Ngeri. Nyali. Di Cipali

BriiStory
Jangan baca sendirian..
Konten dari Pengguna
17 Maret 2021 6:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BriiStory tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sering kali rasa penasaran mengalahkan redupnya nyali, padahal kita gak paham situasi.
ADVERTISEMENT
Seperti kisah kali ini, berjalan melintas jalan Tol Cipali, Windi dan keluarga terjebak dalam rentang beda dimensi, seramnya pasti.
Simak di sini, hanya di Briistory..
***
~Akhir tahun 2016~
Rintik hujan turun di bagian timur Jakarta, ketika kami baru saja lepas dari sumpeknya tol dalam kota, di mana ribuan kendaraan berjejal merebut ruang jalanan untuk bisa pulang, atau entah ke mana tujuannya.
Masih tetap padat, tapi seenggaknya mobil yang kami tumpangi ini bergerak konstan walaupun perlahan.
“Udah jam sembilan nih, Papa laper, kalian pasti laper juga kan,” Papa yang duduk di belakang kemudi bilang begitu.
“Iyalaaah Pa, laper. Mampir rest area aja dulu, istirahat bentaran.” Begitu Gio bilang sambil sedikit bersungut.
ADVERTISEMENT
Sementara aku dan Mama yang duduk di belakang sepertinya masih nyaman, belum merasakan lapar seperti Papa dan Gio rasakan.
Padahal, perjalanan kami dari Serpong selepas maghrib tadi memang sengaja diatur seperti itu, akan makan malam di rest area Tol jakarta Cikampek, atau setelahnya apa bila jalanan lebih lancar.
Oh iya, Aku Windi, bersama Mama, Papa, serta adikku Gio, sedang dalam perjalanan menuju Jogjakarta untuk menghadiri pernikahan salah satu sepupu.
Sengaja jalan malam, Papa bilang akan lebih nyaman dan gak akan banyak hambatan kemacetan, tentu saja kami semua setuju.
Acara pernikahan akan dilangsungkan pada hari sabtu, makanya kami berangkat dua hari sebelumnya, yaitu hari kamis, dengan rencana jumatnya bisa istirahat seharian, sabtu menghadiri acara, hari Rabunya baru kembali pulang.
ADVERTISEMENT
Rencananya seperti itu, sekalian berlibur, bertepatan dengan aku libur kuliah dan Gio libur sekolah.
Kami sekeluarga, sangat menyukai perjalanan darat, selama tujuan masih bisa dijangkau oleh mobil maka perjalanan darat akan dipilih. Makanya, aku sangat menunggu saat-saat seperti ini, berlibur dengan menempuh perjalanan cukup jauh, kali ini destinasi Jogja.
“Nah, tuh Rest area Pa. Alhamdulillah, udah laper banget aku nih.” Lagi-lagi Gio mengutarakan keluh kesah perutnya.
Tapi benar yang Gio bilang, kami memang sudah mendekat ke rest area km. 39, dari kejauhan sudah kelihatan.
Gak lama, Papa lalu mengarahkan kendaraan ke kiri, lalu masuk Rest area.
Sambil Papa mencari tempat parkir, aku melihat suasana sekeliling. Masih jam setengah sepuluh, tentu saja tempat yang diperuntukkan bagi pengguna jalan tol untuk beristirahat ini masih cukup ramai, walau gak seramai akhir pekan.
ADVERTISEMENT
Ini bisa dibilang merupakan rest area besar dan lengkap, selain toilet dan kamar mandi, toko makanan banyak, penjual kopi ada, tempat ibadah juga ada, jadinya kita bisa memenuhi semua kebutuhan dan keperluan dalam satu perhentian.
Begitu pula kami, setelah selesai ibadah, kami menuju satu resto yang menyediakan makan malam, cukup lama waktu yang kami habiskan di sini, sekitar satu jam.
Singkatnya, setelah selesai makan dan membeli kopi untuk Papa minum di jalan, kami melanjutkan perjalanan.
Jam setengah sebelas lewat, kendaraan yang melintas sudah gak sepadat sebelumnya. Papa bisa memacu kendaraan lebih cepat.
Perjalanan malam ini memang menyenangkan, aku menikmati setiap menitnya, walaupun pemandangan di luar hanya gelap tapi tetap saja suasanannya aku suka.
ADVERTISEMENT
“Mau lewat jalan Tol baru atau lewat jalan biasa aja?”
Tiba-tiba Papa bilang seperti itu ketika kami sudah sampai di ujung jalan tol Jakarta Cikampek.
Yang Papa maksud adalah jalan tol Cikopo Palimanan, atau biasa disebut jalan Tol Cipali. Kenapa dibilang baru? Ya karena baru setahun lebih diresmikan dan digunakan untuk umum. tepatnya tahun 2015 yang lalu.
“Tol Baru aja Pa, sekalian nyobain kan. Masa udah ada jalan tol masih lewat jalan biasa sih.” Jawabku begitu.
Gio dan Mama setuju denganku.
“Ya, kan siapa tahu kita pingin santai lewat jalan biasa, hehe.” Papa bilang begitu.
Tapi pada akhirnya kami memang memutuskan untuk lewat jalan tol baru itu.
ADVERTISEMENT
Memang, setelah Tol Cipali ini dibuka kami sekeluarga belum pernah melintasinya, karena memang belum ada keperluan untuk ke tol ini.
Kali inilah kali pertama kami harus melewati jalan tol di mana beberapa bulan sebelumnya terjadi kemacetan parah pada saat libur mudik lebaran.
Dalam hati kecil, kami berharap semoga gak mengalami dan merasakannya juga, kemacetan parah, karena perjalanan kali ini sudah hampir masuk ke masa libur akhir tahun.
Ya sudah, sekitar jam sebelas lewat akhirnya kami mulai memasuki jalan Tol Cipali.
***
Jalanan belum selebar jalan tol sebelumnya, hanya dua lajur. Lampu penerangan hanya terlihat ketika menjelang pintu keluar/masuk, selebihnya gelap, hanya mengandalkan lampu dari kendaraan yang melintas.
ADVERTISEMENT
Pemandangan kanan kiri juga gelap, hanya terlihat dari kejauhan lampu rumah penduduk atau bangunan lainnya. Di kanan kiri jalan hanya sawah dan lahan kosong, kelihatannya seperti itu.
Papa memacu kendaraan dengan kecepatan sedang, gak terlalu cepat. Aku yakin karena beliau lebih memilih untuk lebih berhati-hati karena sama sekali belum menguasai medan dan kontur jalan.
Kami berempat juga lebih banyak diam, hanya sesekali percakapan terucap, itu pun hanya seperlunya, lebih banyak memperhatikan jalan dan pemandangan.
Jalan tol ini lebih banyak jalan lurus yang panjang, jarang sekali ada berbelok.
Semakin jauh kami masuk, semakin berkurang volume kendaraan yang melintas, sangat jauh berbeda situasinya dengan jalan Tol Jakarta Cikampek.
Sampai akhirnya hanya sesekali kendaraan yang terlihat, yang searah atau pun yang datang dari arah berlawanan.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali kami melihat truk besar atau bus yang jalan perlahan di sisi kiri, jarang sekali ada mobil pribadi.
“Kok sepi amat ya. padahal baru jam 12, gak ada yang mau lewat tol ini gitu?” Gio memecah kesunyian,
“Iya, kok agak serem ya. Papa jangan ngantuk, kalo capek kita cari rest area aja lagi.” Mama akhirnya buka suara setelah sejak tadi lebih banyak diam.
Seperti yang aku bilang tadi, semakin lama jalanan semakin sepi. Aku yakin kalau semua punya punya pertanyaan yang sama dalam kepala masing-masing.
Mama tadi sempat menyinggung rest area, tapi setelah aku perhatikan, selama sudah menempuh entah berapa kilometer, kami baru melewati satu rest area, itu pun masih dekat ke wilayah Cikampek, ketika baru saja masuk tol Cipali, setelah itu gak melihat ada rest area lagi.
ADVERTISEMENT
Menurut aku sih wajar, namanya juga Jalan Tol baru, sarana prasarananya masih belum lengkap, termasuk ketersediaan rest area.
Jadi, kami harus mempersiapkan diri untuk menahan segala kegiatan yang membutuhkan tempat istirahat, karena gak tahu kapan dan di mana rest area akan ditemui.
Namun, perjalanan masih harus terus berlanjut.
Sampai, Entah sudah masuk kilometer berapa, aku tersadar kalau sudah beberapa menit lamanya gak melihat ada kendaraan lain sama sekali, sepi, kosong, hanya kami sendirian yang melintas di jalan tol panjang ini.
Aneh..
“Kok sepi banget ya, pada ke mana mobil lain.”
Papa bilang begitu sambil matanya terus memperhatikan jalan.
Aku, Gio, dan Mama hanya diam, gak ada yang menanggapi.
ADVERTISEMENT
“Gio, lo ada sinyal gak?” tanyaku, ketika melihat layar ponsel ada tulisan “No Service”.
“Gak ada, Kak. Blank spot keknya.” Jawab Gio.
Mama juga bilang begitu, ponselnya gak ada sinyal.
Bertambah lagi keanehan..
Setelah itu, semakin lama keadaan mulai mencekam, benar-benar hanya kami yang ada di jalan, hanya suara deru mobil kami saja yang terdengar.
Jalanan di depan gelap total, hanya lampu dari kendaraan kami yang jadi sumber penerangan.
Aku menoleh ke belakang, sama, di belakang juga kosong, malah lebih seram kelihatannya.
Kira-kira lima belas menit lamanya situasi itu berlangsung, sungguh sangat membuat kami semua khawatir.
Sampai akhirnya, Papa bilang kalau di belakang ada mobil mendekat.
ADVERTISEMENT
Mendengar Papa bilang begitu, aku langsung melihat ke belakang, memang benar, dari kejauhan ada cahaya lampu mobil yang mendekat perlahan.
“Sukurlah, kita jadi ada temen. hehe” Ucap Papa, sambil mengurangi kecepatan sedikit.
Semakin lama, kendaraan itu semakin mendekat.
Papa memang sengaja mengurangi kecepatan dengan maksud agar kami bisa berjalan melintasi Jalan tol ini bersamaan.
Sampai akhirnya, kendaraan itu benar-benar sudah tepat berada di belakang kami.
Anehnya, dia gak mengurangi kecepatan sama sekali, terus melaju, malah sepertinya menambah kecepatan.
Melihat itu, Papa langsung mengarahkan kendaraan kami minggir ke lajur kiri, memberi jalan mobil ini untuk mendahului. Benar, dia sama sekali gak mengurangi kecepatan, malah terus melaju kencang.
ADVERTISEMENT
Mobil ini jenisnya minibus model lama, berwarna hitam, termasuk kacanya juga hitam, menjadikan kami sama sekali gak bisa melihat ke dalamnya. Dia melaju kencang mendahului.
Papa yang tadinya berniat untuk mengikuti, jadi berubah pikiran, lebih memilih membiarkan mobil itu melaju kencang.
Melaju terus sampai akhirnya hilang dalam gelap dan kejauhan.
“Mau ke mana sih mobil itu, buru-buru banget.” Papa memecah sunyi.
“Biarin aja, Pa. Jangan dikejar,” Aku bilang begitu.
Kembali, suasana sunyi, lagi-lagi kami sendiri setelah mobil tadi hilang.
Jalan gelap, sendirian, menimbulkan sedikit kekhawatiran.
“Harusnya tadi lewat jalan biasa aja ya.” Gio akhirnya buka suara.
“Udah terlanjur. Tenang aja, gak akan ada apa-apa. Aman kok.” Jawab Papa, menenangkan.
ADVERTISEMENT
Kembali kami terdiam, tanpa percakapan.
Tapi hanya beberapa menit saja, setelah tiba-tiba ada kilatan cahaya yang menerangi kendaraan kami, cahaya dari belakang.
Reflek, aku menoleh ke belakang. Ternyata benar, ada kendaraan dari arah belakang lagi, mendekat dengan kecepatan cukup tinggi.
“Ada mobil lagi, Pa.” Aku bilang begitu.
“Iya.” Jawab Papa pendek.
Aku perhatikan, kali ini kendaraan ini agak mengurangi kecepatan ketika sudah berada tepat di belakang.
Tapi walaupun begitu, Papa tetap memberi jalan dengan berpindah ke lajur kiri, membiarkannya mendahului.
Ketika mobil sudah dalam posisi sejajar, tentu saja kami semua bisa memperhatikan kendaraan itu.
“Loh, kok bentuknya sama dengan mobil yang pertama tadi?” Gio bilang begitu, suaranya setengah berbisik.
ADVERTISEMENT
Dalam hati, aku punya pernyataan dan pertanyaan yang sama.
“Itu mobil yang sama.” Tiba-tiba Mama bilang begitu.
“Gak mungkin, Ma. Kan kita belum melihatnya lagi setelah dia ngebut tadi.” Papa buka suara.
Aku ragu, tapi setelah dilihat dengan seksama, ternyata memang modelnya sama, jenis minibus model lama, berwarna hitam, kacanya hitam juga.
Hmmmm, sepertinya itu mobil yang sama dengan yang mendahului kami sebelum ini, tapi gimana caranya?
Kok bisa dia tiba-tiba sudah ada di belakang lagi?
Sementara dari tadi kami sama sekali gak mendahului.
Di kepala masih banyak pertanyaan ketika mobil hitam ini lagi-lagi melaju kencang sampai akhirnya hilang dalam gelap dan lenyap dari pandangan.
ADVERTISEMENT
Suasana kembali hening, cekam semakin terasa.
“Udah, tenang aja. Kalau ada tol exit, kita keluar, lewat jalan biasa aja, biar semua tenang, hehe.” Lagi-lagi Papa berusaha menenangkan.
Aku, Mama, dan Gio hanya diam, gak menjawab. Kami masih berkutat dengan banyak pertanyaan.
Selanjutnya, aku sudah bisa menebak, selang beberapa menit kemudian lagi-lagi ada kilatan cahaya lampu kendaraan dari belakang. Aku menoleh, ternyata benar, ada kendaraan mendekat dari kejauhan.
Kejadiannya berulang sekali lagi, kendaraan itu datang dengan kecepatan tinggi lalu melambat setelah sudah dekat dengan kami.
Sekali lagi Papa memindahkan kendaraan ke lajur kiri, memberi jalan untuk mobil misterius ini mendahului.
Lagi-lagi kami semua memperhatikan mobil itu.
Sangat susah untuk disangkal kalau yang melintas untuk yang ketiga kali ini adalah mobil yang sama, bentuknya sama persis, jenisnya benar-benar sama, aku yakin kalau ini adalah mobil yang sama.
ADVERTISEMENT
Mobil yang sama. Tapi, gimana caranya? Kok bisa?
“Berdoa, itu mobil yang sama. Sepertinya dia sedang berusaha untuk meminta tolong.”
Mama bilang begitu, dengan suara pelan. Aku gak menggubris, tapi malah terus memperhatikan kendaraan yang sedang melintas mendahului kami ini.
Kali ini kecepatannya lebih pelan, malah tampak gak berniat untuk mendahului.
Melihat ini, Papa memperlambat lagi laju kendaraan, dengan tujuan supaya mobil misterius ini bisa mendahului. Benar, perlahan tapi pasti akhirnya dia mendahului.
Berbeda dengan sebelumnya yang langsung melaju kencang dan menghilang, kali ini dia malah melambat setelah sudah berada beberapa ratus meter di depan, kami melihatnya seperti itu dari kejauhan.
Sampai akhirnya, si mobil misterius berpindah lajur sampai ke bahu jalan, seperti ingin berhenti.
ADVERTISEMENT
Benar, kami yang berada cukup jauh di belakang, melihat dia akhirnya berhenti di bahu jalan.
“Kenapa dia berhenti, ada apa ya?” tanya Papa.
“Dia butuh bantuan,” Mama sekali lagi bilang begitu.
“Papa gak usah aneh-aneh deh, jangan macem-macem ah Pa.”
Aku bilang begitu, karena melihat gelagat Papa yang sepertinya akan ikut meminggirkan kendaraan juga.
“Bener kata Mama, takut kalau-kalau dia butuh bantuan.” Begitu Papa bilang.
Aku dan Gio gak bisa berkata apa-apa lagi, Papa adalah seorang aparat, jiwanya memang seperti itu, harus mencari tahu kalau terlihat ada yang gak beres.
Benar adanya, akhirnya kami berhenti tepat di belakang mobil misterius ini.
“Papa hati-hati,” Ucap mama.
“Iya, Ma. Kalian jangan ada yang ikut keluar, tetap di dalam.” Papa Bilang begitu. Lalu keluar dari kendaraan.
ADVERTISEMENT
Aku melihat kalau mobil hitam ini lampunya masih menyala, sepertinya mesinnya juga.
Papa berjalan mendekat ke pintu supir.
Gak lama, karena jaraknya dekat, Papa akhirnya sampai di samping pintu depan. Kami di dalam kendaraan terus memperhatikan gerak-gerik Papa.
Sepertinya, kaca jendela depan dari mobil itu terbuka, karena aku melihat kalau Papa melongok ke dalamnya..
Hanya beberapa belas detik, lalu Papa kembali berjalan ke arah kendaraan kami, kelihatan langkahnya terburu-buru.
Setelah sampai, Papa langsung masuk.
“Kenapa dia Pa?” kami kompak bertanya.
“Gak ada apa-apa, aman.” Jawab Pendek.
Setelah itu Papa langsung menjalankan kendaraan kami lagi, melewati mobil misterius yang masih saja berhenti.
Aku tahu, ada yang gak beres setelah melihat gelagat Papa.
ADVERTISEMENT
Benar dugaanku, setelah kendaraan kami tepat berada di sebelah kendaraan itu, aku melihat kalau kaca jendelanya terbuka lebar, kaca jendela pintu supir. Karena itulah aku jadi bisa melihat ke dalam walau sekilas.
Aku kaget, karena melihat kalau di dalam kosong, gak ada orang sama sekali di depan, termasuk supirnya, gak ada.
Aneh, seram..
Setelah itu, sama sekali gak ada perbincangan di antara kami, Papa juga gak mengeluarkan sepatah kata pun, dia menginjak pedal gas cukup dalam.
“Pa, kalau ada rest area mampir dulu sebentar ya, aku pingin pipis.” Aku bilang begitu, ketika beberapa belas menit sudah berlalu.
“Iya, iya.” Papa manjawab pendek, jelas masih ada nada cemas terdengar.
ADVERTISEMENT
Sukurlah, di kejauhan akun melihat ada tanda-tanda keberadaan rest area.
Benar, itu rest area.
“Windi, Jadi ke toiletnya?” tanya Papa memastikan.
“Jadi Pa. aku udah kebelet banget.”
Papa lalu membelokkan kendaraan, masuk Rest area.
Aku sudah bisa menebak, kalau rest area ini pasti belum bagus, dan masih sangat sepi juga. Kami gak melihat ada kendaraan sama sekali. Sepi..
Hanya ada beberapa warung kecil berbaris, itu pun sepertinya dalam keadaan tutup.
Papa memarkirkan kendaraan di depan salah satu warung.
“Toiletnya kayaknya itu deh, Papa anter kamu ya.”
Papa menunjuk satu bangunan kecil yang letaknya agak jauh di belakang deretan warung.
Turun dari mobil, aku bersama Papa berjalan dalam gelap menuju toilet. Cukup jauh jaraknya, sekitar 50 meter.
ADVERTISEMENT
Toilet kecil dengan lampu temaram.
“Kalo sudah selesai, jangan jalan sendiri ke mobil, tunggu Papa.” Begitu Papa bilang.
Aku mengangguk, kemudian masuk ke toilet perempuan, sementara Papa masuk ke bagian laki-laki.
Suasana yang masih mencekam, teringat dengan kejadian sebelumnya, ditambah dengan situasi rest area yang seram, membuat aku buru-buru menyelesaikan buang air kecil.
Selesai, aku langsung keluar.
Setelah sudah berada di depan toilet, aku gak melihat Papa, sepertinya dia masih di dalam.
Gak lama, hanya beberpa detik kemudian tiba-tiba aku melihat ada mobil mendekat ke tempat aku sedang berdiri, entah datangnya dari mana.
Kemudian akhirnya mobil ini berhenti tepat di depanku, hanya beberapa meter saja jarak kami.
ADVERTISEMENT
Sejenak kemudian aku tersadar kalau ternyata mengenali mobil ini, ini adalah mobil misterius yang tadi kami temui di jalan tol!
Minibus model lama berwarna hitam.
Jantungku seperti berhenti berdetak, ketakutan.
Tapi rasa penasaranku mengalahkan kadar nyali yang semakin rendah, dalam ketakutan yang dirasa, kaki malah melangkah mendekat ke mobil itu.
Setelah sudah sampai di samping mobil, aku melihat kalau kaca depan dalam keadaan terbuka, dua-duanya.
Sementara mesin dan lampunya masih menyala.
Aku lebih mendekat lagi, dengan maksud untuk melihat ke dalam lagi.
Jendela yang dalam keadaan terbuka, manjadikanku dengan leluasa dapat melihat ke dalam.
Gak ada orang sama sekali, di depan kosong, termasuk supirnya, gak ada!
ADVERTISEMENT
Entah apa yang ada dalam pikiran, bukannya menjauh, aku malah terus mendekat, ingin tahu apa yang ada di bagian belakang mobil.
Awalnya sangat gelap, aku gak bisa melihat apa-apa,
tapi lama kelamaan mata mulai terbiasa dan akhirnya bisa melihat semua dengan jelas walau samar.
Bulu kuduk berdiri semua, jantung berdegup kencang, ketika aku melihat ternyata di belakang juga gak ada orang sama sekali,
tapi, ada benda yang teronggok menyeramkan.
Di bagian belakang minibus ini ada peti mati..
Aku lemas melihatnya, ketakutan.
“Windi, ayok ke mobil.”
Tiba-tiba Papa sudah ada di belakang, dia meraih tanganku lalu kami berjalan bergegas kembali menuju kendaraan.
Gak berlama-lama, setalah sudah berada di mobil, Papa langsung tancap gas, meninggalkan rest area, meninggalkan mobil misterius itu.
ADVERTISEMENT
Di sisa perjalanan, kami diam seribu bahasa.
Sampai akhirnya kami baru bisa bernapas lega setelah sampai di pintu tol Palimanan.
Di sini juga, kami kembali bisa melihat pemandangan normal, banyak kendaraan melintas, ada kehidupan.
Setelah itu, baru Papa mulai cerita.
Beliau bilang, ketika turun kendaraan di bahu jalan untuk memeriksa mobil misterius, Papa juga melihat apa yang aku lihat, mobil kosong gak ada orang sama sekali, termasuk supir, tapi ternyata ada peti jenazah di bagian belakang mobil.
Begitulah..
***
Hai, balik ke gw lagi ya, Brii.
Sekian cerita malam ini, sampai jumpa minggu depan dengan kisah lainnya.
Tetap sehat supaya bisa terus merinding bareng.
Mimpi indah,
ADVERTISEMENT
Salam,
~Brii~