

"Jadi saat itu kami tanam sawi di bulan Februari 2008, bulan Maret sudah panen. Kami enggak tahu kalau masa tanam sawi itu cuma sekitar 20 hari. Jadi kami kaget tiba-tiba ditelepon panen 1,5 ton sawi. Kami jujur kebingungan mau dijual ke siapa, kalau pasar ke pasar mana. Tahun itu kan enggak seperti sekarang bisa promo lewat WhatsApp. Jadi kami pakai buku Yellow Pages dan mulai telepon orang satu per satu nawarin sayuran kami. Tapi cara itu juga enggak berhasil karena orang kan belum percaya. Akhirnya kami dapat kenalan untuk jual sayur sawi sebanyak itu ke Pasar Keputran Surabaya. Karena itu pasar induk saya pikir bakal cepat laku. Tapi ternyata masalah belum selesai. Jual sayur di pasar induk persis kayak pasar saham. Harga berubah terus, mau dilepas atau enggak harga segini. Kami sempat nawarin ke hotel, restoran, juga enggak laku. Bener-bener kaki jadi kepala, kepala jadi kaki. Kami rugi. Tapi dari situ kami jadi belajar tentang manajemen pasar," kata Maya.

Jadi Supplier Sayur Organik di 7 Supermarket Besar di Surabaya
Stigma Petani adalah Profesi Orang Gagal
'Second Zero Start'
Kebun Diracun, Modal Puluhan Juta Hanya Sisa Rp 1 Juta
"Jadi setelah kami pelajari, tanah di kebun itu diracun. Saya ibarat menjalankan 'tanah terkutuk' karena semua yang kami tanam tidak ada yang bisa tumbuh. Modal puluhan juta yang kami kumpulkan di kerja sama itu mulai habis untuk beli obat, pupuk, benih, dan nutrisi. Tapi kami bertahan. Pelan-pelan kami memperbaiki kualitas tanahnya. Begitu tanah mulai sehat, tanaman tumbuh dan hampir panen, kami diputus sepihak oleh crazy rich tadi. Kami ingat kami enggak punya uang lagi karena semua dipakai untuk memperbaiki kebun. Uang kami hanya sisa Rp 1 juta untuk hidup berdua," kenang Maya.
Pantang Pulang Sebelum Jadi Pemenang

Sukses karena Tidak Mengikuti Hukum 'Supply and Demand'
"Saya pernah diketawain saat saya bilang kita terlalu terpaku pada hukum ekonomi "supply and demand". Menurut saya hukum itu tidak berlaku untuk bidang pertanian. Konsumen maunya sayur tertentu harus ada terus sepanjang tahun. Sedangkan petani ini tantangannya di musim. Saat musim hujan, petani enggak bisa menanam sayur seperti pakcoy karena enggak memungkinkan. Pasti gagal panen karena tanah terlalu lembab. Kalaupun sayurnya bisa bertahan petani melakukan banyak cara seperti memberikan pestisida kimia dan pupuk kimia supaya sayur ini kuat. Tapi apakah sehat dikonsumsi? Kalau kualitas sayur lokal jelek, ujung-ujungnya impor. Sedangkan ini petani sudah berusaha mati-matian. Seharusnya kita tawarkan dulu sayur apa yang bagus di musim hujan misalnya, kita edukasi kenapa sayur ini bagus untuk dikonsumsi di musim hujan. Nanti kalau konsumen sudah teredukasi, barulah tercipta permintaan. Sayur yang berhasil tumbuh dan dipanen sesuai musim itu punya kandungan nutrisi, antioksidan, lebih tinggi karena berhasil survive," kata Maya.