news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kajian Kitab Klasik Idhotun Nasyi'in: Tertipu Oleh Perasaan Sendiri

Konten Media Partner
3 Juni 2018 7:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kajian Kitab Klasik Idhotun Nasyi'in: Tertipu Oleh Perasaan Sendiri
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Oleh: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Orang yang berjiwa lemah itu umumnya memandang dirinya tidak dengan pandangan orang lain terhadapnya. Orang yang berjiwa lemah selalu memandang dirinya sebagai orang-orang agung dan mulia. Padahal mereka sama sekali tidak memiliki sebab-sebab yang menyebabkan mereka dianggap orang-orang mulia.
ADVERTISEMENT
Mereka menganggap diri mereka sebagai orang orang pandai. Namun, kebodohan tetap menyelimuti diri mereka, bagaikan awan tebal di hari yang selalu menyelubungi bumi dan menutup seluruh permukaan langit.
Mereka menganggap dirinya sebagai manusia, tetapi sifat-sifat kebinatangan telah menguasai kendali jiwanya. Mengendalikan hatinya, mendominasi wataknya, membiarkan nafsunya merusak akalnya, dan mencabik-cabik ciri atau sifat kemanusiaanya. Mereka selalu kebingungan dalam kesesatan, dan terus-menerus berada dalam kegelapan kefasikan dan kemaksiatan.
Semua itu tiada lain karena mereka telah 'tertipu oleh perasaan dirinya sendiri' dan karena kecintaan nafsunya pada kebatilan.
Sifat ini merupakan perangai yang hina. Dapat membinasakan sifat-sifat mulia dalam jiwa. Dapat menghapus harapan mendapatkan kebahagiaan, serta menghilangkan sisa-sisa kemuliaan yang ada pada jiwa orang-orang yang berakal sehat.
ADVERTISEMENT
Di antara sesuatu yang menyedihkan adalah adanya kelompok pemuda, yang mereka itu sebenarnya merupakan tiang bangsa, sandaran kehidupan, dan penopang kemakmuran bangsa di masa depan, namun telah kejangkitan sifat tertipu oleh perasaan sendiri.
Mereka telah membiasakan diri dengan kebiasaan menurut bahwa nafsu yang selalu menipunya, hingga menjadi tabiat mereka yang sulit dihilangkan. Sebab, sifat tersebut telah meresap pada jiwa mereka dan akar-akarnya menancap ke dalam hati mereka.
Akibatnya, masyarakat menjauhi mereka sebab perilakunya sendiri. Orang-orang yang dekat dengan mereka menghindarinya, dan orang-orang yang mempunyai tali persahabatan dengan mereka berbalik membencinya.
Kadang-kadang satu di antara kelompok pemuda yang terjangkit penyakit tertipu oleh perasaannya sendiri, baru mempelajari beberapa masalah kecil dari satu disiplin ilmu tertentu. Belajarnya belum sampai matang dan mendalam hingga benar-benar paham. Tetapi dia sudah memperlihatkan diri sebagai sosok cendekiawan di masanya dan sebagai pemikir di zamannya.
ADVERTISEMENT
Kadang-kadang dia itu baru baca sebagian kecil ilmu sastra dan sejarah, tetapi dia telah menempatkan diri sebagai tokoh sastrawan atau pujangga besar.
Bahkan tidak jarang, salah seorang dari pemuda yang terjangkit penyakit tertipu oleh perasaan sendiri itu, menyusun suatu ucapan dalam puisi atau menulis beberapa artikel yang dimuat beberapa media. Namun, dalam susunan puisinya sama sekali tidak ada bobotnya dan di dalam tulisannya sama sekali tidak ada pesan yang menarik hati.
Sebagian besar ungkapan yang disebut sebagai puisi atau karya ilmiah itu penuh dengan kesalahan, baik dalam makna atau lafal atau bahkan dalam makna dan lafalnya. Kendati demikian, dia mengaku tanpa rasa malu sebagai penulis berbakat dan penyair terkenal di jamannya yang tidak tertandingi.
ADVERTISEMENT
Ada pula sekelompok pemuda yang tampil di depan, dalam rapat umum dan pertemuan-pertemuan khusus. Mereka berbicara dalam berbagai tema dan mengembara disetiap lembah.
Suatu saat engkau melihat mereka seolah-olah naik ke langit sebagai astronot. Di saat lain, engkau melihatnya seolah menyelam ke dasar laut sebagai pelaut
Terkadang mereka berbicara tentang peristiwa sejarah bangsa-bangsa yang telah silam maupun yang sedang terjadi. Kemudian mereka beralih membicarakan ilmu sastra dan sejarahnya, lalu membahas masalah ilmu-ilmu agama dan segala macamnya. Kemudian beralih ke masalah falsafah dan segala macamnya.
Mereka gegabah dan tanpa sadar dalam tindakannya tersebut. Mereka bagaikan unta-unta yang rabun matanya dan berjalan di malam yang gelap. Semua itu mereka lakukan hanya agar dianggap oleh khalayak sebagai cendekiawan.
ADVERTISEMENT
Engkau akan melihat lagi sekelompok orang yang egois. Kaki mereka di air sedangkan hidungnya di langit. Mereka itu adalah ampas orang-orang yang bodoh.
Mereka dengan congkak seperti para pembesar. Bersikap kasar seperti algojo. Duduk seperti duduk kisra dan berjalan seperti jalannya kaisar.
Padahal mereka orang-orang yang egois itu tidak ada apa-apanya dalam pandangan bangsa. Ibarat dalam suatu pertempuran, mereka itu bukan anggota pasukan dan bukan anggota pasukan infanteri.
Apabila engkau bertanya kepada salah seorang dari sekelompok orang yang egois itu, tentang faktor-faktor yang mendorong mereka dan sombong, maka pasti dia menjawab ini adalah bagian dari Al-ba', keinginanku melakukan sesuatu yang dipandang rendah dan hina.
Tetapi apa sebenarnya Al-ba', kalau mereka itu mengerti?
ADVERTISEMENT
Padahal Al-ba' yang sebenarnya adalah mensucikan diri dari segala bentuk kotoran yang bersarang di hati. Membersihkan diri dari semua kotoran dan mendorong jiwa untuk mencapai kemuliaan, agar mau menolak kezaliman. Tidak menekuni perbuatan yang cela, yang senang terhadap kehinaan, dan tidak cenderung pada perbuatan yang tercela.
Tetapi sebaliknya, dia mesti perpegang pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengikuti jalan menuju pada akhlak yang mulia.
Sesungguhnya perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok orang egois tersebut bukanlah bagian dari Al-ba'. Tetapi yang demikian itu menandakan bahwa mereka itu berjiwa lemah, berwatak jelek, berakal tidak sempurna, dan berpendidikan rendah. Mereka itu hanya berpegangan pada khayalan-khayalan.
Syekh Mustofa Al-Ghalayani yang juga pengarang kitab Idhotun Nasyi'in berkata, ia memohon kepada Allah agar generasi muda dijaga dari sifat tertipu oleh perasaan sendiri. Sebab perasaan tersebut mendorong seseorang pada perbuatan-perbuatan tercela seperti di atas, dan memperindah perbuatan-perbuatan yang hina, hingga tampak baik olehmu. Sifat tertipu oleh perasaan sendiri itu juga mendorong untuk melakukan kehinaan.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, keterbatasan-keterbatasan diri sendiri. Kita dituntut berusaha untuk meningkatkan diri dengan mencurahkan segala keseriusan dalam usaha untuk mendapatkan kemuliaan. Allah pasti merahmati setiap orang yang benar-benar mengetahui batas kedudukan dan kemampuan lalu berhenti mengikuti keterbatasannya.
Semoga Allah selalu menuntun kita semua. Menghilangkan tutup yang menutupi hati, dan semoga Dia memberi petunjuk pada jalan yang paling lurus. Amiin. [rof/ono]