Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Ubaya Kukuhkan Tiga Guru Besar Baru, Ada yang Bahas Obat hingga Ekonomi
30 Januari 2023 16:22 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Universitas Surabaya (Ubaya) baru saja mengukuhkan tiga guru besar baru dari tiga fakultas yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Prof. Dr. Drs. Antonius Adji Prayitno Setiadi, M.S., Apt. dari Fakultas Farmasi, Prof. Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto dari Fakultas Teknobiologi, dan Prof. Dr. Dedhy Sulistiawan, S.E., M.Sc., Ak., CA. dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika.
Rektor Ubaya, Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T, mengatakan, adanya tiga profesor baru ini akan menambah kualitas pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi yang dijalankan di Ubaya.
“Keluarga besar Ubaya turut bangga. Pencapaian ini tentu menguatkan budaya pembelajaran, penelitian, pengabdian, serta berinovasi,” ungkapnya usai pengukuhan, Senin (30/1).
Dengan bertambahnya jumlah profesor di Ubaya, Benny berharap dapat meningkatkan riset-riset dan inovasi yang berdampak bagi masyarakat.
"Sehingga, Ubaya bukan saja menghasilkan lulusan yang unggul, tetapi juga menjadi pusat riset kelas dunia. Pengukuhan ini sekaligus menjadi bagian dari program 55 Profesor Universitas Surabaya untuk periode 2023-2027," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Prof. Dr. Drs. Antonius Adji Prayitno Setiadi, M.S., Apt.
Sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Farmasi, Prof. Adji menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Menyemai Paradigma Obat Mewujudkan Ketahanan Kesehatan”.
Dari penelitian yang ia lakukan, ketidakpahaman masyarakat tentang obat dan orientasinya menjadi beban yang harus ditanggung oleh masyarakat sendiri dan pemerintah.
“Hal ini membutuhkan strategi yang tepat baik secara individual maupun komunitas. Didukung pula dengan implementasi yang konsisten, dimonitoring, serta dievaluasi,” jelas penerima Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden Republik Indonesia itu.
Ia menambahkan, apoteker sebaiknya diberikan fasilitas untuk mengoptimalkan perannya dalam menyemai paradigma obat untuk mewujudkan ketahanan kesehatan. Sosialisasi dan edukasi paradigma obat serta orientasinya perlu dilakukan.
"Tujuannya agar semua pihak dapat ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan paradigmatic penggunaan obat yang dijumpai sehari-hari," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Prof. Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto
Prof. Maria merupakan profesor dibidang Ilmu Bioteknologi. Ia membahas mengenai “Pengembangan Produk Pangan Fungsional-Arah Eksplorasi, Potensi Pasar, Kajian Ilmiah dan Tantangan Riset yang Ada”.
Menurutnya, ada dua faktor utama yang membatasi berkembangnya pasar pangan fungsional, yakni kurangnya kesadaran akan benefit kesehatan dan mahalnya harga produk pangan fungsional.
“Penting untuk lebih mengenalkan pangan fungsional kepada berbagai lapisan masyarakat. Potensi pangan fungsional seharusnya bisa diangkat sebagai upaya penyelesaian masalah pangan dan kesehatan di tingkat lokal, regional, nasional dan global,” jelasnya.
Lulusan Ernst-Moritz-Arndt University of Greifswald ini mengungkapkan, keberadaan definisi pangan fungsional secara formal penting untuk mengklarifikasi dan meningkatkan komunikasi antara ilmuwan pangan/nutrisi, pembuat kebijakan, peneliti medis, dan publik di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia perlu memposisikan diri untuk fokus mengembangkan segmen produk tertentu yang spesifik, memiliki nilai keterbaruan dan berbasis kekayaan lokal Indonesia. Sekaligus produk tersebut dikenal dan diminati bukan hanya oleh pasar Indonesia.
Prof. Dr Dedhy Sulistiawan, S.E., M.Sc., Ak., CA.
Guru besar dibidang Ilmu Akuntansi ini menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “New Economy: Benarkah Akuntansi Kehilangan Relevansinya?”.
Berdasarkan data dan hasil pengujian, ia mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa akuntansi kehilangan relevansinya.
Menurutnya, saat ini akuntansi bukanlah kehilangan peran, melainkan banyak alumni akuntansi yang berkarir di industri non-akuntansi. “Hal ini membuat industri akuntansi dan audit mengalami kekurangan pasokan akuntan,” imbuhnya.
Di sisi lain, kehadiran perusahaan new economy sebagai penopang utama revolusi industri 4.0 membuat pekerjaan akuntansi harus beradaptasi.
ADVERTISEMENT
“Akuntansi adalah bahasa bisnis. Selama bisnis ada, maka akuntansi akan selalu beradaptasi dan tetap menjadi media informasi yang sangat berharga,” tukasnya.