Ramai Soal Lobster, Dosen Unair: Lobster Jadi Indikator Lautan Kita Sehat

Konten Media Partner
27 November 2020 17:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Benih Lobster. Foto-foto: dok. KKP
zoom-in-whitePerbesar
Benih Lobster. Foto-foto: dok. KKP
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan laut terbesar di dunia, dengan total luas wilayah perairan mencapai 6,32 juta km2 dan total garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer.
ADVERTISEMENT
Dimana salah satu kekayaan laut yang dimiliki oleh negara Indonesia adalah area terumbu karang yang sangat luas dan merupakan habitat utama lobster.
Sayangnya, saat ini ada sekitar 42 juta benih lobster yang telah diekspor di era kepemimpinan di eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Wahyu Isroni, S.Pi.,M.P mengatakan, jika lobster dianggap sebagai salah satu komoditas laut Indonesia yang memiliki peranan penting baik dari segi ekologi maupun ekonomi.
Selain itu, lobster juga digunakan sebagai indikator baik atau tidaknya kondisi suatu perairan.
"Karena benih lobster ini menempel di terumbu karang. Ketika kondisi terumbu karang habis atau pasir lautnya kotor, dan lautnya tercemar, otomatis tingkat ketersedian lobster akan turun. Hal itu sudah kita buktikan, bahwa di daerah selatan Jawa itu turun karena ekologinya sudah rusak. Nah yang masih potensial itu di Natuna dan Indonesia Timur," kata Wahyu ketika dihubungi Basra, Jumat (27/11).
Sementara terkait dampak sosial, Wahyu menuturkan jika saat ini masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan ikan berganti profesi menjadi nelayan penangkap benih lobster.
ADVERTISEMENT
"Secara sosial berubah karena kalau menangkap ikan kan tripnya lebih jauh dan biayanya lebih banyak. Sedangkan kalau menangkap lobster cukup menempelkan karung semen di KJA (keramba jaring apung), itu benihnya nempel sendiri," tuturnya.
Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (FPK Unair) ini berpendapat, untuk menangkap lobster harusnya dikembalikan pada Peraturan Menteri KKP Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), danRajungan (Portunus pelagicus spp).
Dalam peraturan tersebut lobster yang boleh ditangkap ukurannya di atas 8 cm, tidak dalam kondisi bertelur, dan berat minimalnya 100 gram.
"Karena kalau lobster ditangkap di usia remaja dan saat bertelur, keberlangsungan lobster ini otomatis turun. Dalam peraturan itu juga disebutkan, bahwa nelayan yang menangkap lobster harus melakukan pencatatan terkait jenis lobster, ukuran, dan lain-lain," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Wahyu berpesan kepada semua pihak untuk memikirkan terkait pengelolaan yang berkelanjutan.
"Karena Indonesia ini potensinya sangat besar, hanya saja permasalahan utamanya adalah hari ini kita sudah ke arah destructive fishing. Kita dianugerahi banyak sumber daya alam (SDA), tapi kita sering lupa terkait bagaiman pengelolaan yang berkelanjutan. Itu yang harus kita pikirkan," pungkasnya.