DP5A Surabaya, Tempat Curhat Anak-Anak Korban Kejahatan Seksual

Konten Media Partner
6 Maret 2019 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chandra Oratmangun, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya. Foto : Fahmi Aziz
zoom-in-whitePerbesar
Chandra Oratmangun, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya. Foto : Fahmi Aziz
ADVERTISEMENT
Tak satu pun anak di dunia ini berharap dirinya menjadi korban pelecehan seksual. Tapi kejadian malang semacam ini dapat menimpa anak siapa saja. Bagaimana cara membantu anak melanjutkan kehidupan dengan trauma yang membekas?
ADVERTISEMENT
Inilah tantangan yang dihadapi tim Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya.
Setiap ada laporan anak yang menjadi korban kejahatan seksual, para psikolog dari DP5A akan beraksi.
''Dari sana kami tidak hanya mendampingi anak yang menjadi korban, melainkan juga mendampingi orang tuanya. Sehingga sang orang tua pun bisa menjadi pendamping yang baik bagi anaknya yang tengah bermasalah ini,'' kata Chandra Oratmangun, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya.
Dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak, fase tersulit menurut Chandra adalah saat pertama kali mendatangi korban dan keluarganya.
''Anak dan keluarga cenderung menutup diri. Maka langkah pertama yang dilakukan oleh psikolog kami yakni dengan meyakinkan sang anak bahwa kami adalah teman dan tempat curhat masalah mereka,'' jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lamanya pendampingan bisa berbeda tiap kasusnya. Ada yang mencapai tiga bulan, bahkan lebih. Setelah mental korban dinilai stabil, barulah pendampingan selesai.
''Tapi, kami akan terus lakukan pengecekan secara berjangka. Mungkin tiap minggu atau bulan. Caranya dengan mendatangi rumahnya (home visit) atau dengan menelepon anak atau orang tuanya. Sehingga kami tidak lepas tangan begitu saja. Sebab, namanya trauma bisa sewaktu-waktu muncul dan ini tidak bisa diukur,'' jelasnya.
Bila dilihat dari korban, ada beberapa kasus pelecehan yang menimpa anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam hal penanganan pun berbeda, termasuk psikolog yang mendampingi juga berbeda.
Chandra menegaskan, pendampingan ink gratis dan tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis. ''Pemkot sudah menganggarkan untuk masalah ini. Jadi bagi siapaun masyarakat Surabaya yang membutuhkan, kami akan selalu terbuka,'' pungkas dia. (Reporter : Fahmi Aziz / Editor : Windy Goestiana)
ADVERTISEMENT