Masuk SD Usia 5 Tahun, Dimas Jadi Wisudawan Termuda ITS di Usia 19 Tahun

Konten Media Partner
19 Oktober 2020 8:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Dimas Nugraha Aryatama. Dok. ITS
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Dimas Nugraha Aryatama. Dok. ITS
ADVERTISEMENT
Muhammad Dimas Nugraha Aryatama memang baru berusia 19 tahun 7 bulan. Tapi Dimas, pada 24 Oktober 2020 akan menjalani prosesi wisuda Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ke-122 dan menjadi sarjana termuda. Dimas berkuliah di ITS dan mengambil jurusan Teknik Komputer.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Dimas bisa menyelesaikan S1 di usia begitu belia?
Ternyata Dimas mengawali masa sekolah dasar (SD) di usia 5 tahun. Menginjak tahun ketiganya di SD, Dimas berkesempatan untuk program percepatan belajar atau akselerasi. Sehingga selama kelas 3 sampai 6 ditempuh masing-masing selama delapan bulan dan lulus dalam kurun waktu lima tahun saja.
Tidak berhenti di situ, saat duduk di bangku SMA, mahasiswa kelahiran tahun 2001 ini lagi-lagi mendapat kesempatan untuk mengikuti program akseleras sehingga lulus dari SMA hanya dalam kurun dua tahun. Tepat setelahnya, Dimas langsung melenggang ke jenjang perkuliahan saat umurnya juga masih belia, yakni 15 tahun.
Mahasiswa yang sedari dulu memiliki kesenangan mengutak-atik komputer ini akhirnya memilih Departemen Teknik Komputer ITS sebagai jurusan kuliah. Berkembang bersama departemen ini, membuat Dimas menemukan bidang favoritnya yakni machine learning and deep learning yang merupakan suatu teknologi yang sangat gencar pengembangannya pada saat ini. “Bahkan penerapannya dapat sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari,” kata Dimas.
ADVERTISEMENT
Kesukaan itulah yang mengantarkannya memilih topik Tugas Akhir (TA) yang berjudul Pendeteksian Pneumothorax Pada Citra X-Ray Menggunakan Convolutional Neural Network. Pada penelitiannya, Dimas menggunakan sistem deep learning untuk dapat mendeteksi kondisi pneumothorax pada gambar x-ray pasien. Ia lebih berfokus membandingkan tingkat keakuratan dari berbagai model arsitektur deep learning.
Bersama Tim Robotika ITS Dimas pernah menjadi Juara 3 pada ASEAN MATE Underwater Robot Competition 2017.
Dimas yang merupakan alumnus SMAN 1 Banjarmasin ini menjelaskan, selama ini pneumothorax masih sering mengalami keterlambatan diagnosis dan perawatan medis karena metode deteksinya masih menggunakan cara manual.
Pneumothorax adalah kondisi terkumpulnya udara pada rongga pleura. Peningkatan tekanan dalam pleura akan menghalangi paru-paru untuk mengembang saat kita menarik napas. Akibatnya, dapat muncul gejala berupa sesak napas dan nyeri dada.
Dimas berharap, metode yang ia teliti dapat lebih dikembangkan dan diterapkan di rumah sakit agar bisa mengurangi jumlah korban pneumothorax.
ADVERTISEMENT
Seperti dikutip dari laman its.ac.id, Dimas juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Robotika. Di sana ia mengaku mendapat banyak pelatihan terkait Internet of Things (IoT) hingga deep learning. Berbagai pengalamannya itu mengantarkannya meraih juara tiga pada ASEAN MATE Underwater Robot Competition 2017 lalu.
Menjadi mahasiswa di usia begitu muda ternyata sering membuat Dimas dikira mahasiswa baru. “Bahkan sampai foto bersama mengabadikan momen sebagai mahasiswa baru, padahal saya sudah mau lulus,” ujarnya mengenang hal yang lucu tersebut.
Usai menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan meraih IPK 3,17, Dimas berencana untuk melanjutkan studinya ke jenjang Master (S-2). Cita-citanya sendiri di masa mendatang, ia ingin dapat mengaplikasikan ilmunya dengan bekerja di bidang data analyst atau software engineering.
ADVERTISEMENT
Salah satu rahasia Dimas mudah memahami topik perkuliahan dan beradaptasi di lingkungan mahasiswa karena dia punya prinsip 'coba aja dulu'. “Apapun masalah yang menghadang, hadapi aja dan usahakan selalu kontrol emosi,” tandasnya mengingatkan.