Pandemi COVID-19 membuat orang punya kebiasaan baru. Berkebun, main burung, memelihara lele, sampai memperdalam ilmu astrologi. Berawal dari iseng, mendengar podcast-podcast horor jadi semacam candu bagi saya menghadapi pandemi. Tidak ada alasan khusus. Kala itu, hidup terasa limbung, situasi serba tidak pasti, terisolasi, dan cemas melihat bagaimana pemerintah menangani pagebluk. Mendengarkan pengalaman orang-orang melihat hantu ternyata menarik. Alih-alih membuat takut atau sebatas mencerca cerita hantu itu dengan modal “logika”, beberapa kisah mereka terasa sangat berkesan. Sebuah pertanyaan kemudian muncul: mengapa mereka mengaku melihat hantu? Saya mendadak jadi antropolog.
Melalui cerita mereka, pengalaman bersinggungan dengan hantu bisa dilihat sebagai sesuatu yang sangat psikologis. Misalnya, kisah seorang perempuan yang melihat hantu kakek teman sepermainannya pada hari kematian kakek tersebut. Ia mengartikan peristiwa tersebut sebagai permintaan maaf atas tindakan pelecehan seksual yang dilakukan kakek tersebut terhadap dirinya. Tindakan pelecehan seksual tersebut tak pernah ia ceritakan ke siapa pun.
Lagi, kisah seseorang yang melihat hantu neneknya, yang meninggal karena bunuh diri setelah bertahun-tahun terbaring sakit. Ia melihat hantu neneknya tersenyum. Menurutnya, senyum itu ia yakini sebagai senyum bahagia atas keputusan mengakhiri sakit berkepanjangan di masa tuanya. Ia mengaku betapa tersiksa melihat neneknya terbaring di kasur bertahun-tahun tanpa ada kepastian kapan neneknya akan sembuh.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814