Jemaah Kiamat di Malang Kembali ke Ponorogo, Apa Alasannya?

Konten Media Partner
15 April 2019 14:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, yang eksodus ke Malang karena isu kiamat, sudah dekat pulang ke kampung halaman untuk mengikuti Pemilu 2019. Dok: Beritajatim.
zoom-in-whitePerbesar
Warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, yang eksodus ke Malang karena isu kiamat, sudah dekat pulang ke kampung halaman untuk mengikuti Pemilu 2019. Dok: Beritajatim.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ponorogo (beritajatim.com) – Kepulangan 52 warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, yang sebelumnya eksodus ke Malang karena isu ‘kiamat sudah dekat’ disambut suka cita oleh tetangga. Wajah mereka tampak bahagia saat turun dari tiga minibus dan bertemu lagi dengan keluarga masing-masing.
ADVERTISEMENT
Ahmad Zamrosi, salah satu rombongan, mengungkapkan kepulangannya ini supaya bisa menyalurkan hak pilih pada hari pencoblosan Pemilu 2019, tanggal 17 April. ”Mau enggak mau, kami harus pulang supaya bisa menyoblos. Karena sebelumnya, kami belum mengurus surat pindah pilih,” kata Zamrosi, Senin (15/4/2019).
Ahmad menyebut ada 4 warga yang masih berada di ponpes di Kasembon Malang. Mereka memilih tidak pulang karena telah mengurus pindah pilih. Sehingga keempatnya dapat menyalurkan hak pilih di Malang.
Selain pulang karena ingin mencoblos, sebagian warga pulang agar anak-anak yang masih sekolah dapat mengikuti ujian. Dari total 10 anak-anak sekolah dasar yang pulang, tiga di antaranya bakal mengikuti ujian.
”Setelah urusan di sini selesai, kami akan kembali lagi ke Malang,” lanjut Zamrosi.
ADVERTISEMENT
Ahmad beralasan, karena agenda rutin mengaji tiga bulanan belum usai. Seperti dijadwalkan, jemaah mengikuti ujian dari bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahil Mubtadiin, Kasembon, Malang.
”Tapi kembalinya mungkin sendiri-sendiri tidak rombongan. Karena ada jemaah yang masih nunggu anaknya ujian dulu,” katanya.
Saat ditanya apa alasan mereka eksodus ke Malang, Ahmad menegaskan, tidak ada doktrin kiamat seperti yang masif diberitakan dulu. Dia bersama warga lainnya menjalani rutinitas layaknya santri di ponpes. Ibadah, mengaji, dan menerapkan amalan yang diberikan kiai.
‘’Tidak ada ajaran yang menyimpang. Kami nyaman di pondok,” pungkasnya. [end/but]