Online Sexual Harrassment pada Perempuan

Bianca Bunga Cinta Dewi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga.
Konten dari Pengguna
22 Mei 2022 20:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bianca Bunga Cinta Dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi korban online sexual harrassment. Sumber : www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi korban online sexual harrassment. Sumber : www.pexels.com
ADVERTISEMENT
KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Online adalah tindak kekerasan untuk melecehkan korban berdasarkan gender atau seksualitas yang difasilitasi oleh teknologi. Mulai dari ancaman penyebaran konten seksual, rekayasa konten seksual, pemerasan atau penyalahgunaan konten, pengambilan data pribadi tanpa izin, upaya pencemaran nama baik, penyerangan secara personal melalui private message, ujaran kebencian dengan hasutan kebencian, pemalsuan akun, hingga mempermalukan orang dengan mengolok-olok merupakan bentuk tindakan KBGO.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 membuat aktivitas menjadi terbatas, banyak aktivitas yang diubah menjadi online seperti work from home atau study at home. Aktivitas ini menimbulkan potensi-potensi kekerasan berbasis gender secara online yang bersembunyi dibalik “bercanda saja, gitu saja marah”, hanya karena pelaku memiliki jabatan lebih tinggi atau pelaku merasa lebih superior dari korban. Banyak korban KBGO adalah perempuan dan seringkali perempuan mengalami diskriminasi melalui komentar-komentar di media sosial, “Gendut banget, diet saja biar cantik” seolah-olah standar cantik mempunyai ukuran baku. Padahal cantik bukan hanya sekedar ukuran.
Online sexual harassment pada perempuan juga sering ditemui ketika conference secara online. Tindakan yang sering dilakukan adalah catcalling yaitu tindakan pelecehan seksual menjadikan wanita sebagai objek seksual tanpa memandang kesetaraan gender yang dilakukan secara verbal. Ketika ada perempuan yang dianggap cantik menurut standar pelaku kalimat-kalimat yang membuat perempuan tidak nyaman pun keluar, “Aduh cantik banget.” atau “Boleh kali kak drop instagram di kolom komentar” atau pada sebuah forum online kerap ditemui obrolan “Kalau mau minta yang cantik-cantik bisa lihat di list.” Padahal pada conference berisi aktivis-aktivis muda. Kalimat-kalimat tersebut membuat perempuan merasa tidak nyaman dan “hanya bercanda” menjadi topeng pelaku untuk melakukan catcalling.
ADVERTISEMENT
Pelaku dengan topeng “hanya bercanda” ini banyak ditemukan di media sosial, ketika ada foto perempuan pada kolom komentar sering kali ditemui komentar nyeleneh seperti “Buka dikit dong” atau “Ada yang berdiri tapi bukan keadilan”. Pada group chatting, pelaku mengirimkan stiker gambar cewek sexy. Komentar dan tindakan yang mengarah kepada online sexual harassment membuat perempuan tidak nyaman dalam bersosialisasi dan berakibatkan rasa aman ketika berselancar di media sosial seakan direnggut paksa.
Tindakan online sexual harassment ini tidak boleh dinormalisasi bahkan membangun tradisi dengan alasan bercanda. Masyarakat harus mengetahui bahwa apa yang dianggap lelucon bukan hal yang baik karena tindakan kekerasan seksual dengan menggunakan teknologi ini selain kasus pidana berat juga dapat memberikan traumatik pada korban. Belum lagi stereotype sistem patriarki yaitu perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu menyulitkan perempuan dalam menyuarakan pendapat dan menegur tindakan KBGO.
ADVERTISEMENT
Banyak peran yang terlibat dalam menuntaskan KBGO pada perempuan, media misalnya. Masih banyak pemberitaan yang seolah-olah menyudutkan atas apa yang dilakukan korban daripada pelaku. Mengomentari cara berpakaian korban yang seolah-olah mengundang, padahal menurut Koalisi Ruang Publik Aman tidak ada kaitan bahwa pakaian yang dikenakan perempuan berkaitan dengan pelecehan seksual dan pakaian bukanlah sign persetujuan perempuan untuk dilecehkan.
Pemerintah, aktivis, media, dan perusahaan teknologi harus mengetahui dan mengambil sikap atas kekerasan yang dilakukan secara online terhadap perempuan merupakan perilaku melanggar hukum dan harus ada perbaikan dengan memberikan ruang untuk korban dan penyintas dengan kapasitas yang sesuai. Peran media dalam pemberitaan tidak boleh seakan-akan menyudutkan korban atas perilakunya tanpa membahas apa yang dilakukan pelaku online sexual harassment.
ADVERTISEMENT
Kita harus mulai berhenti untuk menyalahkan korban dan menganggap bahwa lontaran pelecehan seksual adalah sebuah lelucon harus ada batasan dalam bercanda. Hanya ada satu cara melawan pelecehan seksual yaitu dengan melawan. Berhenti untuk menoleransi humor pelecehan seksual di Indonesia. Sekarang ataupun terlambat, jangan jadikan pelecehan seksual sebagai bahan bercanda yang wajar.