Pengamat Teroris: Bunuh Diri Bareng, Masuk Surga Bersama

Konten Media Partner
17 Mei 2018 14:29 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat Teroris: Bunuh Diri Bareng, Masuk Surga Bersama
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Surabaya (beritajatim.com) - Sulitnya aparat intelijen dan Densus 88 untuk mendeteksi atau mencegah ledakan bom bunuh diri di tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya, bukan karena kecolongan. Ini karena sel teroris sulit diendus, di mana mereka memanfaatkan keluarganya sendiri.
ADVERTISEMENT
Peneliti Gerakan Radikal dari Pusat Kajian Islam dan Peradaban (Puskip) Surabaya, Rosdiansyah MA mengatakan, aparat mungkin telah memiliki database jaringan teroris di Surabaya yang menggunakan baju Jamaah Anshorut Daulah (JAD), tetapi sulit dilacak karena pelaku menggunakan keluarganya sendiri.
"Seperti ada konsep baru dalam hal jihad mereka, family suicide terrorism. Yakni, bunuh diri bareng meledakkan diri dengan doktrin masuk surga bersama. Dita yang mengajak istri dan empat anaknya jelas menanamkan doktrinasi ini. Diajak mati bareng dan nanti diiming-imingi bertemu di surga," kata mantan jurnalis ini.
Rosdiansyah menyarankan kepada BNPT dan Densus untuk melibatkan ormas keagamaan di Indonesia, seperti halnya NU dan Muhammadiyah, dalam hal mendukung upaya deradikalisasi.
"NU dan Muhammadiyah bisa dilibatkan untuk melakukan pendekatan persuasif dan terapi kejiwaan untuk menyadarkan mereka yang baru pulang dari Syiria setelah bergabung ISIS. Infonya kan ada 500 orang. Data ini harus dibuka, di mana alamatnya dan siapa saja," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dia memprediksi kuat bahwa jaringan teroris yang melakukan gerakan di Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, dan Probolinggo masih satu jaringan.
Ini terbukti bahwa pelaku Dita (terduga teroris peledakan Gereja Pantekosta Arjuno), Anton (terduga teroris Rusunawa Wonocolo Sidoarjo) dan Tri Murtiono (terduga teroris penyerangan Mapolrestabes Surabaya) merupakan satu kelompok pengajian eksklusif. Mereka berkumpul di rumah Dita di Wonorejo Rungkut Asri Surabaya.
"Meskipun Kapolri memastikan Dita tidak pulang dari Syiria, tetapi kelompok pengajian Dita itu bisa mendatangkan ideolog atau kiai ISIS yang baru pulang dari Syiria. Ini yang harus dilacak kelompok-kelompok pengajian seperti itu di tengah-tengah masyarakat," jelasnya.
Selain itu, dia juga meminta agar Bimbingan Konseling (BK) di sekolah-sekolah untuk melibatkan psikolog profesional, untuk memberikan terapi kejiwaan bagi siswa yang sudah 'berperilaku aneh'. Seperti tidak mau ikut upacara bendera dan mata pelajaran PKN. "Lingkungan keluarga dan sekolah adalah entitas terkecil yang bisa dilakukan pencegahan sejak dini untuk deradikalisasi," pungkasnya. [tok/but]
ADVERTISEMENT