PPKM di Surabaya Sudah Level 2, Epidemiolog: Masyarakat Jangan Terlalu Euforia

Konten Media Partner
8 September 2021 7:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kota Surabaya. Pakar epidemiolog mengingatkan agar masyarakat tidak meluapkan euforia yang berlebihan turunnya level PPKM hingga mengabaikan protokol kesehatan. Foto: Dok. Humas Pemkot Surabaya
zoom-in-whitePerbesar
Kota Surabaya. Pakar epidemiolog mengingatkan agar masyarakat tidak meluapkan euforia yang berlebihan turunnya level PPKM hingga mengabaikan protokol kesehatan. Foto: Dok. Humas Pemkot Surabaya
ADVERTISEMENT
Respon positif diberikan Pakar Epidemiologi Unair Surabaya, Dr Windhu Purnomo dr., M.S, kepada Kota Surabaya yang telah mengalami penurunan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari level 3 menjadi level 2.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Windhu mengingatkan masyarakat untuk tidak meluapkan euforia yang berlebihan hingga mengabaikan protokol kesehatan. Dia menegaskan jika pandemi masih belum selesai.
"Bagus sudah masuk level 2. Tidak sampai seminggu menurunkan level 3 ke level 2. Itu luar biasa hebat dan positivity rate mencapai 1,61 persen. Kalau klasifikasi WHO termasuk low incident di bawah 2 persen," jelasnya, (7/9).
Walaupun kini termasuk low incident, namun Windhu mengingatkan jika Indonesia khususnya Surabaya pernah masuk kategori very high incident.
Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah harus bersungguh-sungguh mengimbau masyarakat secara luas untuk tidak bersenang-senang dulu.
"Saya khawatir ketika respon yang berlebihan bisa menimbulkan persepsi masyarakat yang keliru. Akibatnya prokes masyarakat turun hingga beraktivitas di tempat yang menciptakan kerumunan," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Windhu lantas mencontohkan kejadian yang dialami oleh India. Ketika pemerintah setempat mengklaim berhasil menurunkan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19, semua kegiatan seperti festival keagamaan diberi kelonggaran. Alhasil, tindakan tersebut justru kembali memicu lonjakan pasien yang drastis.
"Kejadian di India dijadikan contoh, jangan sampai menimpa Indonesia. Jangan digembar-gemborkan dulu. Ini belum selesai. Jangan lengah," ingatnya.
Apalagi saat ini ada varian baru
Mu yang dikatakan para ahli tingkat penularannya tinggi dan mampu menghindari antibodi yang sudah terbentuk dari vaksin.
Oleh sebab itu, seperti dikatakan Windhu, kedatangan para Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus diwaspadai. Mereka wajib dikarantina minimal 10 hari. Warga negara asing (WNA) juga perlu diperhatikan apabila tidak memiliki kepentingan yang mendesak. Pihak otoritas terkait perlu melakukan pembatasan bagi mereka.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai kebobolan seperti varian baru virus Delta. Bahaya kalau varian baru MU masuk dan meluas. Meski belum menjadi varian of concern," jelasnya.
Windhu juga mengungkapkan pentingnya pemakaian platform PeduliLindungi di semua area publik.
"Kalau menggunakan itu semuanya aman. Pemerintah pusat bisa meminta area publik memasang itu. Kalau ada pengunjung yang scan QR code menunjukkan warna merah itu artinya belum divaksin atau kontak erat, jadi tidak boleh masuk. Kalau warna hitam terindikasi positif. Jika menunjukkan warna hijau baru diperkenankan masuk," pungkasnya.