Kisah Isna, 35 Tahun Mengajar Anak-anak Berkebutuhan Khusus

Konten Media Partner
25 November 2020 15:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Isnawati Koestija mengabdikan dirinya selama 35 tahun mengajar anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Foto: Masruroh/Basra.
zoom-in-whitePerbesar
Isnawati Koestija mengabdikan dirinya selama 35 tahun mengajar anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Foto: Masruroh/Basra.
ADVERTISEMENT
35 tahun bukan waktu yang singkat bagi Isnawati Koestija (60) mengabdikan diri sebagai guru anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Selama puluhan tahun pengabdiannya, tak jarang terselip keinginan untuk mengundurkan diri, namun canda tawa dari anak didiknya menjadi motivasi bagi Isna untuk tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
Beragam ABK pernah menjadi anak didiknya, mulai dari anak celebral palsy, semi autis, hingga down syndrown. Isna yang juga penyandang disabilitas memahami apa yang diinginkan anak didiknya.
"Anak-anak ini kan sangat butuh perhatian, butuh pengakuan. Mereka juga ingin diperlakukan sama dengan anak-anak normal lainnya. Hanya saja tidak sedikit masyarakat yang masih memandang sebelah mata ABK," ujarnya kepada Basra, Rabu (25/11).
Telaten dan ekstra sabar menjadi kunci bagi Isna ketika mengajar ABK. Beragam tingkah anak didiknya tak jarang membuat Isna nelangsa. Diacuhkan, menjadi hal yang paling sering dirasakan Isna ketika mengajar ABK.
"Saya sampai bilang ke diri sendiri, sakjane aku iku nyambut gawe opo seh? Ngomong dhewe, bengok-bengok dhewe, gak ono arek-arek sing ngreken (Sebenarnya aku ini kerja apa sih? Ngomong sendiri, teriak-teriak sendiri. Tidak ada anak-anak yang memperhatikan," jelasnya seraya terkekeh.
Interaksi Isna dengan salah seorang anak didiknya.
Jika sudah tidak mendapatkan respon, Isna mempunyai trik tersendiri. Isna akan menampilkan permainan atau nyanyian yang dapat menarik perhatian anak didiknya. Jika perhatian sudah terpusat kepadanya, Isna baru menyampaikan materi pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Hampir setiap hari, dari pagi hingga sore hari berinteraksi dengan ABK, sedikit banyak memberikan pemahaman pada Isna tentang karakter anak didiknya. Dengan mengetahui karakter mereka, Isna dapat menentukan sikap ketika mengajar.
Isna selalu memperlakukan anak didiknya layaknya anak kandung. Usapan dan elusan lembut kerap diberikan Isna tatkala anak didiknya merajuk ataupun marah.
"Misalnya sama si A saya harus bersikap lembut karena anaknya gak kenekan (tidak bisaan). Tapi adakalanya saya juga bersikap agak keras ketika mengajar, timingnya harus pas. Kalau mereka merajuk atau marah-marah, saya selalu elus punggungnya," paparnya.
Kini Isna baru saja memasuki masa pensiun sebagai guru di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Surabaya. Rasa rindu kerap melanda Isna akan canda tawa anak didiknya.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya atau mereka kangen, kita saling video call. Mereka sampai nangis kalau saya video call, ingin ketemu katanya," tukas Isna.
Meski telah pensiun sebagai guru ABK, namun Isna tetap mengabdikan dirinya dalam berbagai organisasi di Surabaya yang fokus menangani ABK. Isna ingin selama masih diberikan kesempatan bernafas, tetap ada untuk ABK.
"Mereka butuh perhatian dan kasih sayang, bukan untuk disembunyikan kehadirannya. Malah kalau diberikan kesempatan, mereka juga bisa berprestasi lho," tegasnya.
Di momen peringatan Hari Guru ini, Isna berpesan kepada tenaga pendidik ABK agar tak patah semangat dalam menjalankan tugasnya. Jika suatu pekerjaan dilakukan dengan sungguh-sungguh, rasa cinta akan datang dengan sendirinya.
"Jangan jadikan pekerjaan itu sebagai beban, tapi tantangan. Tantangan untuk kita memberikan yang terbaik," simpulnya.
ADVERTISEMENT