Nelayan Sumenep: Penggunaan Cantrang Rawan Picu Konflik Antar Nelayan

Konten Media Partner
7 Mei 2018 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nelayan Sumenep: Penggunaan Cantrang Rawan Picu Konflik Antar Nelayan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sumenep (beritajatim.com) - Para nelayan di Kecamatan Talango, Pulau Poteran, Kabupaten Sumenep, menolak keras penggunaan sarkak atau cantrang yang dimodifikasi untuk menangkap ikan.
ADVERTISEMENT
"Sarkak biasanya digunakan oleh nelayan di luar Talango. Nelayan yang menggunakan sarkak ini merupakan nelayan dengan kapal bermesin besar," kata salah satu nelayan, Hosni, Senin (07/05).
Ratusan nelayan asal Talango yang tergabung dalam Serikat Nelayan Rajungan (Sinar) berunjuk rasa ke Gedung DPRD Sumenep pada Senin siang. Mereka memprotes penggunaan sarkak untuk menangkap ikan di Perairan Talango.
Menurut mereka, sarkak merupakan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem laut. Ikan-ikan kecil dan terumbu karang ikut mati tersapu sarkak.
"Akibat banyaknya nelayan yang menggunakan sarkak, hasil tangkapan rajungan kami berkurang. Masa panen rajungan yang biasanya 8 bulan, berkurang menjadi 3 bulan kerena telur dan anak rajungan ikut terseret sarkak," ujarnya.
Sarkak merupakan alat tangkap ikan yang menyerupai cantrang, tetapi dimodifikasi ala nelayan Madura. Sarkak berbentuk seperti cakar ayam dan punya jaring berbentuk kantong.
ADVERTISEMENT
Sarkak merupakan alat tangkap ikan yang pengoperasiannya menyentuh dasar perairan. Sarkak menggunakan jaring yang ujung-ujungnya diikat pada besi-besi bergigi untuk menyapu ikan yang ditangkap. Alat ini ditarik dengan menggunakan mesin perahu besar.
"Bulan lalu kami mendapati nelayan dari Dungkek menggunakan sarkak untuk menangkap ikan di Perairan Talango. Kami sudah meminta agar Satuan Polisi Air menertibkan mereka," ungkap Hosni.
Menurut Hosni, belakangan ini nelayan yang melaut menggunakan sarkak semakin masif. Bahkan mereka berani mengoperasikan sarkak hanya sekitar 0,5 mil dari pinggir Perairan Talango.
"Nelayan pengguna sarkak ini seolah-olah kebal hukum. Mereka seperti leluasa beroperasi. Padahal kalau mereka beroperasi dekat dengan pinggir pantai, maka nelayan tradisional akan mati karena alat tangkap mereka tersapu sarkak," katanya.
ADVERTISEMENT
Hosni mengatakan, apabila nelayan yang menggunakan sarkak dibiarkan, maka rawan memicu konflik antar nelayan. Apalagi selama ini yang menggunakan sarkak sebagian besar adalah nelayan luar yang beroperasi di Perairan Talango.
"Selama ini kami para nelayan Talango masih berusaha menahan diri. Karena itulah kami kesini untuk menyampaikan aspirasi kami. Kalau ini dibiarkan saja tanpa ada tindak lanjut, maka tidak menutup kemungkinan akan ada bentrok antar nelayan," ucap Hosni.
Sebanyak sepuluh dari ratusan nelayan Talango yang berunjuk rasa itu masuk ke dalam Gedung DPRD dan melakukan audiensi dengan Komisi II DPRD Sumenep. (tem/ted)