Cegah Kekerasan dalam Pacaran, UK Petra Bikin Aksi Anti Budak Cinta

Konten Media Partner
22 Mei 2019 10:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Photo by June Intharoek from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Photo by June Intharoek from Pexels
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam pacaran (KDP) di Indonesia makin banyak jumlahnya. Menurut data Komnas Perempuan pada tahun 2018, ada 2.073 kasus KDP yang terjadi dan hanya 1.750 kasus yang dilaporkan ke aparat pemerintah. Saat itu Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan mengatakan, relasi pacaran tidak terlindungi oleh hukum. Apabila terjadi kasus kekerasan maka korban paling rentan mengalami ketidakadilan.
ADVERTISEMENT
Salah satu peristiwa KDP yang berakhir duka terjadi di Bali. Ni Made Serli Mahardika (20) mahasiswi dari sebuah universitas di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, ditemukan tak bernyawa pada Kamis 11 April 2019, sekitar pukul 13.00 Wita
Hasil penyelidikan polisi menyebut, Serli dibunuh kekasihnya sendiri berinisial KIJ alias Kodok di kamar kosnya yang beralamat di Jalan Wijaya Kusuma l, Kabupaten Buleleng, Bali. Penyebabnya sepele, karena tersangka cemburu tanpa sebab yang tidak dapat dibuktikan.
Gambar oleh Pexels dari Pixabay
Merasa peduli dengan isu seputar toxic relationship yang kerap dialami perempuan, mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya menyerukan gerakan kampanye Stop Dating Violence 'Anti Bucin'.
Kampanye ini memberikan edukasi tentang jenis perlakuan yang masuk dalam kategori kekerasan dalam pacaran seperti adanya kecemburuan, keegoisan, ketidakjujuran, sikap merendahkan, memberi komentar negatif, dan mengkritik sehingga membuat rasa tidak nyaman di salah satu pihak.
ADVERTISEMENT
Ester Handriani salah anggota kelompok mengatakan, kebanyakan kekerasan semacam ini tidak dapat disadari oleh sebagian pasangan. Karena menurutnya, orang-orang tersebut dibutakan rasa sayang pada pujaan hati.
"Kita melihat di lingkungan universitas itu masih banyak teman-teman kita atau pasangan kita untuk jadi budak cinta (bucin). Kekerasan itu tidak disadari, karena sebagian pasangan tersebut sangat sayang kepada pasangannya. Tapi rasa sayangnya itu berlebihan sehingga sampai menjadi sebuah kekerasan dan banyak mahasiswa itu enggak sadar dengan hal itu," ucap Ester saat ditemui Basra (21/5).
Kampanye Anti Budak Cinta di UK Petra Surabaya. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
Ester pun mencontohkan jika posesif itu merupakan sebuah tanda dari kekerasan. Bahkan mahasiwa semester 6 jurusan Ilmu Komunikasi ini membeberkan, setidaknya ada 10 tanda indikasi pasangan yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan.
ADVERTISEMENT
"Pertama mengikat di awal, suka menyalahkan hubungan, selalu membuat merasa bersalah, cemburu yang berlebihan, hipersensitif, mengontrol kehidupanmu, ekspetasi yang tidak realistis, jahat terhadap hewan, mengisolir kamu dari anak-anak terakhir mengancam akan melakukan kekerasan," jelasnya.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pedindungan Anak (KemanPPA) pada tahun 2017 dari 10.847 pelaku kekerasan, sekitar 2.090 pelakunya merupakan pasangan dari korban. Melalui data statistik tersebut, angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya dapat ditanggulangi Iebih dini dengan melihat sikap dan perilaku pasangan selama berpacaran.
Oleh karena itu, tanda-tanda ia jelaskan tersebut nantinya akan merujuk dan berdampak ke jenjang pernikahan ke depan. Melihat fenomena ini, kelompoknya ingin pengunjung atau pasangan yang datang ke boothnya tersadarkan dengan apa yang dilakukan terhadap kekasihnya.
ADVERTISEMENT
“Maka dari itu kami menyerukan, jangan sampai kamu menjadi korban kekerasan dalam cinta yang menyiksa," pungkasnya. (Reporter : Amanah Nur Asiah / Editor : Windy Goestiana)