Film 'Joker': Korban Perundungan yang Tak Tuntas Ditangani

Konten Media Partner
7 Oktober 2019 9:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joaquin Phoenix sebagai Joker. Foto: YouTube.com/Warner Bros. Pictures
zoom-in-whitePerbesar
Joaquin Phoenix sebagai Joker. Foto: YouTube.com/Warner Bros. Pictures
ADVERTISEMENT
Internet Movie Database (IMDB) memberikan rating 9 dari 10 untuk film Joker yang sedang tayang saat ini. Kualitas akting Joaquin Phoenix sebagai Joker pun banyak menuai pujian. Joaquin dinilai akurat mengekspresikan perasaan Joker atau Arthur Fleck yang jatuh bangun menghadapi penghinaan dan penganiayaan.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari suasana film yang muram dan beberapa kali menampilkan adegan kekerasan brutal, ada pesan penting tentang perundungan atau bullying di film ini.
"Harga diri itu dasar kenyamanan seseorang. Kalau orang merasa dirinya berharga, dia akan senang, nyaman, hidupnya tenang, dia siap berbagi semua orang. Kalau rasa berharga itu enggak ada, dia jadi ragu-ragu sama dirinya sendiri, dan dia mulai percaya kalau dia sejelek opini orang terhadap dirinya," kata Astrid Wiratna, psikolog klinis pada Basra melalui sambungan telepon, Senin (7/10).
Ilustrasi bullying. Pixabay
Astrid menyebut, harga diri yang terlanjur dilukai dan rasa kecewa yang tidak diakui, membuat nalar dan pemikiran rasional jadi tertutup. Hanya dendam, sakit hati, sumpek, dan perasaan gelisah yang tidak bisa disalurkan kemana-mana.
ADVERTISEMENT
"Parahnya, kalau luka batin ini sangat besar maka cara apapun tak akan bisa memuaskan emosinya. Apalagi kalau dia lihat respons orang di sekitar enggak suka dengan caranya, makin bertambah sakit hatinya. Ini yang membuat perilakunya lebih tidak terkontrol," kata Astrid.
Sebetulnya dalam film berdurasi 122 menit itu juga diperlihatkan adegan dimana Arthur rutin mendatangi terapis untuk konsultasi masalah kejiwaannya. Tapi sayang, sesi tersebut tak pernah benar-benar menyembuhkan luka batin Arthur. Terapis tersebut tak pernah pernah benar-benar hadir untuk Arthur.
"Kita punya kecenderungan untuk menasihati tapi tidak pernah benar-benar menyimak apa yang mereka sampaikan. Padahal yang mereka butuhkan itu didengar, diperhatikan. Kita bisa tanya sebenarnya problem kamu apa sih. 'Oiya iya kamu sakit digituin enggak kebayang kalau itu aku alami.' Tidak semua orang butuh nasihat, tapi mereka butuh didengarkan," kata Astrid.
ADVERTISEMENT
Untuk itu Astrid menyarankan orang tua yang melihat perubahan perilaku pada anak-anak yang membuat mereka murung dan mogok sekolah, segera cek apakah mereka jadi korban bully.
Bila anak mengejek temannya, maka orang tua harus bersikap tegas untuk memperbaiki sikap anak. "Pendidikan itu kunci. Jangan ragu untuk bilang itu enggak boleh. Kasih tahu anak, memang kamu mau diejek begitu. Kalau orang tua atau guru membiarkan, maka anak merasa sikapnya oke-oke saja. Dianggap lumrah, padahal itu bibit kekerasan," saran Astrid.
Pelaku perundungan juga perlu tahu kalau selalu ada sanksi hukum dan sanksi sosial bila mereka menyakiti dan tidak menghormati orang lain termasuk anak-anak.
(Reporter: Windy Goestiana)