Perbedaanku Menjadi Alasan Perjuanganku

Brigitta Debby
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Al Azhar Indonesia
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 12:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Brigitta Debby tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kalimat yang sering didapatkan Mariama. Foto ini dipotret sendiri dari dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Kalimat yang sering didapatkan Mariama. Foto ini dipotret sendiri dari dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Intip kisah perjuangan salah satu wanita Indonesia yuk !!
Well, di zaman emansipasi wanita yang sudah semakin berkembang ternyata perjuangan melawan dikriminasi serta bullying masih banyak dialami oleh beberapa wanita di Indonesia loh. Salah satunya, mahasiswi di Universitas Negeri Jakarta bernama Mariama yang dikenal dengan sapaan, Meri. Profesi tetap Meri saat ini, seorang mahasiswi namun ia sudah memulai karier di dunia pendidikan sebagai guru honorer. Meri lahir di Jakarta, tanggal 29 Oktober 2000 dan merupakan anak tunggal di keluarganya. Meri juga terlahir menjadi seorang anak yang memiliki darah campuran dari kedua orang tua di mana ibunya berasal dari warga negara Indonesia sedangkan ayahnya dari warga negara Afrika.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pernyataan Meri bahwa ia sudah berjuang melawan diskriminasi serta bullying mulai saat duduk di bangku Sekolah Dasar hingga sampai saat ini menjadi seorang mahasiswi dan guru honorer. Selain itu, bagi dirinya adanya konstruksi sosial membuat diskriminasi serta bullying menjadi suatu budaya yang berkepanjangan.
“Di sepanjang hidup saya saat terlahir menjadi seorang wanita yang memiliki darah campuran, sering mengalami diskriminasi dan bullying saat di SD sampai saya sudah besar seperti ini. Tetapi saya tahu kalau keterbatasan di lingkungan masyarakat bukan hanya pada gender yang dimiliki saja namun ditambah lagi pada stigma yang sudah muncul di masyarakat” ujar Meri dalam rekaman wawancara (25/04/2021).
Ia mengatakan bahwa faktor genetik pada warna kulitnya yang berwarna hitam menjadi salah satu penyebab mendapat diskriminasi dan bullying yang mengandung SARA. Di mana, seperti yang kita tahu bahwa stigma perempuan di Indonesia yang cantik akan digambarkan seperti memiliki kulit putih, badan kurus dan berbentuk, memiliki paras wajah yang menawan serta memiliki rambut lurus. Dari adanya stigma tersebut, membuat dirinya juga kerap kesulitan mencari pekerjaan.
ADVERTISEMENT
“Dari perbedaan keadaan fisik ini membuat saya sulit melamar pekerjaan. Terkadang masih banyak instansi yang melihat karyawan bukan dari kinerjanya namun sudut pandang gambaran fisik yang dipunya. Ditambah lagi, kesenjangan itu membuat sempit kesempatan saya untuk mencari peluang kerja padahal gaji yang saya dapatkan menjadi guru honorer belum tentu menjamin kebutuhan hidup saya sepenuhnya” tambah Meri.
Dilansir data infografik dari katadata.com pada Gender Inequality Index tahun 2017 bahwa Indonesia menempati peringkat ke-empat dengan negara tertinggi yang mengalami ketimpangan gender di ASEAN. Selain itu, dilansir dari katadata.com bahwa Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia mengatakan bahwa di Indonesia saat ini memiliki angkatan kerja wanita yang menurun dari 55,5 % menjadi 54,56 % dan upah gaji pada pekerja wanita lebih rendah 16 % dari upah gaji pekerja laki-laki walaupun beban kerjanya sama.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Meri adanya diskriminasi serta bullying yang dialaminya bukan hanya berdampak pada dunia sosial saja namun juga berdampak pada sisi kejiwaannya. Akan tetapi, hal tersebut dijadikan pendorong sebagai individu yang lebih baik lagi.
“Prinsip hidup saya dalam melawan diskriminasi dan bullying yaitu dengan menerapkan sikap acuh pada statement negatif. Di dalam diri sendiri pun harus menjadi sosok pendukung terkuat dalam menghadapi permasalahan tersebut agar sisi kejiwaan yang saya miliki tidak terganggu oleh perkataan orang lain. Saya juga sering mengambil pesan positif di setiap permasalahan, di mana menjadikan semangat saya untuk mencoba peluang kesuksesan dengan berfokus kinerja yang dimiliki. Selain itu, penerapan sikap percaya diri sebagai wanita yang independent juga diperlukan saat ini” tambah Meri.
ADVERTISEMENT
Salah satu psikolog anak yaitu Aisyah Almas Silmina, M.Psi., Psikolog mengatakan bahwa dampak adanya diskriminasi dan bullying berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Adanya pengaruh tersebut juga tergantung dari bagaimana korban bersikap saat mengalami keadaan itu.
“Adanya sebuah diskriminasi dan bullying bisa berdampak pada tumbuh kembang anak di mana dapat berdampak secara jangka pendek maupun jangka panjang. Contoh jangka pendek seperti perlakukan secara spontan dari rasa emosional korban bullying sedangkan jangka panjang seperti memupuk rasa dari waktu ke waktu akibat diskriminasi dan bullying lalu menyebabkan ketidakpercayaan diri. Tetapi, dampak bullying itu, bisa dari berbagai arah karena bergantung dari individu itu sendiri dan bagaimana cara korban menyelesaikannya. Apakah korban berfokus pada problem focus copying atau emosional focus copying,” ujar Psikolog Aisyah dalam rekaman wawancara (13/07/2021).
ADVERTISEMENT
Salah satu saksi hidup perjuangan Meri dalam menghadapi diskriminasi dan bullying yaitu Putri Shania Noor yang merupakan teman akrab sejak duduk di bangku SMP pada tahun 2012 hingga saat ini. Ia mengatakan bahwa Meri selalu menghadapi perlawanan diskriminasi maupun bullying dengan kemajuan yang positif.
“Selama berteman dengan Meri, saya melihat bahwa Meri mengalami suatu perkembangan dari setiap kronologi bullying dan diskriminasi yang dia alami. Di mana Meri selalu berfokus menunjukkan kelebihan yang dipunya, lalu bagi orang yang tidak mau berteman dengannya bukanlah suatu masalah yang besar. Hal itu, karena Meri tahu bahwa masih banyak orang yang juga menyayangi serta menghargainya berdasarkan kelebihan serta perjuangan yang dilakukan selama mengalami diskriminasi dan bullying,” ujar Shania dalam rekaman wawancara (19/07).
ADVERTISEMENT
Shania juga mengatakan bahwa diskriminasi dan bullying yang dialami Meri bukan berawal dari sikap buruk yang Meri lakukan terhadap orang lain tetapi lebih terkesan didasari oleh kesengajaan untuk mengucilkan. Namun, sebagai seorang teman yang mendukung Meri, ia akan selalu membuka diri untuk menjadi tempat cerita yang netral maupun tempat untuk memberikan saran. Shania juga selalu berpesan terhadap Meri bahwa pembelaan datang bukan dari pembalasan secara fisik oleh teman untuk orang yang membully tetapi pembelaan harus datang dari naluri pertahanan diri sendiri terhadap lingkungan.
Sehubungan dengan itu, saat ini sudah mulai banyak dari platform media yang mengangkat isu gender dalam mendukung kesetaraan dan hak perempuan. Salah satunya adalah platform media Instagram @wowmengroup yang berfokus pada women empowerment dan gender quality. Berdasarkan Sekar Apita Rahma selaku bagian dari pengelola mengatakan bahwa media @wowmengroup banyak mengangkat konten dalam kebebasan berekspresi dari passion perempuan di bidangnya serta @wowmengroup juga mengangkat isu standar kecantikan wanita dalam bentuk #BeyondStandards.
ADVERTISEMENT
“Dalam platform media @wowmengroup banyak sekali konten yang mendukung hak perempuan untuk berekspresi terutama kebebasan bersosial dengan segala keunikan yang mereka miliki. Kami juga memiliki bentuk #BeyondStandards sebagai bentuk dukungan terhadap keunikan setiap perempuan. Selain itu, menurut saya standar sosial kecantikkan itu terbentuk karena orang lain ingin seperti kita namun tidak bisa, akhirnya mereka berlindung dari perkataan yang membuat kita tidak percaya diri,” ujar Sekar dalam rekaman wawancara (17/07/2021).
Selain itu, menurut Sekar bahwa pertahanan diri dalam melawan diskriminasi dan bullying harus berawal dari diri sendiri. Ia mengatakan bahwa hal yang perlu diingkatkan terhadap diri sendiri mengenai pemahaman akan setiap orang pasti memiliki keunikan masing-masing dan mulai lah untuk mencintai diri sendiri dengan tidak memaksakan standar kecantikan melalui perkataan orang lain.
ADVERTISEMENT
Meri berpesan kepada wanita Indonesia untuk terus berjuang dalam melawan diskriminasi dan bullying yang ada karena apapun warna kulit atau bentuk badan yang dimiliki, bukan menjadi nilai utama dalam menentukan kinerja atau kesuksesan di masa depan. Terlebih lagi, diskriminasi dan bullying akan selalu hadir dan bukan hanya pada orang-orang tertentu saja, karena sebuah ekspektasi yang tinggi di lingkungan masyarakat menjadikan wanita digambarkan sosok yang harus sempurna.
So, dari kisah Meri kita bisa mengambil banyak motivasi dan semangat untuk berkembang dari banyaknya statement negatif. Yuk, mulai sekarang hargailah dirimu saat ini dan mulainya melangkah maju!!