Jangan Terkecoh Harga Janda Bolong, Pakar Ingatkan Fenomena Bubble Economy

Konten Media Partner
12 Oktober 2020 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman Monstera atau Janda Bolong. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman Monstera atau Janda Bolong. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Pakar manajemen sekaligus KPS Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Surabaya Dr. Gancar C. Premananto, mengingatkan masyarakat akan fenomena gelembung ekonomi atau bubble economy di tengah melambungnya harga tanaman hias Monstera atau yang lebih dikenal dengan nama Janda Bolong.
ADVERTISEMENT
"Bubble economy merupakan aktivitas bisnis yang melambungkan harga suatu produk jauh melampaui nilai intrinsik atau nilai sebenarnya. Seperti halnya gelembung sabun yang tampak indah, namun ketika meletus kita tidak mendapat apapun," jelasnya kepada Basra, Senin (12/10).
Fenomena bubble economy di Indonesia pernah terjadi ketika sedang tren tanaman anthurium atau gelombang cinta, hingga batu akik.
Tanaman Janda Bolong sendiri di Surabaya kini harganya bisa mencapai Rp 15 juta per helai daunnya untuk jenis Obliqua.
Pandemi COVID-19, lanjut Gancar, turut menjadikan masyarakat menaruh perhatian pada industri tanaman hias yang sedang lesu. Adanya pembatasan aktivitas di luar rumah mengharuskan masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah. Menanam tanaman hias pun menjadi pilihan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Belajar dari fenomena bubble economy yang pernah ada di Indonesia, Gancar menilai jika tren tanaman hias seperti halnya Janda Bolong tak akan bertahan lama.
"Dalam bahasa akademik apa yang terjadi hanyalah 'fad' atau 'demam'. Dan yang namanya demam, umumnya tidak berlaku lama. Berapa lamanya tergantung dari banyak faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi makro. Di saat pandemik seperti saat ini, yang membawa pada perlambatan ekonomi, maka demam yang terjadi biasanya tidak terlalu lama. Faktor lain adalah relevansi kemanfaatan produk yang ditawarkan dengan kondisi terkini," jelasnya.
Tanaman seperti Janda Bolong, kata dia, mungkin relevansinya minim dikaitkan dengan pandemik. Maka konsumsinya akan tidak terlalu tinggi.
Agar masyarakat tidak terjebak pada bubble economy yang nantinya dapat berujung pada kerugian material, Gancar memberikan beberapa tips.
ADVERTISEMENT
"Carilah informasi harga intrinsik suatu produk (Janda Bolong) sebelumnya seperti apa. Dan pahami alasan mengapa harganya menjadi tinggi? apakah memang sangat langka? Kemudian bagaimana perawatan dari Janda Bolong itu sendiri, sulit ataukah tidak," paparnya.
Gancar juga menuturkan, mengoleksi tanaman hias perlu dilakukan dengan bijak. Koleksi biasanya untuk dinikmati sendiri, namun bisa juga untuk mendapat keuntungan di masa mendatang.
"Secara umum, ciptaan Allah seringkali memiliki keunikan dan kelangkaan. Maka akan lebih baik mengoleksinya ditujukan sebagai bentuk mencintai karya ciptaNYA," pungkasnya.