Cerita Meimura, Seniman Ludruk Surabaya Pentas Blusukan ke Pasar Demi Masker

Konten Media Partner
21 Agustus 2020 6:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi Meimura saat keliling pasar tradisional. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Meimura saat keliling pasar tradisional. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Aksi blusukan sekaligus bagi-bagi masker di pasar tradisional aktif dilakukan seniman ludruk asal Surabaya, Meimura. Seniman ini sudah 11 kali blusukan di sejumlah titik pasar tradisional di Surabaya.
ADVERTISEMENT
“Saya pertama kali blusukan ke pasar awal Juni. Awalnya, saya masih pakai APD (alat pelindung diri) ketika masuk ke pasar-pasar,” ujarnya kepada Basra, (20/8).
Namun tak disangka, aksinya itu justru malah membuat suasana pasar ‘geger’.
“Orang-orang di pasar malah terlihat syok. Karena dalam pikiran mereka APD itu konotasinya makam,” imbu pria asal Petemon, Surabaya.
Karena kejadian tersebut, lanjut Meimura, pada aksi berikutnya saat blusukan ke pasar, ia memilih melakukan pentas monolog ludruk. Agar pesan pentingnya memakai masker dalam setiap kegiatan di luar rumah itu bisa diterima masyarakat.
Biasanya selama sejam, Meimura beraksi di pasar untuk mengingatkan pedagang memakai masker. Dengan memakai masker, face shield, dan membawa pengeras suara Meimura berkeliling pasar mengingatkan warga untuk pakai masker. Tak lupa Meimura juga berdandan layaknya mentas ludruk di panggung.
ADVERTISEMENT
Seperti saat blusukan di Pasar Karang Menjangan pada Selasa (18/8) lalu, Meimura mementaskan monolog Besut dan Rusmini.
“Besut-Rusmini itu cikal bakal kesenian ludruk. Dalam besutan biasanya dimainkan empat orang, yaitu Besut, Rusmini, Sumo Gambar, dan Man Jamino. Cerita apapun empat orang tersebut yang mainkan dengan karakter sama. Nah, saya monolog memainkan dua karakter, Besut yang tegas, kritis, tetapi juga bisa mbanyol (melucu). Kemudian karakter Rusmini yang penyayang, kritis juga bisa mbanyol,” jelasnya.

Meimura menambahkan, Besut-Rusmini adalah simbol semesta. Ada laki-laki, perempuan. Ada pagi, siang, sore, dan malam, berpasangan.
Dalam konteks sosial, kedua karakter tersebut juga simbol rakyat jelata yang memiliki kecintaan luar biasa terhadap bangsa dan negaranya.
Meimura mengaku memilih pasar tradisional untuk sosialisasi protokol kesehatan karena banyak pedagang berusia lanjut di pasar yang rentan tertular COVID-19.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pasar juga tempat berkumpul banyak orang. Meimura tergerak untuk rutin sosialisasi protokol kesehatan di pasar mengingat entah kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.
Meimura juga bersyukur dalam setiap aksinya blusukan itu, ia mendapat dukungan dari banyak pihak. Saat blusukan ke Pasar Putat Jaya misalnya, ia mendapat bantuan masker dari Satpol PP.
Meimura bertekad akan selalu bergerak, menyebar semangat positif dalam memakai masker pada kelompok masyarakat yang beraktivitas di pasar tradisional.
“Minimal seminggu sekali saya keliling pasar. Target saya bisa menjangkau 76 pasar di seluruh Surabaya,” simpul penerima penghargaan dari gubernur Jatim kategori pelestari tradisi dan kreator seni teater pada 2017 ini.