada sang buah hati.
ADVERTISEMENT
"Bila si kecil masih menyusui, usahakan untuk tidak memberikan susu sapi sebelum dia berusia 1 tahun. Bila si kecil sudah siap untuk mengonsumsi makanan padat (MPASI), orang tua bisa memberikan asupan zat besi tambahan dari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging, ikan, bayam, brokoli, kentang, dan tahu tempe," pungkasnya.