Korban Perundungan Sekarang, Bisa Jadi Pelaku di Masa Datang

Konten Media Partner
15 Maret 2019 6:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Brihastami Sawitri, SpKJ dari Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Foto Fahmi Aziz
zoom-in-whitePerbesar
dr. Brihastami Sawitri, SpKJ dari Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Foto Fahmi Aziz
ADVERTISEMENT
Dampak yang paling berbahaya dari aksi perundungan (bullying) adalah munculnya fenomena lingkaran setan (vicious circle).
ADVERTISEMENT
''Dimulai dari korbannya sendiri. Sudah jelas untuk anak korban bully umumnya berimbas menjadi depresi, timbul rasa cemas dan juga was-was kalau dia akan dibully lagi,'' kata Dr. Brihastami Sawitri, Spesialis Kesehatan Jiwa, Psikiater Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya.
Secara jangka panjang dampak bully bisa menurunkan rasa percaya diri, prestasi akademis yang turun, ada juga yang mengalami gangguan pola makan. ''Karena seringkali diejek berbadan gemuk. Ataupun juga justru menjadi obesitas, karena melampiaskan depresinya dengan makan. Dan dampak ini bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang,'' kata Brihastami pada Basra (13/3).
Tak berhenti di situ, ternyata setelah diselidiki sebagian besar korban ini justru juga menjadi pelaku bullying di masa datang.
ADVERTISEMENT
''Dari awalnya korban bully, akhirnya membully. Sama halnya, dengan perpeloncoan. Mereka yang pernah merasakan, akan berkeinginan melakukan hal serupa ke orang lain,'' ungkap Bihastami, ketika ditemui di RSUD Dr Soetomo.
Ditambah lagi, anak-anak pelaku bullying ini juga mungkin mendapatkan kekerasan di rumah (child abuse) dari keluarganya. Entah kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau penelantaran secara psikologis dan ekonomi.
''Di masa depan pun, anak-anak pelaku bullying ini memiliki risiko perilaku kriminalitas yang relatif tinggi. Begitu pula perilaku anti-sosialnya dan kecenderungan penyalahgunaan zat aditif yang lebih tinggi dibanding anak yang bukan pelaku,'' jelas dia.
Bagaimana dengan para penonton (bystander)? Brihastami mengungkapkan, bystander ini pun juga merasakan dampaknya. Meski hanya sekadar menonton, akan muncul rasa was-was serupa. Dalam batin mereka, bertanya-tanya kapan giliran dirinya menjadi korban.
ADVERTISEMENT
''Dan akhirnya ia (bystander) berpikir sebelum dirinya dibully, lebih baiknya membully terlebih dahulu. Istilahnya, 'the best defence is a good defence', Ini dilakukan agar dirinya aman,'' papar dia.
Sehingga ia mengimbau, orang-orang dewasa di sekitar anak-anak ini - seperti guru, orangtua dan lainnya - memiliki peran yang sangat penting untuk menghentikan perilaku bullying dan lingkaran setannya. (Reporter : Fahmi Aziz / Editor : Windy Goestiana)