Brain Fog dan Fibrosis Jadi Gejala Long COVID-19, Apa Itu?

Konten Media Partner
27 Agustus 2021 13:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Long COVID-19 atau gejala sisa dari infeksi virus Corona telah menjadi momok yang harus diwaspadai oleh para penyintas COVID-19.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, semua penyintas COVID-19 baik tanpa gejala, bergejala ringan, hingga berat memiliki risiko long COVID-19.
dr Wiwin Is Effendi mengatakan, long COVID-19 merupakan gejala yang tersisa setelah seseorang dinyatakan sembuh dari COVID-19.
"Setelah dinyatakan sembuh atau selesai isoman (isolasi mandiri) itu mulai muncul. Nah kalau masih ada gejala sisa dari itu (COVID), ya itu masuk long COVID-19," kata dr Wiwin pada Basra, Jumat (27/8).
Dokter spesialis paru ini mengungkapkan, jika ada sekitar 200 lebih gejala long COVID-19 yang teridentifikasi, baik dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Gejalanya macam-macam, mulai dari kelelahan, sesak nafas, sampai rambut rontok. Meskipun ini (rambut rontok) jarang terjadi. Nah gejala yang paling banyak dialami itu fatigue (kelelahan), sesak nafas, dan batuk," ujar dr Wiwin.
ADVERTISEMENT
Selain itu, gejala lain yang dapat dialami penyintas COVID-19 ini adalah anosmia, brain fog, kesulitan bicara, cemas, hingga depresi.
"Brain fog ini merupakan kondisi di mana seseorang merasa sulit untuk berkonsentrasi dan tidak bisa fokus ketika memikirkan suatu hal," ungkapnya.
Terkait keparahan gejala dari long COVID-19, anggota satgas COVID-19 RS Unair ini menjelaskan, jika hak tersebut dipegaruhi oleh komorbid yang dimiliki pasien.
"Yang paling berat muncul fibrosis atau paru-parunya lebih kaku, sehingga menyebabkan nafas tidak bisa normal. Pada beberapa pasien yang mengalami long COVID-19 ditemukan itu. Untuk berapa lama long COVID-19 ini bisa bertahan 3 minggu sampai 6 bulan, atau bahkan lebih dari 6 bulan," jelasnya.
Terkait pengobatan bagi para penyintas yang mengalami long COVID-19, dr Wiwin mengungkapkan, jika tidak ada pengobatan secara khusus.
ADVERTISEMENT
"Karena sampai saat ini belum ada pengobatan khusus untuk long COVID-19. Kebanyakan pengobatan yang dilakukan tergantung dari gejala yang muncul," ungkapnya.
Tak lupa, ia juga berpesan bagi para penyintas COVID-19 untuk memperbaiki pola hidup bersih dan sehat.
"Seperti mengkonsumsi makanan bergizi, melakukan aktivitas fisik yang ringan, jalan-jalan, berjemur itu juga kan baik untuk menambah vitamin D pada tubuh," tutupnya.