Kisah Perakit Bom Insaf Usai Bertemu dengan Korban Teror

Konten Media Partner
25 Juli 2019 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kisah Perakit Bom Insaf Usai Bertemu dengan Korban Teror
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jember (beritajatim.com) – Penjara menjadi tempat bagi perakit bom bernama Kurnia Widodo merefleksikan kembali hidupnya. Dia merenungkan kembali doktrin kekerasan beragama yang selama ini dianutnya.
ADVERTISEMENT
“Di penjara susah. Keluarga ditinggal. Apa saja kita lakukan seadanya. Di penjara, saya berpikir ulang dan mengaji ke kelompok yang lebih moderat dalam kelompok saya,” kata Kurnia, dalam dialog pelibatan sivitas akademika dalam pencegah terorisme di gedung Rektorat Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (24/7).
Pada dasarnya, Kurnia mengaku mencintai keluarganya. Ini berbeda dengan penganut jihadis garis keras yang harus rela meninggalkan keluarga, apalagi istri dan anak mereka bukan bagian dari kelompok.
Selama di penjara, Kurnia melihat ajaran-ajaran Aman Abdurrahman, ideolog ISIS di Asia Tenggara, yang membahas soal takfiri (mengkafirkan) sesama muslim tak mendasar. Ia juga bertemu dengan seorang sipir penjara muslim yang sering berkonsultasi soal keluarga.
“Masa orang seperti ini dianggap kafir. 'Kan tidak benar,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kurnia semula enggan salat di masjid lembaga permasyarakatan. Dia berkeyakinan bahwa polisi dan lembaga-lembaga negara adalah bagian dari rezin toghut (sesuatu yang disembah selain Allah). Namun, refleksi hidupnya melunakkan hati. Dia pun memilih salat di masjid lapas dengan risiko dijauhi kawan-kawannya.
Titik balik kedua kehidupan Kurnia adalah saat bertemu dengan salah satu korban teror bom Hotel JW Marriot dan keluarganya. Hatinya pun tergerak saat bertemu korban yang mengalami luka bakar pada 65 persen tubuhnya.
Selain itu, ia juga bertemu pula dengan salah satu korban bom Kuningan. Saat itu, si korban ini sedang mengantarkan istrinya yang sedang hamil saat bom meledak. Salah satu bola matanya copot. Istrinya meninggal, meski sang anak dalam kandungan berhasil diselamatkan.
ADVERTISEMENT
Saat mulai tumbuh besar, sang anak berkata kepada ayahnya ingin menjadi polisi. “Supaya bisa menembak teroris. Di situ saya sadar, bahwa pengeboman melahirkan dendam. Saya minta maaf walau saya bukan pelaku bom Kuningan,” kata Kurnia. [wir/suf]