news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

HAM, Papua, dan Manusia

Boban Abdurazzaq Sanggei
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
25 Desember 2021 9:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Boban Abdurazzaq Sanggei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mahasiswa Papua saat berunjuk rasa di USU. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa Papua saat berunjuk rasa di USU. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Berbicara mengebai keadilan HAM tentunya kita harus paham terlebih dahulu seperti apa itu manusia, apakah yang disebut manusia hanya yang berkulit putih? Atau hanya yang berkulit hitam? Dan apakah yang disebut manusia itu adalah mereka yang sudah berpendidikan? Tentunya kalian semua pasti akan sepakat bahwa yang disebut manusia adalah mereka yang disebut manusia adalah mereka yang memiliki akal dan fitrah, fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia secara asasi dan prinsipil yang membedakannya dari makhluk hidup lain, dengan memenuhi hati nurani seorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati. Sehingga pada dasarnya manusia memiliki nurani yang baik dan tujuan yang baik pula, dan manusia seharusnya memperjuangkan haknya dan hak manusia lain.
ADVERTISEMENT
HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan harus dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh negara, hukum dan. Dari pengertian di atas kita dapat mengetahui bahwa HAM tidak dikhususkan pada satu golongan atau ras tertentu, dan keadilan tentang HAM seharusnya dapat diatasi oleh negara dan hukum. Tapi apakah negara sudah menjalankan tugasnya untuk mengatasi persoalan HAM di Indonesia? Mari kita refleksikan bersama.
pada 1 Desember sebagian masyarakat Papua dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di luar Papua memperingati hari kemerdekaan negara Papua barat, ini dilakukan setiap tahun di berbagai kota-kota besar di Indonesia, tentunya jika teman-teman membaca beberapa literatur tentang sejarah masuknya Papua ke Indonesia pasti paham mengapa setiap tanggal 1 Desember mayoritas masyarakat Papua merayakan hari tersebut dengan turun ke jalan dan berorasi. Akan tetapi ketika mereka sedang merayakannya, banyak masyarakat Indonesia yang statusnya sebagai anggota ormas sering kali mengganggu jalannya aksi yang dilakukan oleh kawan-kawan mahasiswa Papua, padahal aksi yang dilakukan oleh mereka tergolong aksi damai dan hanya menyuarakan fakta yang terjadi di Papua hari ini. aspirasi yang diberikan oleh mahasiswa Papua dan sebagian masyarakat Papua adalah tentang pelurusan sejarah, memberhentikan pengiriman militer ke Papua, dan menolak Otsus jilid 2 yang sebetulnya sudah disahkan sepihak tanpa mendengarkan suara masyarakat yang menolak.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya gangguan yang didapat oleh mahasiswa, akan tetapi banyak kekerasan fisik yang disebabkan oleh ormas dan aparat keamanan, akibat dari itu banyak mahasiswa mengalami luka-luka dan juga tidak ada tindak lanjut yang diberikan dari negara untuk menindak lanjut permasalahan ini. Pada dasarnya negara harus melindungi kebebasan berpendapat rakyatnya dan melakukan perlakuan adil terhadap mahasiswa papua yang mendapatkan kekerasan, buktinya bisa kita lihat beberapa video yang di unggah di media sosial banyak ormas yang mencaci bahkan memukul para mahasiswa yang sedang beraspirasi di jalan dan aparat keamanan tidak melakukan suatu hal yang tegas terhadap ormas tersebut.
Seperti penjelasan di atas bahwa ada penyebab terjadinya permasalahan ham di Papua dan ini selalu dituntut oleh mahasiswa Papua yaitu “stop pengiriman militer ke Papua” ini akan berkaitan dengan banyaknya pembunuhan yang dilakukan oleh tentara kepada masyarakat sipil yang diduga salah satu anggota teroris. dari fenomena di atas akan memunculkan satu pertanyaan "bagaimana militer membedakan antara masyarakat sipil dan pasukan TPNPB?" Karena yang kita ketahui mayoritas masyarakat sipil di Papua khususnya di wilayah pegunungan adalah etnis Melanesia bahkan tidak ada etnis lain di wilayah sana kecuali di area pertambangan freeport yang pekerjanya dari berbagai wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
sekitar beberapa bulan yang lalu ada beberapa kasus penembakan terjadi, salah satunya penembakan dua anak kecil oleh aparat keamanan yang ditulis di salah satu media massa di Papua, dari pengakuan ayah korban bahwa pelaku penembakan adalah aparat gabungan dan pernyataan ini juga diperkuat oleh TPNPB, mereka mengatakan bahwa “ kami tidak akan pernah menembak masyarakat sipil karena musuh kami adalah aparat. Dari sini lagi-lagi kita dapat mengetahui bahwa aspirasi yang dibawa oleh mahasiswa Papua adalah hal yang harus diikuti dan di respons oleh negara akan tetapi negara terus menutup mata dan telinga mereka terkait permasalahan ini.
Di atas merupakan satu dari ribuan kasus yang diliput bahkan tidak diliput oleh media dan dari semua kasus tersebut aparat keamanan merupakan aktor dibalik pembunuhan-pembunuhan yang terjadi. akibat dari pembunuhan ini menyebabkan banyak masyarakat Papua mengalami trauma berat dan ini dialami oleh orang dewasa sampai anak-anak. Saya sebagai penulis tentunya merasa sangat bingung dengan apa yang menjadi tujuan negara terhadap Papua, apakah negara hanya menginginkan sumber daya alam, pulaunya, atau manusianya tentunya ini harus dipertanyakan kembali jika melihat solusi-solusi yang diberikan oleh negara yang kontradiktif dengan situasi maupun yang diinginkan masyarakat Papua.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia seharusnya mencari tahu dan mempelajari mengenai permasalahan masyarakat Papua yang sedang terjadi, bukan mengatakan bahwa orang Papua itu separatis atau teroris. Permasalahan di Papua jika kita memahaminya dengan baik bisa terlihat bahwa ada keuntungan yang ingin diambil oleh para penguasa entah itu nasional maupun internasional. sehingga masalah ini sangat jarang di usut karena mereka yang menguasai hukum dan Negara yang pada akhirnya sangat kecil sekali kemungkinan untuk masyarakat Papua dan mahasiswa menang melawan negara.
Permasalahan Ham sebetulnya tidak bisa dilanggar hanya untuk kepentingan negara dan nasionalisme. seharusnya negara lebih melihat dan mendengarkan suara-suara orang yang tertindas bukan malah membungkam mereka. Hal-hal ini yang terus dilakukan pemerintah akibatnya masalah-masalah yang dialami mereka tidak pernah selesai, jika tujuan negara itu dibentuk untuk melindungi dan menyejahterakan manusia yang berada di dalamnya maka suara-suara mereka harus didengar bahkan suara dari mereka yang ingin memisahkan diri.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya kita tidak bisa menghakimi orang-orang yang ingin memisahkan diri dari negara dengan memandang mereka sebagai antagonis yang harus dikalahkan, dan tidak bisa kalian yang statusnya sebagai aparat keamanan semena-mena bahkan membunuh dan meneror mereka. negara seharusnya mencari solusi yang paling demokratis atau berkiblat pada kemanusiaan, bukan malah mengirim militer dan membunuh manusia-manusia di sana. penulis mempunyai Solusi dari semua polemik yang terjadi Papua yaitu kejujuran dari negara, jika negara jujur tentang apa tujuan mereka mempertahankan Papua? dan apa alasan pengiriman militer ke sana selain keamanan? Pasti akan muncul ide-ide baru untuk masa depan Papua entah itu referendum atau tetap. Tapi jika berharap kejujuran dari negara penulis rasa sangat tidak mungkin itu terjadi. Jadi bisa kalian pikirkan kembali apakah nasionalisme lebih penting dibanding kemanusiaan?
ADVERTISEMENT