Bahaya! 22,4 Persen Ibu Mengalami Depresi Pasca Persalinan

Konten Media Partner
27 Januari 2020 14:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gambar oleh Jose Antonio Alba dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Jose Antonio Alba dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Setiap perempuan akan mengalami transformasi perjalanan ketika menjadi seorang ibu. Bentuk-bentuk perubahan yang perempuan alami dalam perjalanan tersebut seringkali tidak ada di buku panduan.
ADVERTISEMENT
Padahal penting bagi ibu dan lingkungannya untuk memahami transisi yang terjadi sebagai bentuk pembelajaran dan pemahaman.
Sayangnya saat ini kesehatan mental ibu belum menjadi prioritas. Berdasarkan data dari WHO antara 10-50 persen ibu di negara berkembang yang menjalani masa kehamilan hingga satu tahun pasca persalinan, ternyata mengalami depresi.
Pameran, pemutaran film, dan diskusi bertajuk 'Perjalanan Perempuan Menjadi Ibu'.
Di Indonesia, sebanyak 22,4 persen ibu mengalami depresi pasca melahirkan. Untuk itu, Rahim & Janin bersama Halo Jiwa Indonesia mengadakan pameran, pemutaran film, dan diskusi bertajuk 'Perjalanan Perempuan Menjadi Ibu'.
Ade Putri Verlita Maharani selaku founder Rahim & Janin mengatakan, jika kesehatan mental pada ibu sangat penting untuk diperhatikan.
"Jika kesehatan mental ibu terganggu, secara enggak langsung perkembangan anak juga akan terganggu. Apalagi di usia golden age anak (0-5 tahun), jika seorang ibu tidak bisa menemani anak secara maksimal hal itu juga bisa berpengaruh untuk anak. Karena anak adalah masa depan bangsa," jelas perempuan yang akrab disapa Verlita ini ketika ditemui Basra pada Minggu (26/1).
Untuk mengatasi depresi tersebut, seorang ibu harus berani bicara dan mempunyai kemauan untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, penekanan sosial pada perempuan biasanya terjadi pada support system di lingkungan sekitarnya. Seperti suami, orang tua, dan mertua.
"Biasaya kan ada perbedaan value yang mereka percayai itu bertabrakan. Tapi ketika komunikasinya bisa jalan dan mau mendengar satu sama lain, itu akan membuat ibu lebih mudah menjalani hari-harinya," jelas Verlita.
Selain komunikasi, hal lain yang perlu diperhatikan seorang perempuan adalah kemauan untuk belajar. Karena menurutnya, tidak ada sekolah formal untuk menjadi seorang ibu.
"Sekarang kan banyak platform parenting, dan lain-lain. Nah ketika perempuan mau belajar dan partner (suami) juga mau belajar itu lebih mempermudah dalam membuka informasi dan bisa saling mengerti satu sama lain," ucapnya.
Foto-foto : Amanah Nur Asiah/Basra
Sementara itu, Puji Rahayu selaku Founder Halo Jiwa Indonesia menambahkan, jika lingkungan tidak mendukung dan para perempuan atau calon ibu ini juga menemukan solusi akan masalahnya, mereka bisa pergi ke psikolog untuk konsultasi.
ADVERTISEMENT
"Kalau bisa si ibu ini ajak suaminya juga. Supaya komunikasinya bisa jalan, dan masalah yang dihadapi juga bisa segera terselesaikan," tutur Puji.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan para perempuan terutama calon ibu mulai sadar akan kesehatan mentalnya.
"Jadi para perempuan ini bisa lebih yakin dan terbuka ketika sedang sharing atau bercerita tentang perjalanan hidupnya. Sehungga dunia ramah ibu bisa kita upayakan bersama," pungkasnya.