Kala Remaja Tunarungu Wicara Berlatih Jadi Barista

Konten Media Partner
17 Februari 2020 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Remaja berkebutuhan khusus menjalani latihan dasar menjadi barista di Kroesel House of Coffee Surabaya. Foto : Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Remaja berkebutuhan khusus menjalani latihan dasar menjadi barista di Kroesel House of Coffee Surabaya. Foto : Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Apa jadinya bila anak-anak penyandang tunarungu wicara dilatih untuk menjadi barista? Ternyata salah satu peserta berceletuk 'pahit'.
ADVERTISEMENT
Astri Mandasari, peserta pelatihan dasar menjadi barista di Kroesel House of Coffee Surabaya, mengaku terkejut dengan rasa kopi robusta yang dicecapnya.
"Pahit!" seru Astri Mandasari saat mencoba kopi dalam mangkok kecil di hadapannya. Astri merupakan penyandang tuna rungu wicara asal Jember, Jawa Timur.
Astri tidak sendiri, dia bersama tiga anak berkebutuhan khusus lain binaan UPT Rehabilitas Sosial Bina Rungu Wicara, Pasuruan, Jawa Timur, mengikuti pelatihan dasar menjadi barista.
"Kami memiliki 40 anak binaan, tapi yang mengikuti pelatihan hari ini hanya 4 anak. Mereka memiliki minat terhadap boga, salah satunya meracik kopi," ujar Sugiyono, Kepala UPT Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara Pasuruan, kepada Basra, disela pelatihan, Senin (17/2).
Dengan adanya pelatihan ini, kata Sugiyono, diharapkan nantinya keempat anak tersebut dapat menularkan ilmu kepada teman-temannya.
ADVERTISEMENT
Dirganto, pemilik Kroesel House of Coffee, mengungkapkan kalau pelatihan yang melibatkan anak-anak berkebutuhan khusus merupakan yang pertama kali digelarnya.
"Kita memang sering menggelar pelatihan, tapi baru kali ini untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Semoga pelatihan ini bermanfaat buat mereka," tukasnya.
Selain mencecap jenis kopi, keempat anak tuna rungu wicara itu juga diajari mengenal aroma kopi, sekaligus bagaimana menyeduh kopi secara manual maupun memakai mesin espresso. Semua materi disampaikan dengan menggunakan penerjemah bahasa isyarat.
Sebagai penyandang tunarungu wicara, indera pengecap dan penghirup mereka tidak begitu baik. Karena itu mereka sudah menjalani terapi wicara khusus agar indera pengecapnya berfungsi normal.