Penerimaan CPNS 2019 Dinilai Diskriminatif dan Tak Ramah Bagi Difabel

Konten Media Partner
16 November 2019 19:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komunitas Difabel Blora Mustika (DBM), saat menggelar pertemuan di Blora.
zoom-in-whitePerbesar
Komunitas Difabel Blora Mustika (DBM), saat menggelar pertemuan di Blora.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Blora - Pemerintah melalui Kementerian Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) resmi membuka Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun Anggaran 2019.
ADVERTISEMENT
Ada dua jenis formasi yang dibuka pada CPNS tahun 2019 ini, di mana selain formasi umum, pemerintah juga membuka formasi khusus bagi penyandang disabilitas. Namun berbagai persyaratan yang ada dinilai diskriminatif sehingga menjadi kendala sendiri bagi penyandang disabilitas.
Ketua Difabel Blora Mustika (DBM), Abdul Ghofur mengatakan, bahwa formasi khusus yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, tidak ramah bagi para penyandang disabilitas.
Menurutnya, salah satu persyaratan bagi penyandang disabilitas harus mampu mendengar, melihat dan berbicara dengan baik, merupakan bentuk syarat diskriminasi pada penerimaan CPNS 2019.
"Tuna rungu kok dituntut mendengarkan, tuna wicara dituntut berbicara, tuna netra dituntut melihat. Sangat bertentangan sekali dengan HAM, UNCRPD dan UU Nomor 8 tahun 2016," tutur Ghofur, saat ditemui di Sekretariat DBM di Desa Kamolan Blora, Sabtu (16/11/2019).
ADVERTISEMENT
Ghofur menyebut, syarat diskriminatif itu jelas akan menutup peluang bagi tuna netra, tuna rungu dan tuna wicara untuk mengikuti seleksi peneriamaan CPNS tahun ini.
"Sudah saatnya melihat seseorang bukan lagi dari kapasitas fisik, melainkan kompetensi dan kapabilitasnya," ungkapnya.
Hal senada juga disampaika Sekretaris DBM, Sriyono, bahwa standar penerimaan CPNS tahun ini menurutnya belum sesuai dan menjadi kendala bagi penyandang disabilitas di lapangan, dengan berbagai argumentasi dan penafsiran.
"Semoga ini tidak sekadar simulasi formasi, yang diluncurkan tapi realisasi yang berpihak," tuturnya.
Dilain pihak, persyaratan yang tergolong diskriminatif inipun memicu munculnya sebuah petisi online melalui laman www.change.org yang dibuat oleh Mukhanif Yasin Yusuf, dari lembaga analisa data dan kebijakan, sentra advokasi perempuan, difabel dan anak.
ADVERTISEMENT
Dalam petisi tersebut, Mukhanif Yasin Yusuf mengungkapkan bahwa berdasarkan Undang-undang No 8 Tahun 2016 telah menjamin bahwa Penyandang Disabilitas bebas dari diskriminasi dalam usaha mendapatkan pekerjaan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk dalam usaha menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparat Sipil Negara (ASN).
Menurutnya, sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, pemerintah sudah memberikan alokasi formasi penyandang disabilitas dalam rekrutmen CPNS.
Meskipun demikian, sekalipun sudah ada formasi bagi disabilitas, masih terjadi diskriminasi di formasi disabilitas, yakni belum memberikan ruang dan keadilan yang sama bagi semua ragam disabilitas.
Ia mencontohkan bahwa pada formasi Kemendikbud, terdapat syarat penyandang disabilitas yang salah satunya harus “mampu melihat, mendengar, dan berbicara dengan baik”. Hal ini menyebabkan penyandang disabilitas nertra, disabilitas rungu, dan disabilitas wicara secara otomatis tidak masuk kriteria. Dalam artian, ia hanya mencakup untuk penyandang disabilitas daksa.
ADVERTISEMENT
Hingga berita ini ditulis pada Sabtu (16/11/2019) pukul 18.00 WIB, petisi itu sudah ditandatangani sebanyak 647 orang. (teg/imm)
Reporter: Priyo SPd
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo
Artikel ini telah terbit di: https://beritabojonegoro.com