Pandemi COVID-19, Seni Bonsai Kembali Diminati Warga Blora

Konten Media Partner
21 Desember 2020 17:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umbaran Wibowo, salah satu pecinta bonsai asal Desa Tutup Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora, saat merawat pohon bonsai miliknya. (foto: priyo/beritabojonegoro)
zoom-in-whitePerbesar
Umbaran Wibowo, salah satu pecinta bonsai asal Desa Tutup Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora, saat merawat pohon bonsai miliknya. (foto: priyo/beritabojonegoro)
ADVERTISEMENT
Blora - Seni bonsai, kini kembali menjadi tren dan diminati sebagian warga di Kabupaten Blora setelah adanya sejumlah pembatasan akibat pandemi COVID-19 sekarang ini. Bonsai menjadi pilihan untuk mengisi kegiatan di rumah.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dilakukan oleh Umbaran Wibowo, salah satu pecinta bonsai asal Desa Tutup Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora. Rumahnya banyak dihiasi pohon bonsai. Baru masuk pekarangan rumahnya saja sudah disambut bonsai dengan berbagai gaya.
Ada gaya panorama alam (lanscape) dengan batu besar. Lalu di batu itu ada beberapa pohon bonsai, sehingga ada kesan seperti miniatur tebing lalu ada pohon yang hidup di tebing.
Lalu pohon dengan model miring (slanting). Pohon berbetuk miring dan menjulang ke bawah pot. Kalau ini seperti miniatur pohon yang di atas perbukitan. Salah satu pohon ada tanda seperti pin dengan tulisan terbaik. Itu salah satu pohon yang sering diikutkan oleh pemiliknya untuk kontes.
Umbaran, yang juga Ketua Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Blora, saat ditemui di rumahnya Senin (21/12/2020) menunjukkan koleksi bonsainya. Dari bonsai yang sudah jadi yang dia pajang di depan rumahnya, hingga yang masih proses pembentukan yang dia tempatkan di belakang rumahnya.
ADVERTISEMENT
"Untuk proses ini paling tidak membutuhkan waktu hingga empat tahun, baru terbentuk batang-batangnya,’’ ujarnya Senin (21/12/2020)
Umbaran mengatakan, dia menggeluti seni bonsai tersebut sudah lama. Karena awalnya memang dulu ayahnya juga menggeluti bonsai.
Menurutnya, bonsai yang dia pilih kebanyakan adalah pohon serut. Untuk perawatannya bonsai cukup mudah. Karena daya tahan hidupnya tinggi. Paling tidak satu hari disiram sekali. Tapi kalau musim kemarau paling tidak bisa disiram dua kali.
"Kalau musim hujan ya tidak perlu disiram sudah disiram oleh alam,’’ ujarnya.
Ia mengaku kini bonsai menjadi tren. Meski sebenarnya bonsai itu sudah lama ada. Kemudian tren naik turun. Saat ini bonsai, khususnya di Blora sedang ramai. Dari muda sampai tua suka bonsai. Bahkan kalau sedang nyari bahan bonsai itu rela masuk ke hutan-hutan.
ADVERTISEMENT
Dengan mulai ramainya bonsai itu paling banyak gaya dipilih seperti casecade (air terjun), slanting (miring), lanscape atau penjing (panorama), dan rock style (celah batu). Menurutnya, peminat bonsai sekarang beda dengan dulu, kalau dulu gaya bonsai daunnya yang penting pohon lurus dan daun rimbun membulat. Seperti pohon beringin atau komunitas bonsai menyebutnya gaya formal.
"Kalau sekarang lebih ekspresionis, tergantung pada pembuat pohon itu sendiri, dengan melihat kondisi di alam,’’ tuturnya.
Dia mencontohkan, bonsai yang dibentuk seperti di tebingan sekarang ini menjadi tren. Kemudian pohon yang tumbuh dibebatuan atau di gunung batu. Kemudian itu diminiaturkan di dalam bonsai ini.
"Kebetulan di Blora itu pegunungan karst, jadi bisa lihat bentuknya seperti apa, bagaimana pohon berjuang hidup, jadi banyak liukan dalam batang pohonnya,’’ tuturnya menjelaskan..
ADVERTISEMENT
Karena memang tujuan dari bonsai itu untuk meminiaturkan alam, sehingga untuk membentuknya butuh keseimbangan. Menurutnya, untuk membentuk batang dan dahan di bonsai itu tak sembarangan.
"Kalau batangnya satu lengan cabangnya berarti satu jari, kemudian daunnya harus lebih kecil dari cabang, kalau lebih besar jadi tidak real, jadi tidak seperti pohon aslinya,’’ katanya.
Untuk membentuk bonsai itu bisa seimbang maka membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Paling tidak membutuhkan waktu empat tahun. "Kalau rimbun saja dua tahun sudah cukup,’’ tuturnya.
Jika dengan waktu empat sampai lima tahun itu, maka akan terlihat bagus. Keseimbangan pohon akan terpenuhi.
"Karena memang waktu tidak bisa dibohongi, semakin lama semakin bagus,’’ jelasnya.
Umbaran menjelaskan untuk mendapat bakalan bonsai juga tidak mudah. Seperti dirinya saat mencari bonsai itu dekat pertambangan galian C. Bonsai itu diambil sekalian dengan batunya. Apalagi ingin membentuk panorama alam bebatuan. Saat mengambil bonsai bukan saja hanya mengambil pohon bonsainya, namun harus membentuk batunya.
ADVERTISEMENT
Dalam mencari bakalan bonsai yang diinginkan dirinya sering meminta tolong orang lain untuk membantunya.Itupun dirinya juga harus ikut di lokasi untuk melihat proses pembentukan batunya.
"Kalau mau mengambil bonsai itu bisa berjam-jam, rela berpanas-panasan. Kalau waktu pengambilan batunya pecah, berarti gagal, makanya kalau ngambil itu bonsai harus sabar,’’ kata Umbaran. (teg/imm)
Reporter: Priyo SPd
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah di-publish di: https://beritabojonegoro.com