Perjuangan Sulistiyorini Merawat Anak Down Syndrome hingga Berprestasi

Konten Media Partner
18 Januari 2020 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sulistiyorini dan Donni.
zoom-in-whitePerbesar
Sulistiyorini dan Donni.
ADVERTISEMENT
Di belakang anak-anak hebat ada orang tua yang tak pernah berhenti percaya pada potensi buah hatinya. Pujian ini pantas disematkan pada Sulistiyorini dan putranya, Ralingga Makalu Donni.
ADVERTISEMENT
Donni terlahir dengan gangguan down syndrome. Kelainan genetik ini menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik dan intelektual. Meski begitu, Donni beruntung karena memiliki orang tua yang tak pernah menyerah dengan kondisinya.
Sulistiyorini, ibu Donni, bahkan berhasil mengantarkan Donni menjadi atlet Bocce kebanggaan Jawa Timur. Donni pernah menjadi Juara l lomba lari 50 meter tingkat Jatim National Paralimpic Committee di tahun 2014 dan 2016, serta juara ll lomba lari 25 meter Kejuaraan Atletik Down Syndrome di tahun 2014.
Tak hanya itu, Donni juga sukses meraih medali emas di Pekan Olahraga Nasional ke-8 Special Olympics Indonesia tahun 2018 (PORNAS VIII SOIna 2018) yang diselenggarakan di Riau.
Sejak kecil Donni memang sangat mencintai dunia olahraga, terutama lari. Pertemuan dengan Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus (YPABK) di tahun 2011 menjadi jalan pembuka bagi Donni mengikuti sejumlah kompetisi lari.
ADVERTISEMENT
"Dibanding jalan, Donni itu sukanya memang lari. Sebagai orang tua saya mendukung apa yang menjadi kegemarannya," kata Rini pada Basra (18/1).
Ada kisah unik saat Donni pertama kali mengikuti kompetisi lari di tahun 2011. Kala itu Donni berhasil mengungguli lawan-lawannya karena berlari lebih cepat. Tapi tanpa disangka, bukannya menyelesaikan kompetisi sampai garis finis, Donni justru menunggu lawan-lawannya agar bisa berlari bersama.
Rini mengakui, untuk menanamkan kepercayaan diri pada Donni memang tidak mudah. Bahkan saat masih kecil, Donni pernah dikucilkan keluarganya karena dirinya yang berbeda.
"Donni waktu kecil sering enggak diajak main saudara-saudaranya karena dianggap enggak nyambung anaknya," kenang Rini.
Mengetahui hal tersebut, Rini pun berusaha memberitahukan keluarganya bahwa Donni memang berbeda dari anak lainnya. Rini juga sempat membawa Donni untuk terapi di salah satu rumah sakit di Surabaya. Kala itu usia Donni sudah menginjak 4 tahun. Namun terapi yang dijalani Donni berlangsung tak sampai 1 tahun.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak cocok dengan metode terapinya. Donni waktu kecil memang anak yang tergolong aktif, tapi tanpa diagnosis dokter, Donni divonis hiperaktif. Kan enggak bener," jelasnya.
Untuk membantu tumbuh kembang Donni berlangsung baik, Rini memilih untuk tetap menyekolahkan Donni. Prediksinya betul, seiring bertambahnya usia, tingkah aktif Donni pun mulai berkurang.
Rini kemudian mencermati kalau putranya lebih tertarik berolahraga dan mendukungnya. Rini pun berpesan pada semua orang tua dengan anak berkebutuhan khusus bahwa harus selalu percaya mereka adalah anak-anak istimewa.
"Awalnya memang enggak mudah untuk menerima semuanya tapi sekali lagi kita harus percaya bahwa kita mampu merawat anak spesial kita dan percaya bahwa anak-anak spesial kita adalah anak yang hebat. Jadi jangan sembunyikan mereka," tegas Rini.
ADVERTISEMENT