Cegah Mispersepsi, Ortu Coba Dengar Pendapat Anak Tentang Aksi 22 Mei

Konten Media Partner
23 Mei 2019 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cegah Mispersepsi, Ortu Coba Dengar Pendapat Anak Tentang Aksi 22 Mei
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Amelia Putri dan Reisa Salsabila, siswa kelas 5 SDN Klahkarejo 1 Surabaya mungkin bukan satu-satunya anak yang belum paham dengan aksi kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada Rabu 22 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Saat Basra menanyakan apa Amel mengerti maksud dari tujuan demonstrasi itu, Amel mengaku tidak tahu persis. ''Saya tidak tau soal itu. Tapi kemarin Rabu (22/5), sekolah diliburkan katanya ada penguman hasil Pilpres,'' kata Amel.
Senada dengan Amel, Reisa juga mengaku tidak tahu tentang aksi people power yang melukai ratusan orang itu. ''Saya tidak tau tentang peristiwa itu,'' ucap anak yang akrab disapa Sesa ini.
Menurut Purwadi, guru kelas 6 SDN Klahkarejo 1 Surabaya, pihak sekolah selalu mengingatkan tugas utama anak adalah belajar. Purwadi juga meminta agar anak selalu menjaga keselamatan dan nama baik diri sendiri. ''Karena kalau mereka terlibat aksi demonstrasi yang berujung rusuh, maka yang terkena imbas semua pihak. Termasuk keluarga dan sekolah,'' kata Purwadi.
ADVERTISEMENT
Foto : Masruroh/Basra
Sementara itu dari sisi psikologis, agar anak tak merasa trauma melihat tayangan saling serang di televisi, Anna Surti Ariana, psikolog anak, mengimbau orang tua untuk mengajak anak berdialog.
Misalnya, meminta sesuatu dengan marah-marah bagaimana menurut anak? Atau bagaimana pendapat anak bila melihat orang yang suka marah-marah.
''Jadi dia bisa memilah mana sikap yang baik dan tidak baik. Mana yang boleh ditiru dan tidak boleh ditiru. Ibu juga bisa mengatakan pada anak untuk menyampaikan sesuatu tak perlu dengan agresif dan marah-marah. Termasuk melempar sesuatu kepada orang lain karena itu juga bukan hal yang baik,'' jelas Nina.
Mengutip kata Kak Seto Mulyadi, pemerhati anak, anak adalah peniru ulung dari tindakan orang dewasa. Baik dan buruk tindakan anak adalah hasil pendengaran dan penglihatan mereka dari orang di sekitar. Kalau kita ingin menyelamatkan generasi, mulailah dari aksi teduh seperti saling memaafkan dan memperbaiki kesalahan. (Reporter : Amanah Nur Asiah dan Masruroh / Editor : Windy Goestiana)
ADVERTISEMENT