Masalah Stunting Masih Jadi Penghambat Kinerja Pemerintah

Konten Media Partner
6 September 2022 17:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seminar Nasional Kependudukan bertema “Akselerasi Penurunan Stunting dalam rangka Memaksimalkan Bonus Demografi Indonesia”.
zoom-in-whitePerbesar
Seminar Nasional Kependudukan bertema “Akselerasi Penurunan Stunting dalam rangka Memaksimalkan Bonus Demografi Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Masalah stunting di Indonesia menjadi perhatian bersama. Karena itu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kependudukan UNESA mendiskusikan dan merumuskan solusi yang tepat guna mengatasi permasalahan tersebut.
ADVERTISEMENT
UKM Kependudukan UNESA mengemas permasalahan stunting tersebut dalam Seminar Nasional Kependudukan bertema “Akselerasi Penurunan Stunting dalam rangka Memaksimalkan Bonus Demografi Indonesia”.
Beberapa nama penting hadir mengisi acara tersebut. Ada Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Republik Indonesia Dr. Eng. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Indonesia Pusat Dr. Sonny Harry B. Harmadi, dan Koordinator Satgas Stunting Provinsi Jawa Timur Abdul Fatah Fanani, S.Sos., M.AP.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNESA Dr. Agus Hariyanto, M.Kes mengatakan, bahwa tahun 2030 mendatang Indonesia mendapat anugerah bonus demografi yang menyebabkan populasi warga yang produktif jauh lebih banyak daripada warga yang tidak produktif (lansia).
Hal ini diperkuat dalam sensus penduduk tahun 2020 yang menunjukkan penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi Z sebesar 27,9% dan generasi milenial sebesar 25,8% dari total penduduk Indonesia. Oleh sebab itu anak-anak generasi penerus bangsa yang kelak melahirkan generasi unggul harus bebas stunting dan dipersiapkan edukasi yang cukup untuk mencegah stunting.
ADVERTISEMENT
Perguruan tinggi memiliki peran dalam menyambut bonus demografi khususnya dalam upaya penurunan angka stunting. Hal ini dapat dilakukan dalam program merdeka belajar dan kampus merdeka.
Manfaat yang diperoleh yaitu memberikan peluang kepada mahasiswa khususnya pada mahasiswa kesehatan untuk dapat menyelesaikan permasalahan stunting melalui proyek kemanusiaan.
Bisa juga dengan melakukan edukasi, dan melakukan promosi kepada masyarakat melalui pendekatan warga; kerja sama perguruan tinggi; hingga memberikan rekomendasi dari hasil kajian atau hasil penelitian dalam menangani stunting khususnya penataan 1.000 gizi untuk HPK (Hari Pertama Kehidupan).
Harapannya, seminar ini dapat memperkuat pengetahuan dan strategi akselerasi penurunan stunting dalam rangka memaksimalkan bonus demografi, mempererat tali silaturahmi antar pemerhati kependudukan, mendorong masyarakat agar peka dan kritis terhadap isu-isu kependudukan sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan dan implementasi tridarma perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Ia memaparkan percepatan penurunan stunting untuk memaksimalkan bonus demografi guna mewujudkan visi Indonesia Generasi Emas tahun 2045 yang berdaulat, adil, dan makmur. Kurun waktu 2020-2045, penduduk produktif Indonesia ada sekitar 70%.
Menurut data proyeksi penduduk Indonesia tahun 2020-2035 pertumbuhan penduduk masih cukup tinggi. Namun rasio ketergantungan (bonus demografi) semakin mengecil. Dikaitkan dengan stunting meliputi anak usia 0-2 tahun.
“Ini yang harus kita cermati. Bagaimana strategi kita untuk menjaga anak-anak ini agar tidak stunting, yang stunting bisa koreksi, yang belum bisa kita cegah,” tandasnya, Selasa (6/9).
Penghalang bonus demografi di Indonesia yang menghambat kinerja pemerintah meliputi 1) tingginya stunting dan gizi buruk, 2) angka prasekolah sangat rendah, 3) pendidikan dasar tidak menyeluruh di semua wilayah.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya isu sosial kependudukan Indonesia berfokus terhadap dua hal, yaitu kasus stunting dan kemiskinan yang ekstrem,” bebernya.
Dr. Sonny Harry B. Harmadi mengatakan bahwa permasalahan stunting bisa dicegah melalui pemenuhan gizi protein hewani dan istirahat yang cukup. Dampak terparah dari kekurangan gizi ini mengakibatkan pembentukan otak yang tidak optimal terlebih bagi anak berusia maksimal 2 tahun.
“Akselerasi penurunan stunting tidak hanya diderita oleh orang miskin, tetapi stunting dapat terjadi oleh orang tua yang tidak tahu,” ucap Sonny.
Kemudian dilansir dari laman UNICEF tahun 2013, orang tua zaman now yang memberikan makanan junkfood kepada anak-anaknya dapat mengganggu perkembangan kognitif anak. Stunting disebabkan karena permasalahan gizi spesifik dan gizi sensitif.
Infeksi pada anak terjadi disebabkan karena sanitasi air di lingkungan rumah yang buruk. Upaya yang bisa dilakukan yaitu memperbaiki kondisi air di lingkungan rumah.
ADVERTISEMENT
Abdul Fatah Fanani mengatakan persentase stunting Indonesia sejak tahun 2019 hingga 2021 mengalami penurunan. Pada tahun 2021 jumlah balita stunting di 12 provinsi diperkirakan ada sekitar 3,6 juta atau sebesar 69% dari jumlah balita stunting nasional.
Sasaran keluarga berisiko stunting ialah calon pengantin atau remaja putri, ibu hamil (bumil), ibu pasca persalinan, bayi dua tahun (baduta) atau bayi lima tahun (balita).
Peran mahasiswa sangat dibutuhkan dalam penurunan angka stunting tersebut. Upaya yang dapat dilakukan mahasiswa yakni melakukan sosialisasi atau kunjungan ke rumah kelompok sasaran untuk menempelkan poster pencegahan stunting, ikut penyuluhan di posyandu dan kegiatan rutin masyarakat, serta mengedukasi masyarakat berkaitan dengan menu sehat pada pengelolaan (dapur sehat) atasi stunting.
ADVERTISEMENT
Acara ini diikuti oleh Wakil rektor bidang kemahasiswaan dan alumni Dr. Agus Hariyanto, M.Kes., Kepala BKKBN Republik Indonesia, Ketua umum koalisi kependudukan Indonesia Pusat, Koordinator Satuan tugas Stunting Provinsi Jawa Timur, dan 250 peserta yang berasal dari berbagai institusi yang terdiri dari tenaga fungsional, penyuluh KB, pemerhati kependudukan, guru serta dosen, dan pelajar maupun mahasiswa.